Mongabay.co.id

Sungai Kampar Meluap, Ribuan Ikan Mati

 

 

 

Sekitar setengah bulan, Desa Pangkalan Terap, Kecamatan Teluk Meranti, Riau, terendam banjir. Sungai Kampar, meluap. Jalanan tenggelam. Sekitar 38 rumah warga terendam.

Kebun dan lahan pertanian tenggelam. Ikan toman, baung, tapa, gabus dan banyak ikan kecil maupun besar mengapung, Ribuan ikan mati. Tiap pagi, sekitar 30 kilogram ikan mati dalam alat tangkap bubu. Busuk dan hancur tak dapat diolah. Udang pun mati.

Meski begitu, nelayan desa tetap mencari ikan, menunggu matahari tinggi atau air sedikit surut untuk menyusuri Sungai Kampar. Pasang tiba lagi jelang sore dan tengah malam. Sangat mengganggu kegiatan sehari-hari masyarakat.

Sejak 19 Desember lalu, masyarakat yang tinggal di bantaran sungai terus memungut ikan mati. Hari pertama mereka mengumpulkan sekitar 500 kilogram. Sebagian mengasapi dan mengasinkan ikan. Aebagian lagi tak mau ambil risiko mengkonsumsi ikan-ikan itu.

Cari ikan, salah satu sumber ekonomi di sana selain memotong karet. Ujang Masni, petani dan nelayan Desa Pangkalan Terap, mengatakan, tidak biasa ikan mati dengan jumlah banyak. Banjir memang tahunan, biasa, hanya satu dua ikan mati.

 

Ikan-ikan mati dan diambil warga. Sebagian warga ada yang mengkonsumsi tetapi sebagian warga lain takut. Foto: dokumen warga

 

Meskipun terendam anak-anak tetap berangkat sekolah tiap pagi pakai sampan. Pukul 13.00, atau waktu pasang tiba, sekolah akan tenggelam. Air sungai keruh. Air bikin gatal kalau kena kulit. Perih di mata ketika cuci muka. Masyarakat tak berani pakai air ini. Mau tak mau pakai air hujan bahkan air galon untuk mandi.

Ujang dan masyarakat sekitar belum menerima bantuan dari pemerintah selama banjir menggenangi pemukiman. Mereka terpaksa buat lantai tambahan dalam rumah untuk menghindari genangan air. PT Riau Andalan Pulp and Paper (RAPP) ada membagikan 300 kilogram beras dan 30 kotak mie instan.

“Saya dapat satu kilogram beras dan tiga bungkus mie instan tadi pagi,” kata Anistra, nelayan desa. Itu pertama kali dia dapat bantuan sejak banjir menggenang November lalu.

Selama banjir Anistra, tak dapat berbuat apa-apa. Dia utang di warung untuk keperluan sehari-hari. Anistra hidup dengan tujuh orang kelurga di rumah.

Sudirman, Dewan Majelis Pusat Gambut Riau, yang tinggal bersebelahan dengan Desa Pangkalan Terap, meminta Dinas Lingkungan Hidup Pelalawan segera mengidentifikasi penyebab ikan mati. “Kami tak mau efeknya pada masyarakat dan anak-anak.”

Syamsul Anwar, Kepala Dinas Lingkungan Hidup Pelalawan, menduga ikan mati karena limbah. Dia mengklaim tak ada limbah industri, meski diakui RAPP membuang limbah ke sungai. Dia bilang, sudah sesuai baku matu. RAPP, katanya, selalu memberi laporan dan DLH Pelalawan selalu menguji terlebih dahulu limbah buangan.

 

Sebagian warga memasak ikan-ikan mati di Sungai Kampar. Foto: dokumen warga

 

Faktor lain, kata Syamsul, bisa jadi ikan mati karena kekurangan oksigen atau mikroorganisme dalam air. Kejadian serupa pernah terjadi tahun-tahun sebelumnya bila sungai meluap saat banjir.

“Makin banyak debit air dalam sungai sebenarnya lebih cepat dan mudah mengurai limbah yang dibuang ke sungai.”

Syamsul terus meyakinkan, dugaan ikan itu datang dari Kuantan Singingi, Kampar atau Pariaman, bukan asli di Sungai Kampar. Dia merujuk hulu Sungai Kampar, dari daerah itu. Ditambah lagi, PLTA Koto Panjang, selama musim hujan beberapa kali menaikkan pintu air untuk mengurangi debit air.

Untuk membuktikan dugaan ikan mati karena limbah industri atau rumah tangga, Syamsul menunggu hasil uji sampel Dinas Perikanan Pelalawan. Mereka juga akan menguji sampel air sungai. “Itu tidak selesai satu atau dua hari. Tunggulah hasilnya. Jangan bilang kami kerja tidak profesional.”

 

Warga mengumpulkan ikan-ikan mati dari Sungai Kampar. Foto: dokumen warga

 

Cerita Ujang Masni, Dinas Perikanan dan Kelautan Pelalawan datang ke desa itu, Rabu (26/12/18). Petugas hanya datang memfoto dan bertanya pada masyarakat, tetapi tak mengambil sampel air atau ikan mati. Setelah mereka pulang, menyusul Sapta, ditugasi Dirjen Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, ditemani petugas DLH Pelalawan.

Bedanya, Sapta membawa air sungai untuk sampel uji laboratorium. “Hasilnya, saya harus lapor atasan. Saya hanya ditugaskan cek lokasi dan mengambil air sungai untuk diuji,” katanya.

Satu hari pasca peninjauan petugas, Ujang datang ke Pekanbaru, membawa beberapa ikan mati dan sebotol air sungai. Kata Ismail dan Udin, aktivis Jaringan Masyarakat Gambut Riau, yang mendampingi Ujang, sampel itu akan diserahkan pada Adhy Prayitno, peneliti di Pusat Studi Bencana Universitas Riau.

 

Keterangan foto utama:    Warga mengumpulkan ikan-ikan mati dari Sungai Kampar. Foto: dokumen warga

Ikan mati di Sungai Kampar. Foto: dokumen warga

 

 

Exit mobile version