Mongabay.co.id

UNEP Report: Potensi Investasi Miliaran USD di Segitiga Terumbu Karang Indonesia

Badan Dunia untuk Lingkungan (UNEP) pada 6 November 2018, merilis laporan terbaru berjudul The Coral Reef Economy.

Ada tiga poin penting dalam laporan UNEP tersebut, yaitu :

  1. Dengan berinvestasi untuk menghentikan laju penurunan kesehatan terumbu karang, Indonesia bisa meraup 37 miliar dolar AS pada tahun 2030
  2. Tanpa intervensi yang mendesak, dunia akan kehilangan hingga 90 persen terumbu karangnya dalam 30 tahun ke depan
  3. Investasi sektor swasta sangat diperlukan untuk menutup kesenjangan pendanaan di salah satu ekosistem penting dunia

Temuan baru dalam laporan UNEP tersebut menawarkan peluang bisnis yang menarik untuk berinvestasi dalam perlindungan terumbu karang dunia, dengan manfaat ekonomi membentang dalam puluhan miliar dolar AS hanya dalam satu dekade.

Berfokus pada dua kawasan terumbu karang utama dunia, studi The Coral Reef Economy membandingkan perkiraan hasil ekonomi dua skenario dari 2018 hingga 2030: skenario pertama Terumbu Karang Sehat, di mana terumbu karang dikembalikan menuju kondisi yang sehat melalui peningkatan investasi dalam perlindungan dan pelestarian; dan skenario kedua Terumbu Karang Terdegradasi, di mana kesehatan terumbu terus menurun kesehatannya dari level saat ini.

baca : Sembilan Tahun Peringati Hari Terumbu Karang Dunia, Bagaimana Kondisi di Indonesia?

 

Terumbu karang di perairan Sangalaki, Kabupaten Berau, Kalimantan Timur. kelestarian terumbu karang dunia, akan menyelamatkan 200 juta penduduk. Foto: The Nature Conservancy/Mongabay Indonesia

 

Perbedaan pada kedua skenario sangat mencolok: perubahan dari penurunan ke peningkatan kesehatan terumbu karang lebih lanjut pada periode hingga 2030 dapat membuka tambahan keuntungan 37 miliar USD (2,6 miliar USD per tahun) di Indonesia dari tiga sektor utama yang tergantung pada terumbu karang: pariwisata, perikanan komersial, dan pembangunan pesisir.

Unit Terumbu Karang UNEP menyatakan bahwa: “Investasi di terumbu karang menawarkan manfaat yang besar, tidak hanya secara ekonomi, tetapi juga untuk kehidupan laut, dan masyarakat pesisir yang sangat bergantung pada kondisi terumbu karang yang sehat sebagai sumber makanan, mata pencaharian dan perlindungan.”

Terumbu karang sangat berharga karena menyediakan sumber makanan, mata pencaharian, dan peluang ekonomi bagi lebih dari setengah miliar manusia yang tersebar di hampir 100 negara, dan sebagai benteng pesisir dari hantaman cuaca ekstrem; dan juga sebagai rumah yang menaungi seperempat dari semua spesies laut yang dikenal.

Namun ekosistem vital ini sedang terdegradasi dengan cepat sebagai dampak pemanasan laut akibat perubahan iklim, penangkapan ikan berlebihan, pengasaman laut, dan berbagai kegiatan berbasis lahan. Dunia telah kehilangan setidaknya seperlima dari terumbu karang dunia, dan menghadapi ancaman kehilangan paling nyata sebanyak 90 persen dari semua terumbu karangnya dalam 30 tahun ke depan.

baca juga :  Inilah Kondisi Beberapa Terumbu Karang Indonesia..

 

Ikan dan terumbu karang yang ditemukan di perairan Puru Kambera di Sumba Timur, Nusa Tenggara Timur. Foto : Wisuda/Mongabay Indonesia

 

Penanggung Jawab Unit terumbu karang UNEP mengingatkan bahwa: “Perubahan iklim sangat berpengaruh pada terumbu karang, diperlukan tindakan segera untuk menghambat perubahan iklim sehingga terhindar dari hilangnya karang dengan skala global. ”

 

Memodelkan Terumbu Karang

Hasil model perhitungan UNEP menunjukkan bahwa apabila terumbu karang terus menurun sejalan dengan tren historis, maka nilai terumbu karang untuk sektor-sektor utama dapat jatuh secara riil sebesar 2,2 miliar USD di Indonesia per tahun pada 2030 dibandingkan 2018. Kerugian tersebut dapat memiliki dampak lanjutan yang nyata terhadap mata pencaharian lokal dan pendapatan pajak pemerintah di setiap wilayah, yang semakin menambah potensi kerugian bagi masyarakat yang bergantung pada terumbu karang.

