Mongabay.co.id

Penembakan Burung Migran di Jogja Bisa Berdampak Buruk, Mengapa?

Setiap tahun ribuan burung layang-layang Asia hinggap dan menjadi fenomena alam di Jogja. Foto: Tommy Apriando/MOngabay Indonesia

 

 

Ada sebagian orang yang menembaki burung-burung migran yang singgah di beberapa titik di Kota Yogyakarta, seperti kejadian pekan lalu di Jalan Mayor Suryatomo. Berbagai kalangan menyayangkan aksi orang tak bertanggung jawab ini seraya bilang pemerintah perlu berikan sosialisasi dan informasi agar tak mengganggu burung-burung migran ini. Burung-burung ini punya peran penting dalam keseimbangan alam, salah satu pengendali hama pertanian. Bayangkan dampak buruk bakal terjadi kala serangga (hama) di sawah tak terkendali?

 

Sugiono, duduk di kursi penumpang becak miliknya, sembari mengamati burung-burung yang berterbangan. Waktu menunjukkan pukul 6.00 sore, Jumat, (23/11/18). Seperti biasa, dia mencari lokasi parkir becak sambil menyiapkan tempat tidur di emperan toko, belakang Pasar Bringharjo, Kota Yogyakarta.

Suara burung bersahutan berbaur suara kendaraan melintas di bawahnya. “Setiap tahun pasti burung bersarang dan nemplok di sini,” katanya, bercerita kepada Mongabay.

Dia terkadang melihat anak-anak usia muda membawa senapan angin, menembak burung-burung itu tengah malam. Kalau tak bisa tidur, Sugiono akan menegur para penembak. Kalau sudah lelah dan capek, dia hanya mendengar suara tembakan senapan.

“Sesama makhluk hidup jangan membunuh dan menyakiti. Walau kadang tai burung mengenai badan tak masalah, tinggal cuci saja,” katanya.

Kehadiran burung-burung migran di Yogyakarta, sudah rutin. Berbagai jenis burung dari belahan dunia transit dan tersebar di beberapa tempat, seperti di titik Nol Kilometer, emperen pertokoan Shopping area, Ambarukmo Plaza dan pesisir selatan Yogyakarta.

Ulah para warga pemilik senapan angin yang menembaki burung migran jadi perbincangan publik, dan menjadi viral di sosial media.

Asman Adi Purwanto, dari lembaga Bisa Indonesia kepada Mongabay mengatakan, burung migran singgah di Jogja setiap tahun. Ia fenomena alam sejak lama.

 

Setiap September hingga Januari, burung migran datang ke Jogja, menghindari musim dingin di negara asal mereka. Foto: Tommy Apriando/Mongabay Indonesia

 

Kasus penembakan burung migran, sebenarnya sudah terdengar sejak lama. “Jika burung migran kotoran dianggap polusi bau, perlu ada sosialisais dari berbagai pihak, mencari solusitapi bukan menembaki,” katanya.

Dia bilang, ada pelanggaran penggunaan senapan angin. Dalam peraturan kapolri, sudah sebutkan, senapan angin bukan untuk menembaki burung. Polri, katanya, harus aktif sosialisasi kepada pemilik senapan angin.

“Polri tak boleh diam. Penggunaan senapan sudah sangat kritis. Hampir semua dilihat, ditembak, seperti . elang di Bunder Gundung Kidul ditemukan mati ditembak, beberapa hari setelah dilepasliarkan.”

Burung migran yang ditembaki, kata Asman, berjenis layang-layang Asia. Biasa mereka kumpul di sekitaran pusat perbelanjaan Progo, Gedung Agung, Gedung BNI, sampai ke Gondomanan.

Dia bilang, burung layang-layang Asia, migrasi dari China, Rudia, Siberia, dan Asia Timur. Ada juga jalak China, dengan lokasi peristirahatan di Ambarukmo Plaza.

 

Pengendali hama

Burung-burung ini berperan penting dalam ekosistem, antara lain sebagai pengendali hama. Mereka burung sahabat petani.

“Kedatangan burung migran banyak manfaat. Mereka sebagai pengendali serangga kecil di sawah yang menyerang tanaman,” kata Asman.

Fenomena alam ini, katanya tak bisa diubah. Yang bisa dilakukan, mengantisipasi, seperti kalau merasa terganggu, hindari lokasi peristirahatan mereka.

Menurut dia, pernah ada upaya menghalau mereka dengan balon yang bergerak. Sayangnya, tak mengatasi masalah, namun memindahkan bahkan muncul masalah baru.

Yogya adalah salah satu wintering site, tempat/tujuan bagi burung layang-layang kala bermigrasi, menghabiskan musim dingin di lokasi berbiaknya.

Layang-layang Asia bermigrasi ke Jogja mulai September, setelah Februari 2019, burung-burung itu mulai berkurang karena kembali ke habitat asal untuk berkembang biak.

