Mongabay.co.id

Lautan Dunia dalam Ancaman Bahan Kimia Beracun

Kampanye penyelamatan ekosistem laut terus digaungkan oleh banyak negara dan lembaga non pemerintah dalam beberapa tahun terakhir. Kerja sama yang sangat erat itu, harus dilakukan, karena laut sedang menghadapi ancaman sangat serius. Tanpa penyelamatan, mustahil ekosistem lautan dunia bisa tetap sehat dan bermanfaat bagi generasi mendatang.

Latar belakang seperti itu, mendorong banyak negara dan lembaga non pemerintah untuk bergerak lebih jauh lagi dalam melakukan aksi penyelamatan laut dunia. Terlebih lagi, ancaman-ancaman kini semakin beragam datang dan siap menghancurkan ekosistem laut dunia. Termasuk, yang paling mutakhir adalah ancaman polusi kimia.

Ancaman terakhir, bahkan sudah dirilis ke publik oleh IPEN, sebuah jaringan lembaga nirlaba yang beroperasi di negara yang menggunakan enam bahasa utama dunia, dan National Toxic Network (NTN), sebuah lembaga nirlaba yang bermarkas di Australia. Kedua lembaga tersebut merilisnya dalam bentuk laporan yang lengkap dan jelas berjudul “Panduan Polutan Laut: Ancaman Beracun bagi Manusia dan Kehidupan Laut.”

Laporan tersebut dirilis di sela gelaran Our Ocean Conference (OOC) 2018 yang berlangsung di Nusa Dua, Bali, 29-30 Oktober 2018. Dalam rilisnya, disebutkan bahwa laut kini sudah tercemar oleh kimia beracun, termasuk pestisida berbahaya, obat-obatan, dan polutan organik persisten (POPs) seperti Polychloro biphenyls (PCB), yaitu pencemaran yang diakibatkan oleh masuknya bahan pencemar berupa gas, bahan-bahan terlarut, dan partikulat.

baca :  Inilah Sejumlah Komitmen OOC 2018 untuk Menyelamatkan Lautan

 

lautan sampah di laut. Foto : Caroline Power/imgur/thegoodshoppingguide.com

 

Selain itu, POPs juga bisa ditemukan pada bahan seperti plastik, mikroplastik, dan logam berat. Akibatnya, laut kini diketahui sudah terpapar dampak dari pencemaran tersebut yang menyebar luas ke seluruh dunia. Fakta itu, membuat kehidupan laut dan manusia yang sangat bergantung pada sumber daya laut, kini menghadapi ancaman sangat serius.

Penasihat IPEN tentang Merkuri dan Pertambangan Yuyun Ismawati menjelaskan, melalui laporan yang dirilis tersebut, diharapkan bisa membangun kesadaran masyarakat dunia tentang bahaya yang sedang mengintai lautan saat ini. Dengan demikian, banyak pihak diharapkan bisa memahami hubungan kesehatan laut dengan keamanan kimia.

“Juga, kita berharap dunia bisa memberikan peluang untuk kebijakan yang berkaitan dengan isu tersebut, yaitu keamanan kimia. Mengingat, peran bahan kimia beracun dan plastik memang saat ini tidak terlihat oleh kasat mata,” ucap dia.

 

Keamanan Kimia

Menurut Yuyun, kesehatan laut sangat penting untuk menjamin keberlangsungan hidup manusia. Tetapi, jaminan untuk memastikan laut tetap sehat, hingga saat ini masih belum ada. Padahal, pelepasan bahan kimia yang beracun setiap saat selalu terjadi di laut, baik secara sengaja ataupun tidak. Bahan-bahan kimia tersebut dibawa oleh gelombang limbah tanpa henti ke berbagai penjuru dunia.

“Plastik menjadi bahan utama untuk penyebaran bahan kimia beracun. Dia masuk ke laut melalui sungai yang dibawa oleh saluran air dan lingkungan laut,” tutur dia.

Masuknya bahan kimia tersebut, kata Yuyun, membawa ancaman berlipat sekaligus karena bahan kimia beracun itu tidak terlihat secara kasat mata. Oleh itu, mikroplastik atau puing plastik yang terdengar sepele, sesungguhnya menyimpan bahaya sangat besar saat memasuki lautan. Bahan seperti itu akan membahayakan kesehatan manusia, kehidupan laut, dan lingkungan secara bersamaan.

“Laporan ini membantu kita untuk fokus dan menyatukan pandangan dalam penyelamatan laut. Isu-isu seperti itu menjadi penting karena itu untuk penyelamatan laut. Karenanya, kebijakan yang kuat dibutuhkan untuk mengurangi bentuk polusi tersebut,” tandas dia.

baca :   Jokowi: Jangan Terlambat Berbuat untuk Laut Kita

 

Sampah plastik dan mikroplastik di lautan membahayakan bagi penyu karena dianggap makanan. Banyak penyu dan biota laut yang mati karena memakan sampah di lautan. Foto : ecowatch

 

Lebih jauh, Yuyun menyebutkan, dalam laporan yang dirilis ke publik, dijelaskan secara rinci bagaimana susunan polutan kimia yang sangat persisten bisa berakibat buruk pada reprpoduksi dan perilaku hewan laut. Kemudian, juga akan memengaruhi kemampuan hewan laut untuk merespon penyakit dan sekaligus mengurangi keberlangsungan hidup mereka.