Di bawah skenario terumbu karang yang sehat, tutupan karang hidup (diidentifikasi sebagai penanda kunci kesehatan terumbu karang) diperkirakan akan meningkat menjadi 36,4 persen di Indonesia pada 2030. Di bawah skenario terumbu karang yang terdegradasi, tutupan karang hidup diperkirakan menurun dari rata-rata dari 16,6 persen menjadi 11 persen di Indonesia pada 2030.

Perlindungan dan pengelolaan ekosistem terumbu karang terutama yang didanai oleh sektor publik, diakui secara luas. Tetapi pada kondisi saat ini, belum cukup untuk menjaga kesehatan terumbu karang dan memenuhi target yang diadopsi internasional.

baca juga : Seperti Apa Upaya Penyelamatan Terumbu Karang di Wilayah Segitiga Karang Indonesia?

 

Terumbu karang yang ada di perairan Nusa Lembongan, Klungkung, Bali. Foto : Anton Wisuda/Mongabay Indonesia

 

Berbagai pilihan kebijakan dan intervensi yang dapat menghasilkan manfaat bersih keuangan dan pengembalian investasi yang positif bagi para pemangku kepentingan bagi pemerintah dan sektor swasta dijelaskan dalam laporan UNEP tersebut. Intervensi yang dimodelkan dapat dilaksanakan di masing-masing daerah untuk membantu meringankan tekanan utama terhadap terumbu karang dalam jangka waktu pendek hingga menengah, seperti penangkapan ikan berlebihan, erosi dan pengelolaan air limbah yang tidak tepat.

Kajian ini menunjukkan tentang bagian dari pengembalian ekonomi yang lebih luas, mungkin bertambah pada sektor lain yang secara tidak langsung terkait dengan terumbu karang dan manfaat sosial dan lingkungan dari pemulihan ekosistem terumbu karang kritis seperti konservasi keanekaragaman hayati dan nilai-nilai warisan budaya.

 

Temuan Utama

Hasil perhitungan model dari laporan UNEP tersebut menunjukkan tentang pencapaian peningkatan kesehatan terumbu karang dan peluang keuntungan yang dapat diraup. Ada 6 temuan utama dalam laporan tersebut, yaitu :

  1. Terumbu Karang Mendasari Nilai Ekonomi Signifikan Sektor Swasta

Nilai ekonomi sektor swasta terumbu karang adalah pariwisata, perikanan komersial dan pembangunan pesisir yang sangat terkait dengan kesehatan terumbu karang. Nilai ekonomi untuk ketiga sektor ini setara dengan 13,9 miliar USD per tahun di wilayah Segitiga Terumbu Karang Indonesia. Jika karang terus menurun, nilai per tahun bisa turun 2,2 miliar USD pada 2030.

  1. Nilai Tinggi Masa Depan Terumbu Karang Sehat

Perubahan menuju kondisi terumbu karang yang sehat pada tahun 2030 dapat membuka tambahan 37 miliar USD (atau 2,6 miliar USD per tahun) di Indonesia. Diperlukan mekanisme pembiayaan yang inovatif dan berkelanjutan akan sangat penting untuk memastikan arus investasi.

menarik dibaca :  Mungkinkah Terumbu Karang Diasuransikan?

 

Ribuan baju bekas dari Malaysia ini mengotori dasar laut Pulau Sangalaki yang mengancam kehidupan terumbu karang dan ekosistem lingkungan. Sumber foto: Wakil Bupati Berau Agus Tantomo/Mongabay Indonesia

 

  1. Manfaat Sosial Terumbu Karang Sehat Bisa Melebihi Keuntungan Perorangan

Manfaat sosial dari restorasi ekosistem bisa lebih besar daripada keuntungan finansial sektor swasta. Misalnya, mengurangi pembuangan air limbah kota yang tidak diolah ke lingkungan pesisir dapat menciptakan manfaat kesehatan.

