Mongabay.co.id

Harimau Luka Kena Jeratan Terjebak di Kolong Ruko…

 

 

Setelah tiga hari operasi penyelamatan harimau Sumatera yang terjebak di kolong ruko di Pasar Pulau Burung, Kabupaten Indragiri Hilir, Riau, akhirnya, raja hutan ini berhasil dibius Sabtu (17/11/2018) dini hari.

Setelah memastikan harimau ini tak sadarkan diri, tim gabungan dari sejumlah elemen bergerak cepat. Lantai ruko dijebol lebih besar hingga memungkinkan tim mengevakuasi jantan berbobot 80 kg ke dalam kerangkeng yang sudah disiapkan. Sebelumnya, tim membuat lubang untuk pengawasan dan suplai daging.

“Kita evakuasi dengan cara membongkar sedikit pondasi ruko hingga bisa angkat dan pindahkan,” kata Suharyono, Kepala Besar Badan Konservasi Sumberdaya Alam (BKSDA) Riau, Sabtu pagi.

Pembiusan sengaja dilakukan tengah malam untuk menghindari risiko ada reaksi warga. Sejak harimau masuk ke pasar padat penduduk itu, warga selalu ramai berkerumun di sekitar lokasi hingga malam hari.

Setelah harimau berusia sekitar tiga tahun ini keluar dari kolong ruko, tiga tim medis langsung memeriksa kondisinya. Kaki kiri depan terdapat luka bekas jerat yang diperkuat dengan retak pada taring. Di kaki kanan belakang ada luka dan langsung diberi obat.

“Perkiraan tim medis kami, ini karena menggigit rantai atau jeratan di kakinya jadi menimbulkan keretakan pada gigi. Kalau makanan daging, monyet atau babi yang biasa dimakan, tak akan menimbulkan gigi retak,” katanya, prihatin karena manusia memasang jerat harimau.

Harimau sudah dibawa ke Pusat Rehabilitasi Harimau Sumatera, di Dharmasraya, Sumatera Barat, milik Yayasan Asrari. Perlu waktu sekitar 14 jam dari Pulau Burung.

Tahun ini sudah ada dua harimau Riau yang diobservasi, diobati. Sebelumnya, ada Bonita, harimau betina yang sering muncul di pemukiman dan menerkam tiga warga hingga tewas di Plangiran, Indragiri Hilir, awal tahun ini.

Di Dharmasraya, harimau segera dilepasliarkan setelah memastikan observasi dan kesehatan pulih. BKSDA Riau berharap harimau bisa hidup bebas lagi dengan pemenuhan pakan cukup di alam.

“Di Riau belum ada sarana prasaran untuk observasi cukup, didukung peralatan, tim medis cukup dan lahan cukup untuk habituasi terhadap harimau. Di Dharmasraya sementara,” katanya.

Suharyono berterima kasih atas upaya tim dan kerjasama dari berbagai pihak terutama pemerintah daerah, terutama BPBD, jajaran TNI, Polri, Yayasan Arsari, aparat kecamatan, kepala desa dan warga.

 

Harimau yang terjebak di kolong ruko di Pulau Burung, Riau. Foto: BKSDA Riau

 

Habitat harimau

Data BKSDA Riau, di Riau ada sekitar 53 harimau. Klaim pemerintah beberapa waktu lalu, populasi meningkat karena ada kelahiran cukup rapat di salah satu habitat harimau yang masih terjaga. Namun kematian harimau juga terjadi pada September lalu. Harimau betina mati bersama dua anak yang siap lahir di Kuantan Singingi, Riau, karena terjerat sling baja. Lokasi kematian ini hanya lima kilometer dari habitat terbaik harimau di Riau, Suaka Margasatwa Bukit Rimbang, Bukit Batu (Rimbang Baling).

Soal harimau jantan di Pulau Burung, seorang warga bernama Aldi menceritakan kepada Mongabay lewat telepon, Jumat (16/11/18). Awalnya, harimau itu memangsa hewan ternak seperti ayam dan kambing warga.

Si pemilik ayam merasa heran ayam-ayam hilang. Setelah berulang kali terjadi, dia memperbaiki kandang ayam dengan menambahkan kawat. Ayamnya terus saja hilang dan kawat kandang rusak.

“Diperbaiki kandang. Masuk ke dalam rumah, pas itu ayam ribut lagi. (Pemilik) keluar, (terlihat) (harimau) lagi ngambil ayam itu. Itulah pertama kali orang melihat (harimau).”

Harimau sempat di belakang ruko, di antara dua tembok. Lalu kabur ke bawah kolong ruko. Di sinilah harimau terjebak selama dua hari dan akhirnya dievakuasi Sabtu dini hari. “Lokasi ndak jauh dari tempat ia bersembunyi sekarang. Tetangganya keesokan hari lapor polisi.”

Suharyono memperkirakan, selama ini harimau hanya bersembunyi di semak belukar seluas tiga sampai empat hektar tak jauh dari pemukiman. Tempat itu, katanya, cukup untuk bersembunyi namun tak cukup bertahan hidup karena pakan tak memadai.

Febri Anggriawan Widodo, Module Leader Riset Harimau WWF Sumatera bagian tengah mengatakan, harimau di Pulau Burung diperkirakan dari hutan lansekap Semenanjung Kampar. Kondisi hutan masih ada yang alami tetapi ada konsesi perusahaan dan banyak aktivitas manusia.

“Dari landscape Kampar peninsula, hutan relatif, hutan alam, ada beberapa konsesi dan sudah beralih perkebunan sawit dan aktivitas warga.”

Konflik harimau dengan manusia akan terus terjadi di Riau, selama ada persinggungan aktivitas manusia yang masuk ke habitat harimau. Namun, katanya, konflik harimau justru makin tinggi kalau kelompok manusia itu bukan warga tempatan.

“Terjadi karena persinggungan. Kedua, persepsi konflik. Kalau orang asli itu bukan sebagai konflik. Mereka menganggap sebagai datuk yang dihormati. Nah, konflik ini biasa dari masyarakat pendatang. Secara kultur tidak diajarkan.”

 

Penampakan harimau saat berada di kolong ruko di Pulau Burung, Riau. Foto: BKSDA Riau
Harimau terjebak di ruko setelah berhasil dievakuasi akan dibawa ke pusat rehebilitasi di Dharmawangsa. Foto: BKSDA Riau

 

Exit mobile version