Mongabay.co.id

Cula Badak Itu Tak Ubahnya Kuku Manusia, Bukan Obat Mujarab!

 

Perdagangan cula badak masih terjadi. Meski kegiatan hina ini jelas-jelas dilarang negara yang disertai ancaman hukuman pidana, akan tetapi ada saja pelakunya.  

Senin, 26 November 2018 pukul 15.00 WIB, Tim Reaksi Cepat (TRC) Balai Besar Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (BBTNBBS) menggulung komplotan penjual cula badak sumatera.

Para pelaku diamankan dari berbagai tempat kejadian, yang salah satunya di hotel wilayah Kecamatan Krui, Kabupaten Pesisir Barat, Lampung. Ada tujuh tersangka yaitu Dim Martin Salim (48), Agung Setiawan (35), Nova (34), Edian Fajri (36), dan Safri (39). Kelimanya warga Kaur, Provinsi Bengkulu.

Lalu, Abdul Khodir (55) warga Tanggamus, Lampung dan seorang oknum Babinsa Koramil 03/KT Kodim 0408 Bengkulu Selatan bernama Sertu Mustofa.

“Abdul Khodir bertindak sebagai mediator. Dia yang menghubungkan kami bertemu penjual dan dia juga yang menyerahkan sertifikat tanahnya untuk meyakinkan penjual. Sertu Mustofa berperan sebagai pengaman jalannya transaksi ilegal tersebut,” terang Agus Hartono, Kepala Satuan Tugas Polisi Kehutanan Taman Nasional Bukit Barisan Selatan Penata Tingkat I.

Baca: Bahaya Luar Biasa, Andai Cula Badak dan Tulang Harimau Dilegalkan di China

 

Badak sumatera merupakan satwa langka terancam punah dilindungi. Perburuan untuk diambil culanya masih saja terjadi. Foto: Rahmadi Rahmad/Mongabay Indonesia

 

Agus menyatakan, tidak mudah membongkar jaringan ini. Butuh tiga kali gagal untuk menciduk mereka. Operasi pertama tidak berhasil karena tidak membawa uang, berikutnya tim dipukul mundur akibat keterlibatan oknum Babinsa yang perannya melindungi dan mempengaruhi warga.

“Penyamaran terakhir berhasil dengan cara kami menunjukkan uang. Mereka bilang, cula badak seberat 200 gram dan panjang 28 sentimeter itu, berkhasiat menyembuhkan segala penyakit,” terangnya.

Baca: Sesuai Harapan, Badak Sumatera di Kalimantan Timur Berhasil Diselamatkan

 

Badak sumatera tidak hanya tersebar di Sumatera tetapi juga ada di Kalimantan Timur. Foto: Rhett Butler/Mongabay.com

 

Penyidik Kepolisian Daerah (Polda) Lampung telah menetapkan Din Martin Salim dan Abdul Khodir sebagai tersangka. Sementara Sertu Mustofa menjalani pemeriksaan di Unit Intel Korem 043/Gatam Lampung. Empat pelaku lainnya dibebaskan karena tidak mengetahui perihal perdagangan haram itu.

“Terhadap dua tersangka yang telah menyimpan dan memiliki satwa atau bagian organ tubuh satwa dilindungi dikenakan ancaman lima tahun penjara. Denda sebesar Rp100 juta,” kata Kabid Humas Polda Lampung Kombes Sulistyaningsih.

Sementara Mamat dari Muara II, pemilik barang terlarang, masuk daftar pencarian orang (DPO) TRC. Terkait cula badak sumatera yang diamankan kepolisian, uji DNA tengah dilakukan untuk dipastikan keasliannya. “Kami masih mengembangkan kasus ini,” tuturnya.

Baca: Kenapa Permintaan Cula Badak, Gading Gajah, dan Tulang Harimau Tinggi di Asia?

 

Cula badak yang disita dari pelaku di Lampung. Foto: Tim Reaksi Cepat (TRC) Balai Besar Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (BBTNBBS)

 

Kepala Balai Besar TNBBS Agus Wahyudiono yang dimintai keterangannya mengatakan, luas TNBBS sekitar 313.472 ribu hektar, berbentuk memanjang dari utara Lampung hingga Kaur, Bengkulu.

Ada tiga akses yang membelah TNBBS: jalan Sangi Bengkunat (11,5 kilometer), jalan Rata Agung Manula (14 kilometer) dan jalan Krui-Liwa (15 kilometer). “Akses ini berpotensi besar membuka peluang perburuan satwa liar. Diperlukan kerja sama kuat antara masyarakat penyangga, mitra kehutanan, dan pemerintah untuk dapat melindungi kawasan ini,” tuturnya.

TRC yang dibentuk tahun 2017, beranggotakan Rhino Protect Unit (RPU), Wildlife Crime Unit (WCU), World Wide Fund for Nature (WWF), Tambling Wildlife Nature Conservation (TWNC), TNBBS, dan Polda Lampung. TRC mencakup empat divisi yakni intel, penindakan, penyidikan dan advokasi, serta kehumasan.

