Mongabay.co.id

Buka Jalan, Hutan Mangrove di Pariaman Terbabat

Hutan mangrove di kawasan konservasi Desa Apar, Padang Pariaman, hancur dibabat oleh beberapa oknum warga untuk bangun jalan. Foto: Vinolia/ Mongabay Indonesia

 

 

Hutan mangrove Sumatera Barat, merana. Sekitar satu kilometer hutan mangrove di kawasan lindung  di Desa Apar, Kota Pariaman, Sumatera Barat, hancur. Perusakan ini buntut proyek pembukaan jalan yang menghubungkan Desa Ampalu sampai ke Padang Birik- birik, Kecamatan Pariaman Utara.

Proyek jalan belakangan diketahui berasal dari dana pokok pikiran (pokir) salah satu anggota DPRD Kota Pariaman asal pemilihan (dapil) Pariaman Utara, dengan mulai pengerjaan Jumat (15/12/18).

Yurdafi, mengklaim tanah untuk pembukaan lahan itu milik masyarakat. Dia menyebut, secara hukum adat batas tanah hingga pantai. Pembukaan lahan untuk jalan itu, katanya, keperluan masyarakat agar ada jalan. Dia menyebut, sudah mendapat izin kepala desa.

“Kami sudah minta izin kepala desa secara lisan,” katanya saat ditemui di lokasi proyek.

Kala ditanya soal kawasan itu hutan mangrove, yang dia tahu sejak dulu itu tanah ulayat tiga suku. Pengerjaan jalan mereka hentikan sementara karena tidak ingin timbul masalah.

Meski demikian, dia bilang, pembukaan jalan terus lanjut karena kebutuhan masyarakat.

Hendrick, Kepala Desa Simpang Apar, Pariaman, mengaku tidak tahu dengan pembukaan jalan baru yang merusak hutan mangrove. Dia baru tahu setelah ada laporan masyarakat, Sabtu (16/12/18). “Tidak ada permintaan izin dari masyarakat yang membuka lahan kepada kami di desa. Kami juga terkejut,” katanya.

 

 

Dia mengatakan, pada 2019, memang ada rencana membuka jalan dari Simpang Ampalu menuju Simpang Apar. Rutenya, tak melalui hutan mangrove, tetapi di sekitar pantai dan melewati sawah warga.

“Ini masih perencanaan. Kami akan sosialisasi dulu kepada warga yang tanahnya untuk jalan. Jika warga setuju, baru kita anggarkan tahun 2019.”

Hendrick juga menyesalkan tindakan ini karena mangrove penting bagi kehidupan dan perlindungan warga pesisir pantai.

 

Belum kantongi izin

Pembukaan hutan mangrove untuk pembangunan jalan wisata di Desa Apar, ini dipastikan belum mengantongi izin.
“Hingga kini hutan bakau itu sudah dibabat menggunakan eskavator oleh masyarakat,” kata Rismen, Kepala Dinas Perumahan Rakyat Kawasan Permukiman dan Pertanahan Kota Pariaman.

Dia  mengatakan, pemerintah daerah memang berencana membuka jalan lingkar wisata pantai yang menghubungkan Desa Ampalu sampai ke Padang Birik-Birik Kecamatan Pariaman Utara.

Namun, katanya,  tanpa sepengetahuan dinas terkait, masyarakat telah terlebih dahulu melakukan pembabatan hutan bakau sejak beberapa hari terakhir menggunakan alat berat.

“Jalur yang direncanakan sama sekali tidak sama dengan yang sudah dikerjakan oleh masyarakat ini. Karena itu Wali Kota Pariaman meminta  pengerjaan dihentikan sementara waktu,” katanya.

Awalnya,  Ali Darman,   anggota DPRD Kota Pariaman,  sudah mengajukan dana pokok pikiran untuk pengerjaan jalan baru di kawasan  itu.

Meskipun demikian, katanya,  anggota dewan itu  belum koordinasi dengan dinas terkait soal pembangunan jalan baru ini.

“Walaupun akan dibangun menggunakan dana pokok pikiran, harus ada perintah kerja dari Dinas Permukiman dan Perumahan Masyarakat Kota Pariaman,” katanya.