Bisa jadi, katanya, beberapa burung muda tinggal di sini, tetapi jumlah tak sebanyak periode Oktober 2018-Februari 2019.

Layang-layang Asia, berukuran, sekitar 20 cm termasuk bulu ekor. Berwarna biru mengilap dan putih. Tubuh bagian atas biru baja, pinggir tenggorokan kemerahan, perut putih, ada garis biru pada dada atas. Ekor sangat panjang, dengan bintik putih dekat ujung bulu.

Layang-layang Asia hampir ada di seluruh dunia. Mereka berkembang biak di belahan utara. Musim dingin, bermigrasi ke selatan melalui Afrika, Asia, Asia Tenggara, Filipina, dan Indonesia, menuju Papua dan Australia.

“Mengatasi keluhan sebagian warga, BKSDA, kecamatan, pengelola pasar dan semua pihak harus ikut berperan agar fenomena alam ini tidak ganggu dengan ulah penembakan,” kata Asman.

Dia bilang, perlu sosialisasi dan membuat papan (banner) mememuat informasi tentang jenis burung dan fenomena migrasi ini. Perlu juga, katanya, ada imbauan tak berburu dan tembak satwa liar.

Rahmadiyono Widodo, Koordinator Paguyuban Pengamat Burung Jogja (PPBJ) kepada Mongabay mengatakan, penembakan burung ini memperlihatkan kesadaran sebagian masyarakat tentang pentingnya burung bagi lingkungan minim.

 

Ada yang merasa terganggu dengan kotoran burung-burung ini tetapi tak semua orang. Peran burung migran ini sangat penting bagi petani. Foto: Tommy Apriando/ Mongabay Indonesia

 

Sebagian orang menganggap kehadiran mereka memperburuk lingkungan karena ada kotoran. Padahal sebaliknya, burung-burung ini berperan besar memangsa hama pertanian. Kehadiran mereka ke negara tropis seperti indonesia dapat bermanfaat bagi penelitian dan wisata pengamatan burung.

Yono, panggilan akrabnya, menjelaskan, secara umum burung migran yang melalui Yogyakarta dibagi dalam kelompok burung passerine, elang, dan burung pantai. Untuk burung passerine, katanya, ada layang-layang Asia, jalak Cina, dan burung-burung sikatan. Jenis elang ada sikep- madu Asia, elang alap Cina, dan elang alap nipon. Paling banyak, katanya, burung migrasi pantai. “Sudah tercatat lebih 40 jenis. Paling ramai trinil semak, bisa lebih seribu setiap migrasi,” katanya.

Dia berharap, masyarakat yang melihatnya tidak mengganggu, apalagi menembak. Kalau keluhan di kotoran burung, dinas terkait bisa berkoordinasi untuk pembersihan. Kehadiran burung migran, katanya, bisa jadi wisata khusus pengamatan burung.

Senada dikatakan Ign Pramana Yuda, dosen Fakultas Teknobiologi, Universitas Atma Jaya Yogyakarta. Dia menyayangkan, penembakan burung migran. “Burung ini pemakan serangga, punya peran penting dalam menjaga keseimbangan ekosistem,” katanya.

Dia sudah berkomunikasi dengan Balai Konservasi Sumber Daya Alam Yogyakarta dalam mengatasi masalah ini. Kalau alasan kotoran burung, katanya, bisa dipahami, namun tak benar mengusir dengan menembaki.

Kalau mereka terganggu, katanya, justru akan menimbulkan kotoran lebih banyak. “Ketika terbang karena terganggu mereka berak bersama-sama.”

 

Perlu sosialisasi dan edukasi masyarakat 

Yuda juga Presiden Perkumpulan Ornitolog Indonesia, bilang, belum pernah mendengar ada kasus penembakan burung layang-layang di negara lain. Peraturan kepemilikan senjata api dan angin sangat ketat, dan penegakan hukum berjalan baik.

Burung migran, katanya, dilindungi dengan konvensi internasional dan Indonesia sudah meratifikasi. Jadi, walaupun jenis itu tak dilindungi peraturan nasional, punya kewajiban melindungi. Di Australia, katanya, semua burung liar dilindungi, hingga warga yang menggangu saja kena denda.

“Ini masalah penegakan hukum belum baik di Indonesia. Perlu diatur juga kepemilikan senapan angin, perlu edukasi pada masyarakat tentang masalah ini,” kata Yuda.

Mongabay mencoba menghubungi BKSDA Yogyakarta, hingga berita ini turun belum ada balasan.

 

Keterangan foto utama:     Setiap tahun ribuan burung layang-layang Asia hinggap dan menjadi fenomena alam di Jogja. Foto: Tommy Apriando/MOngabay Indonesia

 

 

Exit mobile version