Mongabay.co.id

Warga Gugat Pemkab Banyumas Soal TPA Sampah, Mengapa?

Persoalan tempat pembuangan akhir (TPA) di Desa Tipar Kidul, Kecamatan Ajibarang, Banyumas, Jawa Tengah akhirnya masuk ke pengadilan. Setelah protes dan somasi dilayangkan, ternyata warga merasa belum memperoleh keadilan. Makanya, warga kemudian melayangkan gugatan perdata kepada Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Banyumas cq Bupati Banyumas Achmad Husein dan Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Suyanto.

Pada Selasa (4/12) lalu, sejumlah warga didampingi kuasa hukum mengikuti sidang pertama yang digelar di Pengadilan Negeri (PN) Purwokerto. Pada sidang perdana dengan ketua majelis hakim Teti Sulastri didampingi dua anggota majelis hakim masing-masing Ivonne Tiurma dan Yulanto Prafifto tersebut, Teti memberikan penawaran kepada masing-masing pihak baik penggugat maupun tergugat untuk melakukan upaya mediasi. “Sebelum sidang digelar, majelis hakim menawarkan upaya mediasi kepada penggugat dan tergugat. Bagaimana? Kalau memang disepakati, majelis hakim akan memberikan waktu hingga 30 hari untuk melakukan mediasi,” kata Teti.

Kuasa hukum warga, Junianto menyatakan kesiapannya untuk melakukan mediasi. Pun dengan Adi Prasetyo yang menjadi kuasa hukum Pemkab Banyumas. Majelis hakim meminta kepada penggugat dan tergugat untuk menghubungi hakim Nanang Zulkarnain guna memimpin mediasi di salah satu ruangan di PN Purwokerto.

baca :  Banyumas Darurat Sampah. Ada Apa?

 

seorang pemulung beraktivitas di TPA Ajibarang. Foto : L Darmawan/Mongabay Indonesia

 

Bagaimana tanggapan dari kuasa hukum Pemkab Banyumas? “Kami siap untuk berproses dalam mediasi. Pemkab menghormati proses hukum yang tengah berjalan. Gugatan yang dilayangkan kepada Pemkab Banyumas merupakan hak dari warga. Biar nantinya diselesaikan melalui jalur hukum. Ini biasa,” kata Adi singkat sebelum melakukan proses mediasi.

Kuasa hukum warga Junianto membenarkan kalau warga Desa Tipar Kidul, Kecamatan Ajibarang melayangkan gugatan perdata kepada Pemkab Banyumas. Ada sejumlah tuntutan warga di antaranya adalah ganti rugi terkait dengan pencemaran TPA Tipar Kidul dan penutupan TPA setempat. “Sebagai tergugat adalah Pemkab Banyumas cq Bupati Banyumas Achmad Husein dan Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Banyumas. Sebagai obyek sengketa adalah TPA sampah di Desa Tipar Kidul yang dibangun pada 1998 lalu. Obyek sengketa itu tidak memenuhi ketentuan UU No.18/2008 tentang Pengelolaan Sampah,” katanya.

Junianto sebelum diajukan gugatan, ada belasan orang yang menerima bantuan sosial karena sawahnya terkena dampak air lindi dari TPA, sehingga sawah tidak dapat ditanami. Namun, ganti rugi yang diberikan tidak terlalu besar hanya berkisar antara Rp630 ribu hingga Rp4,4 juta tergantung luasan lahan. Tetapi, dari 20 warga yang terkena dampak pencemaran, tidak seluruhnya memperoleh bantuan sosial tersebut.

“Dari 20 warga yang sawahnya terimbas pencemaran TPA Tipar Kidul mengajukan gugatan. Sebab, selama 18 tahun warga tidak dapat menikmati panen dari areal sawah yang terimbas pencemaran air lindi. Secara materiil, 20 petani mengajukan gugatan kerugian materiil berbeda-beda dengan kisaran antara Rp31 juta lebih yang terkecil hingga yang terbesar senilai Rp228 juta lebih dengan total sekitar Rp1 miliar. Sedangkan untuk kerugian imateriil, masing-masing petani mengajukan Rp50 juta sehingga total Rp1 miliar,”kata Junianto.

baca juga :  Setelah Carut Marut Sampah di Banyumas, Bagaimana Komitmen Penanganannya?

 

m-Persidangan yang berlangsung gugatan warga kepada Pemkab Banyumas di Pengadilan Negeri Purwokerto terkait pencemaran di sekitar TPA Tipar Kidul, Ajibarang, Banyumas, Jateng. Foto : L Darmawan/Mongabay Indonesia

 

Sementara Ketua Forum Silaturahmi Masyarakat Peduli Lingkungan Hidup (FSMPLH) Desa Tipar Kidul, Suyoto, mengatakan bahwa gugatan warga diajukan karena sawah di sekitar TPA Tipar tidak bisa dikerjakan karena tercemar air yang mengalir dari TPA. “Masing-masing petani mengajukan gugatan perdata dengan nilai berbeda disesuaikan dengan luas masing-masing sawah miliknya. Dalam mediasi yang dilaksanakan di PN Purwokerto, kami juga menyampaikan kepada hakim untuk melakukan pengecekan di lapangan. Sehingga biar tahu kondisi senyatanya di sana,” kata Suyoto.

