Mongabay.co.id

Penegakan Hukum di Atas Laut Sudah Berjalan Baik?

Kinerja Satuan Tugas Pemberantas Penangkapan Ikan secara Ilegal (Satgas 115) yang dibentuk Pemerintah Indonesia, dinilai baik selama empat tahun berdiri. Klaim itu diungkapkan sendiri oleh Komandan Satgas 115 yang juga menjabat Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti. Torehan positif tersebut, dinilai akan semakin mempermudah Pemerintah Indonesia untuk membangun sektor kelautan dan perikanan.

Akan tetapi, apa yang diklaim Susi tersebut pada Rabu (21/11/2018) itu, ditentang oleh Direktur Eksekutif Pusat Kajian Maritim untuk Kemanusiaan Abdul Halim. Menurut dia, klaim yang diungkapkan Susi di hadapan media massa itu, merupakan klaim yang tidak beralasan. Mengingat, ada juga capaian negatif yang didapat KKP selama Satgas 115 berdiri.

Halim yang dihubungi Mongabay Indonesia pada Kamis (22/11/2018) mengatakan selama empat tahun kinerja KKP, keberhasilan Satgas 115 tidak bisa mencerminkan keberhasilan secara nyata kedua lembaga tersebut. Yang terjadi, justru karena keberadaan Satgas 115 selama ini sudah meniadakan peran kelembagaan yang telah ada jauh sebelumnya, seperti Badan Keamanan Laut (Bakamla).

baca :  Bagaimana Kelanjutan Program Analisa dan Evaluasi Kapal Eks Asing?

Halim melanjutkan, walau Satgas 115 dinyatakan sudah bekerja dengan baik selama berdiri, namun itu juga tidak bisa mencerminkan kinerja mereka yang sesungguhnya. Terlebih, dia menilai kalau penegakan hukum tanpa diimbangi dengan perbaikan institusional dan pelayanan publik, pada akhirnya hanya akan memberi dampak buruk bagi KKP secara keseluruhan.

Dengan penilaian seperti, Halim mengaku tidak merasa heran jika KKP mendapatkan penilaian audit sangat buruk dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI selama dua tahun berturut-turut. Penilaian tersebut, menegaskan bahwa program-program yang sudah dijalankan KKP selama dipimpin Susi Pudjiastuti, tidaklah berjalan baik.

baca :  Penilaian Disclaimer untuk KKP karena Tata Kelola Keuangan Buruk?

 

Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti berbincang dengan awak yang sedang mengubah struktur kapal. Susi bersama Satgas 115 melakukan inspeksi mendadak (sidak) ke Pelabuhan Benoa, Bali, pada Selasa (03/08/2016), dan menemukan 56 kapal eks asing telah memanipulasi struktur badan kapal dari fiber ke kayu. Foto : Humas KKP/Mongabay Indonesia

 

Dia mencontohkan, program pembagian kapal ikan kepada nelayan dinilai amburadul selama empat tahun terakhir. Bahkan, program tersebut akhirnya berjalan di tempat meski sudah ada mandat dalam Undang-Undang No.7/2016 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan, Pembudi Daya Ikan, dan Petambak Garam.

“Juga, bangkrutnya industri perikanan nasional yang diakibatkan oleh minusnya visi KKP. Betapa tidak, selama empat tahun terakhir berturut-turut, KKP justru gencar melakukan evaluasi tanpa introspeksi,” tegasnya.

 

Kinerja Buruk

Selain alasan di atas, Abdul Halim menentang penilaian baik untuk Satgas 115, juga didasarkan pada amburadulnya perizinan untuk sektor perikanan selama empat tahun terakhir. Bagi dia, itu sudah jelas menunjukkan bahwa selama ini tak ada hal mendasar yang sudah dilakukan oleh KKP berkaitan dengan tata kelola perikanan berkelanjutan dan bertanggung jawab.

