Mongabay.co.id

Cerita Penyelamatan dari Kawasan Wallacea dalam OOC, Seperti Apa?

Alam memberikan berbagai kebutuhan manusia yang hidup di sekitarnya. Namun seiring waktu, terjadi kerusakan akibat pemanfaatan sumber daya alam laut yang tidak ramah yang berakibat pada kehidupan nelayan dan masyarakatnya.

Tidak terkecuali yang terjadi di kawasan Wallacea yang merupakan kawasan penting dengan endemisitas flora fauna tinggi dan masyarakat dari berbagai suku telah berinteraksi dengan alam sejak lama.

Untuk itu berbagai kegiatan dilakukan guna memperbaiki dan mencegah kerusakan laut lebih luas oleh Mitra program Dana Kemitraan Ekosistem Kritis (Critical Ecosystem Partnership Fund/CEPF) Wallacea. CEPF berkegiatan di wilayah Wallacea meliputi Sulawesi Utara, Gorontalo, Nusa Tenggara Timur, dan Maluku.

Hal itu terungkap dalam acara Film Festival & Talk Show di Museum Pasifika, Nusa Dua, Bali pada Minggu (28/10/2018), sehari sebelum acara Our Ocean Conference (OOC) yang menampilkan usaha dan upaya berbagai pihak menangani kondisi laut yang ada di wilayahnya masing-masing.

baca : Wallacea, Surga Keragaman Hayati yang Minim Penelitian

 

Suasana acara Film Festival & Talk Show di Museum Pasifika, Nusa Dua, Bali pada Minggu (28/10/2018). Beberapa Mitra CEPF Wallacea terlibat dalam acara tersebut. Foto : Agustinus Wijayanto/Mongabay Indonesia

 

Dalam Film Festival tersebut dihadiri oleh peserta dari berbagai kalangan dan negara yang memiliki kepedulian terhadap isu kelautan. Adi Widyanto dari Burung Indonesia, Akbar A. Digdo dari Perkumpulan Yapeka, dan Sella Runtulalo dari Manengkel Solidaritas mewakili Mitra CEPF Wallacea dalam proses pemutaran film dan diskusi dengan peserta.

Film yang ditampilkan CEPF Wallacea ini menampilkan dan menyuarakan kondisi Wallacea saat ini dan kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh mitra.

Muncul dalam diskusi pasca pemutaran ini tentang bagaimana kepedulian masyarakat mulai tinggi. Termasuk tentang peran masyarakat luas dalam perlindungan laut yang saat ini mengalami tekangan yang tinggi. Selain itu terkait dengan apa kegagalan yang dialami dan bagaimana mengatasinya.

Mitra CEPF Wallacea menyampaikan bahwa upaya yang telah dilakukan untuk mengurangi tekanan terhadap laut dengan kegiatan sosialisasi kepada masyarakat, pengembangan daerah perlindungan laut, serta pengembangan mata pencaharian seperti ekowisata dan perikanan berkelanjutan.

Kegagalan yang alami juga terjadi, misalnya tidak semua daerah perlindungan laut yang telah dibuat sebelumnya tidak bertahan lama dikarenakan karakter dan mata pencaharian masyarakat yang tidak bergantung dengan laut. sehingga perhatian terhadap laut sangat kurang dan daerah perlindungan laut tidak terjaga dengan baik. Ke depan perlu mempertimbangkan karakter dan kondisi masyarakat seta komitmen jangka panjang sebelum mengembangkan daerah perlindungan laut.

 

Kawasan Wallacea memuat seluruh Pulau Sulawesi, Nusa Tenggara, dan Maluku, dikenal dengan kekayaan flora dan fauna. Sayangnya, kekayaan alam ini terancam hancur dengan maraknya berbagai aktivitas manusia, termasuk alih fungsi lahan, pembalakan liar, dan eksploitasi tambang. Foto: Burung Indonesia/Mongabay Indonesia

 

Kesan dan pembelajaran

Dalam rangkaian OOC 2018, peserta Mitra CEPF ikut serta dengan menghadirkan beberapa booth sebagai ajang untuk saling bertukar informasi dan pengalaman dengan berbagai peserta OOC. Selain itu, ada sesi presentasi dengan berbagai macam topik, seperti daerah perlindungan laut, polusi laut, dan lainnya.

Benediktus Bedil dari Lembanga Pengembangan Masyarakat Lembata (Barakat), NTT sangat terkesan dengan kegiatan OOC yang baru pertama diikuti. “Saya mendapat banyak pengetahuan dari daerah lain bahkan negara lain tentang bagaimana upaya untuk melindungi laut kita serta dukungan dari banyak pihak, termasuk peluang dukungan pendanaannya,” katanya.

