Mongabay.co.id

Ini Cerita Sukses Konservasi Laut Desa Birawan

Desa Birawan, Larantuka, Flores Timur (Flotim), NTT ini berada persis di bibir pantai. Desa yang yang sedang diajukan pergantian nama menjadi desa Lewotobi berada dalam gugusan desa di pesisir selatan pulau Flores.

Jumlah penduduk Desa Birawan, ini tercatat sebanyak 1.570 orang dengan 351 Kepala Keluarga (KK). Hampir semua warganya menggantungkan hidup dari bertani. Hanya 50 orang saja yang terdata sebagai nelayan.

“Itu pun hanya nelayan sambilan saja sebab pekerjaan tetap mereka petani.Mereka pun hanya memiliki perahu kayu tradisional dan menangkap ikan dengan alat pancing sederhana dan pukat,” sebut kepala desa Birawan, Tarsisius Buto Muda saat berbincang pada akhir November 2018.

Desa Birawan jadi perbicangan di NTT sebab menjadi satu-satunya desa yang telah menerapkan Peraturan Desa terkait Konservasi Laut. Melalui Perdes No.9/2017 tentang Perlindungan Pesisir dan Laut yang ditetapkan 4 Desember, dampak yang dihasilkan pun mulai terlihat.

“Saat ini ikan sudah mulai mendekat ke pesisir pantai.Kami memancing sebentar saja sudah mendapat banyak ikan karang. Aktifitas pengeboman pun hampir tidak terjadi lagi. Kalaupun ada hanya satu dua saja setahun dan itu pun dilakukan pengebom dari luar kabupaten Flotim,” kata Tarsisius.

baca :  Begini Komitmen Flores Timur NTT Memerangi Ilegal Fishing

 

Areal pesisir timur pantai di wilayah desa Birawan kecamatan Ilebura kabupaten Flores Timur yang dipenuhi bebatuan bekas Atol yang terhempas ombak. Foto : Ebed de Rosary/Mongabay Indonesia.

  

Restorasi Karang

Sebelum Perdes ditetapkan, masyarakat dan perangkat desa Birawan dipimpin kepala desa sudah memulai langkah konservasi laut berupa restorasi karang. Bermodal dana desa Rp.48 juta dibuatlah 10 meja berukuran masing-masing 3×1,5 meter, yang berisi 40 tiang transplantasi karang per mejanya.

“Areal yang dilakukan konservasi terumbu karang dikavling sepanjang  200 meter dan lebar sekitar 75 meter. Kami pasang pelampung sebagai penanda bahwa daerah ini jangan dilewati orang,” kata Tarsisius.

Proses pelepasan terumbu karang ke laut diawali dengan doa dan pemberkatan oleh Diakon, pemimpin umat Katolik serta dilanjutkan dengan ritual adat. Semua warga hadir menyaksikannya.

Selama setahun lebih, karang tersebut sudah bertumbu sekitar 30 sentimeter. Sebesar 80 persen terumbu karang yang ditanam hidup dan sisanya mati karena dihempas gelombang.

baca juga :  Kisah Sunyi Wilfrid Tanam Terumbu Karang Seorang Diri

 

Kepala desa Birawan, kecamatan Ilebura. kabupaten Flores Timur (Flotim) Tarsisius Buto Muda di areal pantai yang jadi wilayah restorasi terumbu karang. Foto : Ebed de Rosary/Mongabay Indonesia

 

“Karang yang ditransplantasi diambil dari pulau kecil di depan desa.Untuk menjaga terumbu karang, dibentuk Kelompok Restorasi Ekosistem Terumbu Karang dan Konservasi Penyu beranggotakan 7 orang,” sebut Wilibrodus Suban Aran selaku penanggungjawab kelompok.

Kelompok dilengkapi dengan alat snorkling serta perlengkapan lainnya yang dibeli dari dana desa. Setiap anggota juga mendapatkan honor dari desa sebesar Rp.200 ribu per orang setiap bulannya.

“Kami berencana tahun 2019 akan memperluas lagi areal restorasi terumbu karang,” papar Wilbrodus.

baca juga :  Cegah Pemboman Karang, Keterlibatan Masyarakat Perlu Didorong untuk Awasi Laut

 

Para petugas dari Misool Baseftin dan Kelompok Kerja Restorasi Ekosistem Terumbu Karang dan Konservasi Penyu desa Birawan kecamatan Ilebura kabupaten Flores Timur sedang melakukan pengecekan terumbu karang yang ditransplantasi. Foto : Misool Baseftin/Mongabay Indonesia.

 

Membuat Peraturan Desa

Kenapa Desa Birawan melakukan konservasi terumbu karang? Rupanya masyarakat menyadari bahwa semakin hari hasil tangkapan ikan di perairan laut depan desa mereka semakin berkurang.

Dalam diskusi yang digelar di desa dan dihadiri LSM Misool Baseftin, Dinas Perikanan Flotim, pihak geraja dan masyarakat, digali kembali kearifan lokal masyarakat.

“Misalnya suku Uran yang diberi kewenangan untuk menjaga laut. Bila ada yang merusak terumbu karang ketika beraktifitas mencari ikan saat air laut surut (Bekarang) mereka diberikan kewenangan menegur bahkan memberi sanksi adat,” sebut Asis.