Dengan berbagai faktor di atas, Halim meminta kepada KKP untuk fokus pada penataan lembaga internal, ketimbang mengangkat lembaga yang dibentuk Pemerintah seperti Satgas 115. Katanya, KKP harus bisa menyelesaikan pekerjaan rumah yang tertunda sepanjang periode 2014 hingga 2018, seperti pembatalan sejumlah proyek yang akan memicu kinerja buruk KKP pada 2019.

“Di antaranya itu, adalah proyek kapal ikan,” tuturnya.

Dengan kata lain, Halim menegaskan, apa yang disebutkan Susi Pudjiastuti bahwa Satgas 115 sudah bekerja baik, merupakan klaim sepihak saja. Mengingat, kinerja KKP itu tidak sebatas pada penegakan hukum di sektor perikanan dan kelautan saja, tapi juga ada hal lain yang tidak kalah pentingnya. Secara tidak langsung, KKP terkesan mencari kesalahan pelaku usaha perikanan selama empat tahun ini.

“Ujungnya untuk menutupi ketidakmampuan mereka dalam memandirikan usaha perikanan nasional,” pungkasnya.

baca juga :  Tata Kelola Kapal Perikanan Masih Amburadul?

 

Kapal-kapal eks asing yang dilarang beraktivitas selama masa analisa dan evaluasi oleh Satgas 115 KKP di Pelabuhan Benoa, Bali pada Selasa (03/08/2016). Foto : Humas KKP/Mongabay Indonesia

 

Berbeda dengan Abdul Halim, Koordinator Nasional Destructive Fishing Watch Indonesia Moh Abdi Suhufan mengatakan secara umum kinerja Satgas 115 sudah baik dan menghasilkan beberapa aksi yang memperkuat penegakan hukum di atas laut.

Akan tetapi, Abdi mengingatkan bahwa saat ini ekspektasi masyarakat kepada Satgas 115 sangatlah tinggi, karena berkaitan dengan kinerja positif yang diperlihatkan mereka. Untuk itu, capaian baik itu perlu dijaga dan ditingkatkan di masa mendatang.

Selain fokus pada penanganan penangkapan ikan secara ilegal oleh kapal asing, Satgas 115 juga perlu bersinergi dengan Direktorat Jenderal Pengawasan Sumber daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) KKP untuk melakukan pengawasan terhadap kapal berbendera Indonesia.

“Dukungan instansi lain seperti TNI AL, polisi dan Kejaksanaan terhadap Satgas diharapkan tetap tinggi,” tuturnya.

Lebih detil, Abdi Suhufan menerangkan tentang penilaian kinerja Satgas 115 yang dinilainya sudah baik. Penilaian itu, berkaitan dengan permasalahan alat penangkapan ikan (API) cantrang yang menjadi polemik dan Satgas 115 sudah terlibat di dalamnya dalam upaya penyelesaian. Meski belum ada solusi hingga saat ini, namun upaya tersebut layak untuk diacungi jempol, karena cantrang memang persoalan yang pelik.

Mengingat belum ada solusi yang tegas dan jelas, Abdi mengingatkan kepada KKP dan Satgas 115 agar persoalan cantrang bisa ditangani dengan baik. Tanpa ada solusi, cantrang berpotensi menjadi masalah lagi dalam beberapa ke depan, karena waktu relaksasi izin cantrang akan segera berakhir. Berkaitan dengan hal itu, KKP dan Satgas 115 harus segera menyiapkan kebijakan yang tepat dan bisa diterima pengguna alat tangkap tersebut.

“Apakah memperpanjang relaksasi atau melarang secara tegas penggunaan cantrang,” ucapnya.

baca juga : Kebijakan Pelarangan Cantrang Seharusnya Tidak Ada, Kok Bisa?

 

Sejumlah kapal dengan alat tangkap ikan berupa cantrang di Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP) Tasikagung, Rembang, Jawa Tengah, pada Selasa (13/2/2018). Kapal-kapal tersebut belum bisa melaut sebelum administrasi kapal dan menyanggupi kesediaan mengganti cantrang dengan alat tangkap ikan yang ramah lingkungan. Foto : Humas KKP/Mongabay Indonesia

 

Kebijakan Tegas

Dengan pertimbangan itu, Abdi meminta kepada KKP untuk segera melakukan peninjauan ulang tentang penerapan pelarangan cantrang setelah dilaksanakan relaksasi. Baik KKP maupun Satgas 115, harus memiliki sikap berani untuk memberlakukan pelarangan cantrang secara efektif dan tegas. Jika itu tidak dilakukan, maka polemik Cantrang sampai kapan pun tidak akan pernah selesai.