Sedangkan Ronny Siwabessy dari Baileo (Maluku) menyampaikan kesan mendalam mengikuti konferensi internasional itu, sebagai kesempatan langka dan menguntungkan bagi mitra CEPF Wallacea.

“Pembelajaran yang menarik yang dapat dipetik dari kegiatan OOC ini banyak negara dan banyak isu yang kurang diketahui seperti daerah perlindungan laut, polusi laut, perikanan berkelanjutan dan lainnya sedang terjadi di sekiar kita dan karena ulah orang yang tidak bertanggung jawab menimbulkan dampak luar biasa bagi manusia,” ungkapnya.

Berbagai aktivitas yang dapat kita lakukan, seperti pencegahan dampak, kampanye dan advokasi, hingga pengelolaan yang menguntukan secara ekonomi. “Banyak contoh/cerita sukses lain dari banyak pihak di berbagai tempat yang dapat dijadikan pengetahuan ke depan,” tambah Ronny.

baca :  Surga Biota Air Endemis Itu Adalah Wallacea

 

Booth salah satu peserta dari Mitra CEPF Wallacea dalam acara Our Ocean Conference 2018 di Bali. Foto : Agustinus Wijayanto/Mongabay Indonesia

 

Hal senada disampaikan oleh Ahmad Bahsoan dari Jaringan Advokasi Pengelolaan Sumber Daya Alam (Japesda), Gorontalo, bahwa banyak manfaat yang didapatkan selama mengikuti OOC karena peserta dapat berkomunikasi dengan banyak orang dengan berbagi pengalaman dan ketemu dengan penggiat lingkungan.

“Sangat banyak pembelajaran yang diperoleh, terutama bagai mengembangkan ekowisata dengan potensi sebuah desa yang memiliki nilai ‘jual’ sebagai sebuah desa wisata dikemas dalam sebuah nuansa budaya dan kearifan lokal’, ungkap Ahmad.

Sementara Magdalena Rianghepat dari Yayasan Pengkajian dan Pengembangan Sosial (YPPS), NTT, juga memberikan kesan yang mendalam mengikuti konferensi internasional ini karena dapat bertemu dengan banyak orang yang punya perhatian terhadap konservasi laut adalah hal yang menarik, melihat berbagai upaya yang telah dilakukan.

“Saya bisa belajar bahwa ternyata menjaga laut bisa juga dilakukan dengan aktifitas yang biasa misalnya beberapa organisasi menjadikan sampah yang selama ini mengotori laut sebagai hal yang bermanfaat dan masih banyak hal lainnya”, ungkap Magdalena.

Berbicara tentang laut bisa masuk melalui berbagai sudut pandang, tidak hanya monoton melalui sudut pandang konservasi, tetapi bisa melalui ekonomi atau pemberdayaan yang mungkin bisa dikemas lebih menarik minat komunitas tetapi tidak meninggalkan nilai estetika pengamanan laut itu sendiri.

Magdalena menambahkan tentang berbagai isu dan tema tentang konservasi dibicarakan dalam OOC 2018 hanya saja keterbatasan pada bahasa sehingga sulit menentukan prioritas fokusnya. Namun demikian ke depan diharapkan dapat terlibat dalam kegiatan-kegiatan serupa dan dapat mendampingi dalam mempermudah komunikasi dengan pihak lain karena kendala Bahasa tersebut.

baca juga :  Akankah Komitmen OOC 2018 Bisa Selamatkan Lautan Dunia?

 

Peserta melintas di dekat karya seni instalasi berbentuk gapura dari bahan sampah laut yang dipamerkan pada kegiatan Our Ocean Conference (OOC) 2018 di Nusa Dua, Bali, Selasa (30/10/2018). ANTARA FOTO/Media OOC 2018/Prasetia Fauzani/Mongabay Indonesia

 

Gerakan Bersama

Berbagai harapan muncul dari peserta kegiatan OOC 2018 tersebut agar laut kita semakin terkelola secara berkelanjutan. Pemanfaatan yang lestari bisa dilakukan kalau masyarakat kita terutama masyarakat/komunitas pesisir memiliki kesadaran dan kapasitas dalam mengelola sumberdaya laut secara berkelanjutan.

Penegakan hukum sangat penting dilakukan, tidak hanya kepada kelompok nelayan kecil namun juga kepada para pengambil kebijakan dan investor perikanan besar yg melanggar peraturan negara.

Makin banyak kegiatan seperti OOC, makin banyak para pihak yg terlibat, makin banyak aktivitas yang dilakukan di berbagai tempat yang didukung dengan advokasi dan publikasi.

Gerakan kecil yang kita lakukan secara bersama-sama dan terintergrasi maka akan menghasilkan gerakan lebih besar untuk menyelamatkan laut kita. Karena sesuai tema OOC 2018 yaitu “Our Ocean Our Future, Our Ocean Our Legacy”.

 

Exit mobile version