Mongabay.co.id

30 Tahun Waduk Cirata, Ditandai Penurunan Kualitas Air

 

Cirata merupakan waduk seluas 6.200 hektar. Waduk yang berada di tiga kabupaten di Jawa Barat (Bandung Barat, Cianjur, dan Purwakarta) ini, perlahan dan pasti mengalami penurunan kualitas air. Apa penyebabnya?

“Kualitas air waduk turun ke level tiga. Berbeda saat pertama kali dibangun, level satu,” terang Kepala Badan Pengelola Waduk Cirata (BPWC) Wawan Darmawan, saat peringatan 30 Tahun Waduk Cirata bertema Save Our Water di Cipeundeuy, Kabupaten Bandung Barat, akhir November 2018.

Wawan menjelaskan, ada 4 level kualitas air yang dapat dimanfaatkan waduk. Yang terburuk level 4, jika melebihi itu, air tidak layak digunakan. Artinya, tercemar berat.

“Level 3 sekarang masih bisa digunakan untuk operasional PLTA dan perikanan. Begitu juga Level 4, untuk pertanian. Namun, degradasi air menimbulkan dampak lain seperti waduk lebih rentan korosi dan menghambat operasional PLTA,” terangnya.

 

Keramba jaring apung terlihat jelas berada di Waduk Cirata, Bandung Barat, Jawa Barat. Foto: Donny Iqbal/Mongabay Indonesia

 

Menurut catatan BPWC, biaya pemeliharaan turbin PLTA Pembangkit Jawa-Bali di Unit Pembangkitan Cirata Rp25 miliar per tahun. Sebagian besar digunakan untuk overhaul turbin akibat tingginya laju korosi.

Persoalan lain adalah pendangkalan. Sedimentasi rata-rata tahunan mencapai 5,6 juta meter kubik berdampak pada kemampuan menyimpan air. “Waduk yang didesain berusia 100 tahun itu dipastikan berkurang kemampuannya menyimpan air.”

 

Penertiban keramba jaring apung akan dilakukan untuk mengembalikan kualitas air di Cirata. Foto: Donny Iqbal/Mongabay Indonesia

 

Asisten Analis Hidrologi dan Sedimentasi BPWC, Farid Al Rasyid, dihubungi terpisah mengatakan, kondisi ini dipengaruhi berbagai faktor. “Buruknya kualitas air dan laju sedimentasi yang tak terbendung sesungguhnya dapat mengurangi usia waduk,” paparnya.

Hasil pengukuran terakhir pada 2017, volume tampung debit air di Cirata mencapai 1,7 miliar meter kubik. Kemampuan ini menyusut sekitar 300 juta meter kubik dibandingkan saat bendungan ini didirikan.

 

Seorang pekerja melakukan pengecekan di Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) di Waduk Cirata, Purwakarta, Jawa Barat. Foto: Donny Iqbal/Mongabay Indonesia

 

Logam berat

Farid menjelaskan, air Waduk Cirata juga tercemar limbah logam berat jenis timah dan timbal. Selain itu, hasil parameter biologi, fisika, dan kimia yang diteliti sejak 2005, menunjukan kadar fosfat, amoniak, dan nitrit yang selalu melebihi ambang batas.

“Ada beberapa parameter yang kami pantau berkala. Di beberapa titik memang ada yang melebihi ambang batas,” jelasnya.

Beberapa jurnal ilmiah juga menyebut ikan dari Waduk Cirata dan Saguling di daerah aliran Sungai Citarum terkotaminasi logam berat. Diduga, limbah berasal dari sejumlah industri di daerah aliran (DAS) Citarum dan Cisokan di Bandung, Cimahi, Bandung Barat, dan Cianjur yang ditengarai mengalir ke kedua sungai itu, lalu masuk ke Waduk Cirata.

Ada pula limbah organik sisa pakan ikan, kotoran manusia, dan rumah tangga yang ikut mencemari waduk. Waduk Cirata ditaburi lebih dari 5.000 ton pakan ikan tiap panen.

“Setengah pakan ikan terbuang ke dasar waduk karena ikan tak memakan seluruhnya. Sedimentasi dari pembuangan pakan terhitung lebih besar dari faktor alami,” urainya.

 

Menurunnya kualitas air akibat pencemaran dari Sungai Citarum berdampak mempercepat laju korosi turbin PLTA Cirata yang menghasilkan listik 1080 Megawatt ini. Foto: Donny Iqbal/Mongabay Indonesia

 

Hasil pendataaan Satuan Tugas Sektor 12 program Citarum Harum menunjukkan, jumlah keramba jaring apung (KJA) di Cirata diprediksi lebih dari 98.000 unit. Berdasarkan data yang dihimpun, nilai investasi setiap KJA, rata-rata Rp50 juta per unit. Bila dikalkulasikan dengan jumlah KJA saat ini, totalnya Rp4.9 triliun. Satu unit rata-rata terdiri 4-5 petak.

Bila merujuk Surat Keputusan Gubernur Jawa Barat Nomor 21 tahun 2002, kuota yang diizinkan bagi budidaya ikan di Waduk Cirata hanya 12.000 petak. Atau, satu persen dari luas wilayah.

 

30 tahun usia Waduk Cirata, sejumlah masalah besar seperti pencemaran air dan pendangkalan adalah persoalan yang harus diselesaikan. Foto: Donny Iqbal/Mongabay Indonesia

 

Menangani membludaknya KJA, Dansektor 12 Citarum Harum, Kolonel Satriyo Medi Sampurno mengatakan pihaknya akan melakukan upaya penertiban. Ditargetkan akhir 2018, sebanyak 12.000 petak KJA ditertibkan.

“Ini menjadi prioritas, dilihat dari kualitas air saat ini. Kami lakukan pemetaan agar terkendali. Di satu sisi, sebetulnya petani ikan mengakui hasil KJA menurun. Kami juga berkoordinasi dengan pihak terkait mencari ekonomi alternatif,” kata Satriyo.

 

Kualitas air di Waduk Cirata saat ini berada di level 3. akankah bisa kembali ke level 1, seperti saat awal waduk ini dibangun? Foto: Donny Iqbal/Mongabay Indonesia

 

Petani ikan Cirata di Desa Margalaksana, Cipeundeuy, Aep (35), mengungkapkan, hasil panen kerap merugi karena tidak sebanding dengan pengeluaran. Satu petak rata-rata membutuhkan pakan ikan sekitar 1-1,5 ton. Panen 3-4 bulan sekali.

“Ikan akan mati massal jika arus air bawah naik ke atas. Biasanya, membawa limbah dan mematikan seluruh ikan yang ada di keramba. Ini berlangsung setiap menjelang musim hujan. Apalagi sekarang air sudah jelek. Banyak ikan yang terkena penyakit,” tandasnya.

 

 

Exit mobile version