Dengan fakta tersebut, Yuyun melanjutkan, keberadaan mikroplastik dalam sistem pencernaan hewan laut akan memengaruhi kesehatan mereka dan itu disebabkan oleh paparan mikroplastik yang memicu munculnya stres oksidatif, yaitu ketidakseimbangan antara radikal bebas dan anti oksidan dalam tubuh hewan laut.

“Pada akhirnya itu memengaruhi energi dan metabolisme lipid (kelompok molekul alami yang meliputi lemak, lilin, sterol, vitamin yang larut dalam lemak) dan menciptakan efek neurotoksik,” paparnya.

Dari laporan tersebut, bisa disimpulkan bahwa saat ini kontaminasi yang terjadi di laut terus mengalami peningkatan signifikan. Juga, ada peningkatan eksposur manusia, dan resiko untuk sejumlah penyakit, dan kerusakan ekosistem. Jika itu terjadi, maka semua sumber daya di laut, termasuk ikan yang sudah menjadi protein hewani bagi hampir semua penduduk dunia, saat ini semakin terancam kehidupan mereka.

Penasihat Senior Sains IPEN Mariann Lloyd-Smith di kesempatan yang sama juga menjelaskan, pencemaran bahan kimia dan plastik secara bersamaan di laut saat ini sudah menjadi bom waktu yang siap meledak kapan saja. Bom tersebut pada akhirnya akan merusakan kesehatan ekosistem di lautan dunia yang menyebar ke berbagai penjuru mata angin.

“Kita telah membiarkan lautan kita dengan bahan kimia berbahaya secara terus menerus dan telah mencemari wilayah laut terdalam dan paling terpencil di samudera, bersama penghuni di dalamnya. Kita harus paham dan sadari, bahwa proses ini bukan semata-mata karena krisis pencemaran plastik,” tegasnya.

baca juga :  Dunia Satukan Tekad Bersihkan Lautan dari Sampah Plastik

 

Sampah plastik di lautan. Foto : NOAA

 

Pencemaran Berlapis

Mariann menuturkan, agar pencemaran yang terus menerus terjadi bisa dihentikan, perlu upaya keras dan kerja sama yang sinergi antar negara di dunia. Hal itu terutama, karena bahan beracun dari bahan kimia yang dibuang ke lautan dunia, tak hanya membahayakan ekosistem laut beserta biota laut di dalamnya, juga sekaligus mengancam kehidupan manusia yang sangat bergantung pada sumber daya laut.

Ucapan Mariann itu langsung dikuatkan oleh pernyataan Direktur Eksekutif Alaska Community Action on Toxics (ACAT) Pamela Miller. Menurut dia, meski terkesan seram dan menakutkan, namun laporan yang dirilis IPEN dan NTN tersebut bukanlah sesuatu hal yang berlebihan. Akan tetapi, justru itu adalah kenyataan yang harus dihadapi oleh masyarakat dunia saat ini.

Pamela menyatakan, lembaga nirlaba yang dipimpinnya memiliki banyak penelitian yang menghubungkan bahan kimia tertentu dan dampak yang bisa menghancurkan ekosistem di laut, dan sekaligus masyarakat adat yang biasanya mendiami wilayah pesisir. Tetapi, dia menyebut, penelitian tersebut akan terasa tidak bermanfaat banyak jika hanya berwujud sendirian saja.

“(Laporan) Panduan Pencemaran Laut mengungkapkan bagaimana beberapa jenis bahan kimia bisa berinteraksi dengan plastik yang ada di lautan. Bagaimana juga biomagnifikasi bahan kimia yang paling berbahaya dan logam berat menumpuk di tubuh hewan laut sentinel untuk kemudian pindah ke tubuh manusia,” papar dia.

Baik Yuyun, Mariann, ataupun Pamela, sama-sama sepakat bahwa penanganan lautan saat ini harus menggunakan pendekatan lebih baik lagi. Mengingat, ancaman serius juga ternyata muncul dari bahan kimia beracun yang berduet dengan plastik. Untuk itu, kebijakan dan kesepakatan antar negara sangat dibutuhkan untuk saat ini.

Langkah seperti itu, harus dimunculkan, untuk mengikuti jejak kesepakatan yang sudah lahir lebih dulu, yaitu untuk mengurangi bahan bakar fosil untuk produksi energi. Dengan kata lain, setiap langkah untuk membersihkan polusi yang hadir dari masa lalu, maka di saat yang sama juga harus bisa mengatasi segala konsumsi yang tidak berkelanjutan.

“Korporasi harus bertanggung jawab atas bahan kimia berbahaya yang mereka buat. Jika mereka tidak bisa mengatasi persoalan pencemaran bahan kimia produksi mereka, maka mereka akan dipaksa untuk menghentikan emisi beracun dan harus membersihkannya,” tegas ketiganya.

 

Exit mobile version