Tentang rencana untuk melibatkan Satgas 115 dalam pemberantasan praktik penangkapan ikan dengan cara merusak, Abdi menyebut itu sebagai ide yang bagus. Menurutnya, pemetaan terhadap kejahatan itu sudah dilakukan oleh Ditjen PSDKP, hanya operasionalisasi pengawasan dan penindakan yang masih belum dilaksanakan.

“Dalam hal pengawasan misalnya, Satgas mesti mengkoordinir operasi di perbatasan Malaysia (Gudang Peluru) yang selama ini menjadi pintu masuk pupuk cap matahari yang merupakan bahan baku pembuatan pupuk,” sebutnya.

Tak hanya menyoroti permasalahan di atas, Abdi Suhufan juga menyoroti tantangan usaha perikanan di masa mendatang berkaitan dengan kondisi awak kapal perikanan. Menurutnya, hingga saat ini masih ada jarak antara kebijakan dan aturan antara KKP dengan Kementerian Tenaga Kerja tentang pengawasan kondisi pekerja di atas kapal ikan. Untuk itu, perlu ada mekanisme yang dibangun bersama agar inspeksi terhadap kondisi tenaga kerja di atas kapal perikanan bisa dilakukan.

“Upaya perlindungan dan keselamatan awak kapal perikanan sebaiknya menjadi bagian dari kerja-kerja Satgas di masa yang akan datang,” tegasnya.

Untuk isu terakhir ini, Abdi menilai bahwa hingga saat ini Pemerintah atau KKP masih belum memberikan perhatian secara penuh. Padahal, dalam Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan No.42/2016 tentang Perjanjian Kerja Laut bagi Awak Kapal sudah ditegaskan tentang jaminan dan perlindungan pemenuhan hak-hak pekerja kapal perikanan.

Untuk itu, Abdi meminta Satgas 115 untuk bisa melibatkan diri dalam isu tersebut dan ikut berperan untuk menjaga keberadaan pekerja Indonesia di atas kapal perikanan. Keberadaan Satgas 115, harus bisa memberikan perlindungan kepada para pekerja dan menjamin kesejahteraan mereka saat bekerja di atas kapal.

“Satgas 115 bukan hanya fokus ke pengawasan penangkapan ikan, tapi juga orang-orang yang terlibat dalam proses penangkapan ikan,” pungkas dia.

menarik dibaca :  Kenapa Praktik Perdagangan Manusia dan Perbudakan Belum Hilang dari Kapal Perikanan?

 

Kapal purse seine atau Lampara berukuran di atas 6 GT sedang membongkar hasil tangkapan ikan di pelabuhan TPI Alok Maumere, Sikka, NTT. Foto : Ebed de Rosary/Mongabay Indonesia

 

Diketahui, pada Rabu, Susi Pudjiastuti memuji kinerja Satgas 115 yang dinilainya sudah baik dalam empat tahun terakhir. Pernyataan itu dikeluarkan, saat dia melantik Ketua Pelaksana Harian (Kalakhar) Satgas 115 Wuspo Lukito untuk menggantikan Ahmad Taufiequrrahman yang selanjutnya menjabat sebagai Kepala Bakamla RI.

Beberapa penilaian baik tersebut, didasarkan pada beberapa kasus yang berhasil diselesaikan dengan baik, seperti penangkapan kapal asing yang melakukan penangkapan ikan dengan cara ilegal, penyelundupan narkoba, dan penyelundupan orang atau hewan. Dari kasus-kasus tersebut, berhasil didapat fakta bahwa kejahatan perikanan di atas laut itu sangat luas cakupannya.

Exit mobile version