Mongabay.co.id

Seniman Harus Berperan Dalam Penyelamatan Bentang Alam, Caranya?

Jalan tambang yang telah merusak kelestarian hutan Beutong. Foto: Junaidi Hanafiah/Mongabay Indonesia

 

Di masa prasejarah, para seniman di Pulau Sumatera mendapatkan inspirasi dari alam. Ini terbaca dari berbagai patung peninggalan peradaban Megalitikum Pasemah Bukit Barisan. Di masa sejarah, alam tetap menjadi sumber inspirasi para seniman sehingga mendukung terwujudnya peradaban luhur Melayu dan Minang Kabau. Kini, bentang alam Sumatera mengalami kerusakan, bagaimana para seniman menyikapinya?

“Seniman harus di depan, menyelamatkan bentang alam Sumatera yang saat ini mulai mengalami kerusakan. Jika tidak, sama saja mengkhianati dirinya,” kata Conie Sema dari Teater Potlot, pada diskusi terbatas yang diselenggarakan Sastra Bumi Mandeh (SMB) dan Dapur Sastra Jakarta (DSJ) di Kabupaten Pesisir Selatan, Sumatera Barat, Sabtu (24/11/2018). “Banyak simbol, nilai-nilai atau personifikasi yang didapatkan para seniman dari alam untuk mewujudkan karyanya, sehingga peradaban luhur manusia dilahirkan,” lanjutnya.

Upaya menandai kehidupan moderen yang merusak alam, kata Conie, yang dilakukan sejumlah seniman selama 20 tahun terakhir, justru melahirkan pertarungan antar-manusia untuk mencapai kesempurnaan. “Itu semacam puncak kebudayaan kontinental yang datang ke Nusantara buat menjajah kita. Akibatnya, kebudayaan bahari yang menjaga bangsa ini selama ratusan tahun hancur, atau mulai kehilangan ruhnya,” jelas Conie.

“Intinya, seniman harus memikirkan total masa depan sebuah pohon di halaman rumahnya, bukan hanya gelisah mengenai kebebasan tubuhnya. Kenapa? Sebab, hanya pohon yang memberikan oksigen sebagai kebutuhan utama manusia hidup, sementara tubuh pada akhirnya menua dan ditinggalkan ruh,” ujar penulis novel Perahu, yang baru dicetak ulang.

Baca: Bentang Alam Rusak, Bela Diri Silat Terancam Kehilangan Guru. Maksudnya?

 

Jalan tambang yang telah merusak kelestarian hutan Beutong, Nagan Raya, Aceh. Foto: Junaidi Hanafiah/Mongabay Indonesia

 

Sulthan Indra Muda, penyair dan pegiat literasi di Sumatera Barat, mengatakan rusaknya bentang alam di Sumatera, seperti juga di Sumatera Barat, membuat para sastrawan muda seperti kehilangan sumber inspirasi. “Mereka akhirnya sibuk berkarya tentang dunia tubuh manusia, dan mengekspresikan kecemasan manusia urban yang sebenarnya ada atau tidak, tidak menjadi persoalan peradaban moderen yang lebih peduli pada sumber daya alam,” katanya.

“Jadi sudah sewajarnya jika para seniman muda, terkhusus di Sumatera Barat, kembali menjadikan alam sebagai guru, sumber inspirasi. Tapi persoalannya, berbagai satwa yang selama ini memberi inspirasi seniman, kondisinya terancam punah karena bentang alam tempatnya hidup berubah menjadi perkebunan sawit dan pertambangan,” katanya.

Arbi Tanjung, pegiat literasi dan seorang guru, mengatakan jika bentang alam Sumatera tidak segera diselamatkan, maka bentang budaya yang selama ini memaknai peradaban bangsa Indonesia turut hancur. “Bung Karno, Tan Malaka, Bung Hatta, serta pemikir bangsa Indonesia lainnya, hingga sastrawan macam Pramoedya Ananta Toer juga terinspirasi dari masyarakat Sumatera yang berguru dengan alam. Saya pun percaya, Pancasila itu merupakan kesadaran yang diambil dari peradaban manusia Indonesia yang arif terhadap alam, bukan sebaliknya,” ujarnya.

Baca juga: Apakah Perubahan Bentang Alam di Jambi Mengikis Peradaban Melayu Kuno?

 

Trogonoptera brookiana atau Kupu Trogon atau Rajah Brooke’s Birdwing, satu dari 16 kupu-kupu dilindungi di Indonesia. Foto: Junaidi Hanafiah/Mongabay Indonesia

 

“Saya berharap para seniman bukan hanya melahirkan banyak karya yang memunculkan wajah bentang alam Sumatera hari ini, tapi juga turut aktif menyelamatkannya. Mereka tidak lagi sibuk berkumpul dan berdiskusi di hotel, tapi turut bergerak ke dalam hutan, sungai, danau dan laut yang terjaga atau yang terancam. Mereka tidak hanya berdiskusi dengan manusia di sekitar hutan, tapi juga dengan pepohonan, burung, air yang mengalir, ikan-ikan, serta hembusan angin,” lanjutnya.

Okky Saputra, penyair muda, yang saat ini belajar kebudayaan leluhurnya di Pesisir Selatan, Sumatera Barat, menyatakan terkejut dengan apa yang ditemukannya. “Ternyata alam menjadi panglima dari kehidupan masyarakat Minang. Khususnya yang berada di wilayah pesisir. Mereka menempatkan perempuan dalam posisi penting mengelola sumber daya alam, karena perempuan merupakan simbol kesuburan dan penjaga bumi,” katanya.

 

Alam memberi inspirasi tanpa batas bagi manusia untuk berkarya. Foto: Junaidi Hanafiah/Mongabay Indonesia

 

Alam kaya inspirasi

“Saya berharap, kita semua kembali ke alam guna mendapatkan berbagai inspirasi dalam berkarya. Kita harus memahami sebuah pohon, harimau sumatera, gajah sumatera, guna mewarnai kerakter kita yang setiap hari disodorkan produk-produk industri. Pada akhirnya, kita mampu mengelola produk-produk industri tersebut, bukan dikalahkan karena kita tergantung industri,” kata Conie Sema, kepada para peserta pelatihan penulisan sastra yang terdiri dari pelajar dan guru dari sejumlah sekolah di Kabupaten Pesisir Selatan, Minggu (25/11/2018).

Ubaidillah A.A, penyair kelahiran Medan yang kini menetap di Padang, menyarankan para penulis pemula untuk menjadikan alam sebagai sumber inspirasi. “Selama ratusan tahun alam telah memberikan inspirasi bagi seniman. Namun saat ini alam mulai ditinggalkan, mungkin karena perubahan bentang alam yang terjadi. Menjadikan alam sebagai sumber inspirasi para penulis, memungkinkan keterlibatan masyarakat untuk menjaga alam kian menguat,” tandasnya.

 

 

Exit mobile version