Mongabay.co.id

Penebangan Sawit di TNGL akan Terus Dilakukan

 

Sepanjang 2018, Balai Besar Taman Nasional Gunung Leuser (BBTNGL) beserta mitra, telah menebang sawit ilegal yang berada di kawasan Taman Nasional Gunung Leuser. Berdasarkan catatan Mongabay Indonesia yang ikut ke sejumlah lokasi, kebun sawit yang ditebang di TNGL wilayah Sumatera Utara berada di blok hutan Sei Serdang, Resort Cinta Raja, Desa Suka Makmur, Kecamatan Sei Lepan, Kabupaten Langkat serta di Resort V Bahorok, Skoci, Kecamatan Besitang, Kabupaten Langkat.

Ruswanto, Kepala Bidang Pengelolaan Taman Nasional Wilayah III Stabat dalam keteragan tertulisnya mengatakan, penebangan terbaru, akhir November, di wilayah Skocil sebanyak 140 batang sawit berumur 3,5 tahun. Sawit tersebut milik Subarlan, Ketua Kelompok Tani Sejahtera, yang telah lama beraktivitas di TNGL.

“Subarlan sukarela menebang sawitnya. Dia beserta kelompoknya sadar, pekerjaannya tersebut tidak benar,” jelasnya.

Baca: Selamat Tinggal Sawit di Taman Nasional Gunung Leuser

 

Orangutan sumatera ini terjebak di perkebunan sawit di Langkat, Sumatera Utara. Tim HOCRU OIC berhasil mengevakuasi dan memindahkannya ke kawasan TNGL. Foto: Ayat S Karokaro/Mongabay Indonesia

 

Ruswanto menyatakan, penebangan dilakukan setelah ditandatanganinya perjanjian kerja sama antara BBTNGL dengan Kelompok Tani Sejahtera dan 12 kelompok lainnya. Kelompok yang dipimpin Subarlan bahkan telah membuat pembibitan swadaya yang nantinya ditanami di area TNGL yang rusak akibat perambahan.

“Kami menyampaikan terima kasih kepada para pihak yang telah mendukung kegiatan ini. Harapannya, langkah yang sama diikuti pihak lain, sehingga pemulihan ekosistem sesuai rencana. Kepolisian dan TNI juga membantu program ini yang menjadi apresiasi tersendiri bagi kami,” terangnya baru-baru ini.

Subarlan, mewakili kelompoknya, mengatakan apa yang mereka lakukan memang salah. Menanam sawit di dalam taman nasional adalah pekerjaan keliru. “Dulu, lahan di Skoci dan wilayah lainnya di areal TNGL ditebangi perusahaan kayu. Setelah gundul, kami masuk dan menanam sawit, karet, dan lainnya. Setelah ada sosialisasi, ternyata kami menanam di wilayah terlarang,” jelasnya.

Subarlan menyatakan, program kemitraan yang ditawarkan BBTNGL merupakan ajakan menguntungkan bagi kedua pihak. “Kami masih diperbolehkan bertani tanaman semusim, sembari melakukan penanaman pohon hutan yang berfungsi menghijaukan kembali TNGL,” terangnya.

Baca:   Jangan Ada Lagi Sawit di Taman Nasional Gunung Leuser

 

Hutan yang rusak membuat kehidupan orangutan sumatera terdesak. Foto: Ayat S Karokaro/Mongabay Indonesia

 

Solusi

Fransisca Ariantingsih, Direktur Yayasan Orangutan Sumatera Lestari–Orangutan Information Center (YOSL-OIC) mengatakan, pihaknya yang telah berkoordinasi dengan TNGL telah melakukan penebangan di Halaban sebanyak 10 ribu pohon sawit. Lalu, di Cinta Raja pada 2017 sebanyak 10 ribu pohon, dan terakhir di Sekoci pada 2018 sebanyak 400 batang.

Terkait program kemitraan konservasi yang ditawarkan pemerintah, dia mengatakan, konsep tersebut merupakan “win-win solution” untuk mengatasi perambahan yang berlarut, termaksud di Skoci.

“Kebijakan KLHK ini untuk mengakomodir pelibatan masyarakat dalam pengelolaan kawasan hutan,” jelasnya.

Baca juga: Puluhan Hektar Tanaman Sawit di Leuser Dihancurkan

 

 

Sebelumnya, pendekatan represif melalui proses hukum pernah dilakukan pihak TNGL. Kenyataannya, tidak memberikan jalan keluar terhadap perambahan yang terjadi. “Harapannya, petani yang belum bergabung bersedia menjadi anggota kelompok yang sudah terbentuk. Atau, membentuk kelompok baru, sebagai solusi pengelolaan hutan lestari yang memberi manfaat ekonomi langsung kepada masyarakat,” ujarnya.

Fransisca mengatakan, kebun sawit menjadi salah satu ancaman rusaknya habitat orangutan sumatera. Sejak 2012 hingga saat ini, lebih 10 individu yang dievakuasi dari areal kebun sawit. Itu baru lokasi TNGL di Kabupaten Langkat, Sumatera Utara, belum lagi TNGL di wilayah Aceh.

“Hancurnya habitat menyebabkan daya jelajah orangutan menyempit. Kekurangan pakan, mengakibatkan satwa liar dilindungi ini turun ke kebun masyarakat yang tak jarang menyebabkan konflik,” tandasnya.

 

 

Exit mobile version