Ada juga ketentuan untuk tidak menggunakan racun atau tuba, yang bisa membuat ikan pingsan bahkan mati. Juga dibuat periode waktu tertentu masyarakat dilarang turun melaut.

Ada  ritus Batu Penyu terang Asis, dimana ketika masyarakat menangkap penyu wajib dibawa ke kampung lama. Saat disembelih, semua kepala suku dihadirkan termasuk masyarakat desa.

Daging penyu dibagikan kepada masyarakat sementara orang yang menangkap penyu hanya diberikan bagian tubuh atau daging yang berada di sekitar alat kelamin. Itu pun hanya sebagian kecil saja.

“Pesan yang tersirat dari ritual ini yakni orang tua sudah melarang agar jangan menangkap penyu sehingga siapapun yang menangkap hanya mendapatkan bagian kecil saja dari penyu tersebut,” kata Asis.

 

Ikan-ikan mulai bermain di terumbu karang yang ditansplanasi di pesisir pantai desa Birawan kecamatan Ilebura kabupaten Flores Timur. Foto : Misool Baseftin/Mongabay Indonesia.

 

Hasil seminar, semua pihak bersepakat agar ada aturan dan sanksi yang mengatur soal larangan untuk merusak ekosistem laut, menangkap penyu dan biota lain yang dilindungi.

Pihak desa awalnya berkeinginan agar potensi wisata bahari di desa mereka bisa dimaksimalkan. Selain memiliki keindahan pantai dengan 3 pulau kecil di depannya, pantainya menjadi tempat untuk penyu bertelur. Namun sayangnya, terumbu karang banyak yang sudah rusak.

“Pihak desa datang ke kami dan kita berdiskusi dan bersama membahas rancang bangun Peraturan Desa (Perdes) yang akan ditetapkan.Kami juga mendampingi perangkat desa membawa draft Perdes ke bagian hukum Pemda Flotim,” sebut Evi Ojan, kepala kantor Misool Baseftin Flotim.

Awalnya kata Evi, dilakukan dulu pemetaan potensi bahari yang ada di desa tersebut. Hasilnya, ditemukan banyak terumbu karang yang rusak sehingga ini yang harus dimasukan dalam Perdes.

Ada 2 point besar yakni restorasi terumbu karang serta konservasi penyu. Perairan di depan desa Birawan banyak sekali dijumpai penyu. Nelayan pun memang sudah sadar karena sebelumnya telah ada Kelompok Pengawas Masyarakat (Pokmaswas) yang berfungsi menjaga ekosistem laut.

“Setelah melalui proses panjang termasuk asistensi di pemerintah provinsi NTT lahirlah Perda Desa Birawan No.9/2017 tentang Perlindungan Pesisir dan Laut. Ini sebuah langkah maju dimana desa bisa membuatnya,” salut Evi.

 

Terumbu karang di areal konservasi di perairan pantai desa Birawan kecamatan Ilebura kabupaten Flores Timur yang terhempas ombak dan patah. Foto : Misool Baseftin/Mongabay Indonesia.

 

Desa Percontohan

Apolinardus Y.P. Demoor dari Dinas Perikanan Pemkab Flotim kepada Mongabay Indonesia menjelaskan konservasi menjadi kewenangan provinsi sesuai UU No.23/2014 tentang Pemerintahan Daerah.

Namun desa, kata Dus sapaannya, bisa membuat Perdes sendiri, dengan asistensi dan verifikasi Pemprov..

“BPKP NTT pun telah turun melakukan audit di desa Birawan. Petugas tersebut mengapresiasi langkah yang dilakukan desa Birawan meskipun kewenangan konservasi sudah beralih ke provinsi,” ungkapnya.

Dari audit BPKP, hanya Desa Birawan di NTT yang mempunyai peraturan konservasi. Sehingga diusulkan agar kabupaten Flotim menjadi contoh pengelolaan dana desa untuk konservasi laut.

Program konservasi desa Birawan dianggap bagus dan berhasil karena berbasis masyarakat sehingga keberlanjutan. Dulu hampir setiap bulan pihaknya lakukan evaluasi tapi sekarang kelompok sudah bisa melakukan sendiri.

 

Terumbu karang di areal konservasi di perairan pantai desa Birawan kecamatan Ilebura kabupaten Flores Timur yang terhempas ombak dan patah. Foto : Misool Baseftin/Mongabay Indonesia.

 

Derta Prabuning Manager Program Laut Sawu Misool Baseftin mengatakan program konservasi Desa Birawan sangat mungkin berlanjut karena masyarakat, pemda dan LSM saling aktif.

“Misool Baseftin hanya memberikan akses dan menghubungkan pihak desa dengan pihak lain semisal Kementerian Kelautan dan Perikanan agar program yang dilakukan bisa lebih dipertajam,” terangnya.

Membangun desa, Asis selaku Kades Birawan,pemerintah tidak bisa berjalan sendiri. Harus didukung masyarakat sebab berbuat sebaik mungkin pun pasti ada yang mencibirnya.

“Mari bersama bahu membahu menjaga lingkungan dan ekosistim laut bukan karena ada aturan tetapi karena kesadaran masyarakat bahwa dampaknya akan sangat berguna bagi masyarakat sendiri,” sarannya.

 

Exit mobile version