Pengelolaan erosi dapat mengurangi kehilangan tanah pertanian, sementara aforestasi pantai dapat mendukung kehutanan berkelanjutan dan meningkatkan penangkapan karbon. Perluasan zona larang ambil mempromosikan perikanan berkelanjutan dengan melestarikan stok dan keanekaragaman ikan.

Hasil ini seharusnya tidak diambil sebagai cerminan dari total nilai terumbu karang, tetapi sebagai salah satu komponen dari manfaat ekonomi, sosial dan lingkungan yang lebih luas dari perlindungan aset terumbu karang.

  1. Kebijakan untuk Meningkatkan Kesehatan Terumbu Karang Menghasilkan Pengembalian Berupa Investasi Keuangan

Berbagai kebijakan dan intervensi yang dapat menghasilkan manfaat keuangan bersih tersedia bagi pemerintah dan sektor swasta. Temuan ini harus mendorong bisnis, pembuat kebijakan dan LSM untuk menyusun kebijakan dan inisiatif untuk membantu menumbuhkan ekonomi yang bergantung pada terumbu karang yang berkelanjutan.

  1. Intervensi Melindungi Terumbu Karang Berkontribusi pada Tujuan Pembangunan Berkelanjutan

Aksi untuk meningkatkan kesehatan terumbu karang akan membantu mewujudkan Agenda Pembangungan 2030 dan SDGs. Keempat intervensi tersebut dianalisis secara langsung pada SDG 14 yaitu Pelestarian dan Penggunaan lautan, Laut dan Sumber Daya Laut secara Berkelanjutan, juga bisa berkontribusi pada SDG 6 yaitu Kepastian Air dan Sanitasi untuk semua, dan SDG 15 yaitu Pemanfaatan Ekosistem Darat secara Berkelanjutan.

baca juga :  Menguak Ketangguhan Terumbu Karang Dari Perubahan Iklim

 

Proses penanaman medium tanam berupa rangka ‘spider’ di Pulau Bontosua, Pangkep, Sulsel. Metode ini dinilai jauh lebih efektif dan efisien dibanding metode restorasi terumbu karang lainnya. Foto : Rison Syamsuddin/Mongabay Indonesia.

 

  1. Perubahan Iklim Menyebabkan Risiko dan Menambah Ketidakpastian

Upaya untuk meningkatkan kesehatan terumbu karang harus dipertimbangkan dalam konteks jangka panjang perubahan iklim, yang menghadirkan ancaman keberadaan bagi banyak terumbu karang. Bahkan jika tujuan Kesepakatan Paris tercapai, IPCC memperingatkan bahwa hingga 90% dari semua terumbu karang dapat hilang pada tahun 2050.

Tindakan terhadap ancaman lokal (termasuk penangkapan ikan berlebihan, erosi, dan polusi) untuk memaksimalkan ketangguhan karang dapat membantu meredam dampak, tetapi efek perubahan iklim, termasuk pemanasan lautan dan perubahan siklon dan pola curah hujan, menambah ketidakpastian pada analisis yang disajikan dalam perhitungan ini.

  1. Menuju Terumbu Karang Sehat 2030

Intervensi yang menargetkan perikanan yang berkelanjutan, air limbah dan manajemen erosi dapat memberikan dampak positif pada kesehatan terumbu karang dan aktifitas ekonomi yang bergantung pada terumbu karang.

Di Wilayah Segitiga Terumbu Karang Indonesia, intervensi ini dapat menutup 70% kesenjangan antara nilai yang diperkirakan berasal dari terumbu karang yang terdegradasi dan sehat pada tahun 2030. Hasil model perhitungan menujukkan bahwa target untuk mencapai perbaikan besar dalam kesehatan terumbu karang dapat dicapai dengan cepat.

*** 

Dr Agus Supangat*, Research Associate di Pusat Penelitian Oseanografi LIPI. Tulisan ini merupakan opini pribadi penulis.

***

Keterangan foto utama : Ikan dan terumbu karang yang ditemukan di perairan Puru Kambera di Sumba Timur, Nusa Tenggara Timur. Foto : Anton Wisuda/Mongabay Indonesia

Exit mobile version