Menurutnya, pihaknya juga menuntut agar Pemkab Banyumas menutup TPA Tipar Kidul. Sebab, TPA berada tidak jauh dari pemukiman penduduk. “Pada saat digelar mediasi di PN Purwokerto, saya juga mengungkapkan kepada hakim kalau lokasi TPA Tipar Kidul dengan pemukiman kurang dari 1 km sehingga tidak memenuhi syarat. Air limbahnya juga mengalir ke lahan sawah masyarakat. Warnanya seperti air teh,”ungkapnya.

Itulah mengapa, sampai sekarang pihaknya melakukan penolakan terhadap TPA Tipar Kidul, karena nyata-nyata mencemari lingkungan. “Memang sekarang tengah dibangun hanggar. Tetapi apakah itu menjamin tidak ada sisa sampah? Yang pasti jangan teori saja, tetapi kenyataannya lain.”

Sementara saat Mongabay Indonesia mendatangi TPA Tipar Kidul, lokasinya memang berada di lereng, sehingga aliran airnya ke bawah. Padahal di bagian bawah merupakan areal persawahan. Kini, di bagian bawah lereng TPA Tipar Kidul tengah dibangun penampungan dan drainase air lindi yang sebelumnya mengalir ke persawahan yang diprotes oleh warga.

Di lokasi TPA, tampak sejumlah pemulung tengah mengumpulkan sampah-sampah anorganik. “Kami sengaja mengumpulkan sampah anorganik seperti plastik untuk dijual kembali. Lumayan, setiap tiga hari sekali, pendapatan antara Rp100 ribu hingga Rp200 ribu. Bagi kami yang bekerja di sini, keberadaan TPA membawa rezeki bagi kami,”ungkap pekerja yang enggan menyebutkan namanya.

Ia mengaku juga mendengar kalau ada masyarakat yang menuntut supaya TPA ditutup. Dia mengaku tidak mendukung atau menolak, namun sebetulnya TPA ada manfaatnya bagi warga. “Sebetulnya yang penting bagaimana agar pencemaran itu diatasi. Kalau TPA di sini ditutup, nantinya sampah mau dibawa ke mana,”katanya mempertanyakan.

baca juga :  Penanganan Sampah di Banyumas sebagai Kota Adipura Belum Tuntas, Kenapa?

 

m-area pemilahan sampah yang berada di TPST Ajibarang. Foto : L Darmawan/Mongabay Indonesia

 

Tidak jauh dari TPA, beberapa pekerja tengah merampungkan hanggar yang merupakan bagian dari tempat pengolahan sampah terpadu (TPST). Sementara di dalam TPST, sejumlah pekerja sedang melakukan pemilahan sampah antara yang organik, anorganik maupun residu.

Koordinator TPST Tipar Kidul Wahyu Banowo mengungkapkan kalau sekarang TPST telah beroperasi dan pembangunannya tinggal menyisakan finishing saja. “Kami telah mulai melakukan pemilahan sampah yang masuk ke TPST Tipar Kidul, Ajibarang. Setiap harinya, sampah yang masuk ke lokasi setempat mencapai 30 ton. Proses pemilihan yang telah kami lakukan mencapai 10-15 ton per hari. Hanya saja, yang efektif baru pemilahan sampah anorganik. Untuk sampah organik yang diproses menjadi kompos, peralatannya masih mengalami kendala. Mudah-mudahan, peralatan dapat segera berfungsi normal, sehingga proses membuat kompos segera terlaksana,”kata Wahyu.

Ia mengatakan kalau sumberdaya manusia (SDM) yang bekerja di TPST Tipar Kidul masih kurang, karena pekerjanya baru 32 orang. Padahal, untuk memproses sampah secara optimal, setidaknya membutuhkan 60 orang. “Ini juga persoalan yang kami hadapi, sehingga belum seluruh sampah yang masuk ke sini dilakukan pemilahan,”ujarnya.

Pemkab Banyumas terlihat memang cukup serius dalam menangani sampah khususnya di TPA Tipar Kidul, sebab selain telah membangun TPST juga kini merampungkan kolam penampungan air lindu dan drainasenya. Tetapi di sisi lain, secara hukum masyarakat khususnya para petani yang terkena dampak pencemaran juga memproses gugatan perdata, termasuk penutupan TPA. Masih ditunggu kelanjutannya.

 

Exit mobile version