Baca juga: Menanti Peran Ahli Forensik Mengungkap Kasus Kejahatan Satwa Liar

 

Jerat yang dipasang pemburu harus dibersihkan karena sangat mengancam kehidupan satwa liar. Foto: Foto: Rhett Butler/Mongabay.com

 

Apa kandungan cula badak?

Zulfi Arsan, dokter hewan Sumatran Rhino Sanctuary (Suaka Rhino Sumatera, SRS), Way Kambas, Lampung, secara gamblang menjelaskan kandungan cula badak beserta fungsinya pada “Pelatihan Jurnalistik Lingkungan” yang digelar Universitas Lampung – Mongabay Indonesia, di Lampung, Sabtu (1 Desember 2018).

Zulfi menyatakan, pada badak, cula berfungsi sebagai bentuk interaksi atau komunikasi antara satu individu badak dengan lainnya. Tanda yang biasa terlihat adalah jejak kaki, bekas urine, dan gosokan cula.

“Cula diasah setiap hari oleh badak di batang pohon yang bentuknya sesuai keinginan masing-masing. Ada yang runcing atau juga dihilangkan. Ini komunikasi tidak langsung.”

Bentuk interaksi langsung, biasanya saat badak jantan dan betina bertemu, apakah dalam masa kawin atau berkelahi, cula biasanya digunakan untuk saling mendorong. “Bagi badak, cula adalah senjata pertahanan diri sekaligus kebanggaan karena melambangkan satwa yang memiliki ciri khas.”

 

Rangka badak sumatera yang tersimpan rapi di Museum Zoologi, Kebun Raya Bogor. Foto: Rahmadi Rahmad/Mongabay Indonesia

 

Bagaimana kandungan cula? Zulfi kembali menjelaskan bahwa cula badak itu sama seperti kuku manusia yang memiliki kandungan keratin. Bila kita bakar cula, baunya sama ketika kita membakar kuku atau rambut. Tiada perbedaan. “Kepercayaan masyarakat yang menganggap cula memiliki khasiat manjur untuk pengobatan, terutama pengobatan tradisional China, membuatnya tak henti diperdagangkan.”

Merujuk kajian ilmiah tentang tanduk kerbau dan cula badak sebagai obat penurun panas, yang dicapur delapan ramuan herbal China, sesungguhnya, menurut Zulfi, fungsi terbesar ada pada obat herbal itu sendiri. Bukan pada cula badak atau tanduk kerbau yang dianggap mujarab!

Kajian ilmiah tersebut berjudul   Ethnopharmacology of rhinoceros horn. II: antipyretic effects of prescriptions containing rhinoceros horn or water buffalo horn, terbit pada Journal of Ethnupharmaculogy,   33 (1991) 45-50,   Elsevier Scientific Publishers Ireland Ltd. “Setelah dipisahkan, antara ramuan yang mengandung cula dengan racikan yang mengandalkan ramuan herbal, hasilnya terlihat jelas. Ada dan tidak ada cula, tidak berdampak pada ramuan tersebut. Artinya, cula tidak memiliki fungsi sebagai obat penurun panas dan khasiat lainnya. Lebih pada mitos, cula disebut obat ampuh,” jelasnya.

Zulfi menambahkan, perdagangan cula yang tak pernah sepi dikarenakan adanya permintaan pasar. Di Vietnam, saat ini cula bukan digunakan sebagai obat, tetapi simbol prestise. Dulu, di Yaman, pemilik pisau tradisional yang gagangnya berbahan cula badak akan sangat disegani. Tapi, tradisi ini sudah ditinggalkan seiring kesadaran masyarakatnya.

“Ini tugas kita bersama. Semua pihak, menjaga kehidupan dua jenis badak di Indonesia: badak sumatera dan badak jawa, agar hidup aman di habitatnya. Bebas dari perburuan,” papar Zulfi.

 

Tengkorak bagian kepala badak sumatera. Foto: Rahmadi Rahmad/Mongabay Indonesia

 

Elly L. Rustianti, Dosen Biologi Fakultas Matematika – Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA), Universitas Lampung, berharap gairah penelitian badak sumatera di kalangan mahasiswa meningkat. Riset perilaku badak di alam liar merupakan sumber ilmu pengetahuan yang harus digali.

“Badak sangat peka terhadap kehadiran manusia, kenapa? Karena manusia merupakan predator potensial yang sangat ditakuti satwa, manusia suka berburu. Badak memiliki sensor kuat untuk menghindari manusia dengan alasan tersebut.”

Elly melanjutkan, konservasi pun berhubungan dengan kesantunan, bagaimana kita bersikap pada satwa. “Kami di Jurusan Biologi ada matakuliah Biokonservasi, Ekologi Hidupan Liar, Perilaku Hewan, dan Mamalogi yang semua itu sangat mendukung mahasiswa untuk melakukan penelitian badak sumatera. Bukan sekadar meneliti, tapi menjadi manusia berakhlak mulia pada semua makhluk hidup,” tandasnya.

 

 

Exit mobile version