 

Alat berat yang sedang membuka lahan di hutan mangrove. Foto: Vinolia/ Mongabay Indonesia

 

Adrial, Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Pariaman mengatakan, pada Selasa (18/12/18), DLH mengadakan pertemuan dengan dinas terkait soal perusakan kawasan lindung ini. “Dalam perkara ini tidak ada izin sama sekali kepada DLH,” katanya usai meninjau hutan mangrove.

Dalam rencana tata ruang wilayah, hutan mangrove ini masuk kawasan lindung. “Kita akan adakan pertemuan dengan Bappeda dan unsur terkait.”

Dia bilang, setidaknya kawasan mangrove yang terbabat sepanjang 800 meter sampai satu kilometer dengan prediksi sekitar 5.000 batang.

 

Sudah setop

Senin (17/12/18), Pemerintah Padang Pariaman diwakili Pol PP, Polres dan Kodim 0308 Pariaman sudah menghentikan proyek di kawasan konservasi ini dengan memasang garis polisi.

Handrizal Fitri, Kasat Pol PP Pariaman mengatakan, penertiban karena perusakan hutan mangrove melanggar hukum meskipun kata mereka berada di tanah ulayat,” katanya.

Dia bilang, akan terus mengawasi hingga perusakan hutan tak lanjut.

 

Hutan hilang, warga yang rugi

Tomi Syamsuar, pegiat lingkungan di Kota Pariaman, mengatakan, mangrove di Desa Apar ini sekitar 10 hektar. Ia terletak di Desa Apar dan Ampalu. Status tanah nagari dengan kepemilikan meliputi empat desa yakni Apar, Mangguang, Ampalu dan Tanjuang Saba.

Lahan berada di bawah wewenang Kerapatan Adat Nagari (KAN) tetapi praktik di lapangan, ada beberapa masyarakat mengklaim itu lahan milik mereka.

Lahan ini meliputi pantai, hutan pinus, talao (talago), mangrove dan ada konservasi penyu. Lahan berbatasan dengan laut, Sungai Muaro Mangguang, persawahan dan pemukiman warga.

Kawasan mangrove sebelum 2010, sangat kritis karena ditebangi warga sekitar. Batang pohon untuk kayu bakar dan bangunan. Program rehabilitasi dan rekonstruksi mangrove masuk dan banyak bibit ditanam.

Dia bilang, tak mudah menyadarkan masyarakat berhenti menebang mangrove dan meningkatkan kesadaran pohon ini penting bagi kehidupan. Sayangnya, kala kesadaran warga sudah terbangun, ada oknum masyarakat lain menghancurkan ribuan batang mangrove dalam beberapa hari.

Dia menyesalkan tindakan ini karena sejak 2013, dia bersama tim pegiat lingkungan TDC Pariaman dan Pemerintah Pariaman, menanam mangrove. Hingga 2018, ada 30.000 bibit mangrove ditanam. Jumlah itu, katanya, bahkan lebih banyak kalau digabung dengan yang ditanam BUMN.

Eni Kamal, Dosen Kelautan Universitas Bung Hatta Padang Sumatera Barat menilai, pengetahuan masyarakat mengenai manfaat hutan mangrove di pesisir masih minim. Ia jadi pekerjaan rumah tersendiri bagi pemerintah.

Hutan mangrove, katanya, memiliki manfaat cukup besar bagi vegetasi laut, di mana 75% kehidupan biota laut bermula di hutan mangrove seperti pembiakan.

“Kalau hutan mangrove hilang, masyarakat sendiri yang rugi mau menangkap apa lagi di laut? Soalnya ikan sudah ilang karena vegetasi rusak.”

 

Keterangan foto utama:     Hutan mangrove di kawasan konservasi Desa Apar,  Pariaman, hancur dibabat oleh beberapa oknum warga untuk bangun jalan. Foto: Vinolia/ Mongabay Indonesia

 

Hutan mangrove konservasi Desa Apar, Pariaman, hancur untuk proyek pembukaan jalan yang menghubungkan Desa Ampalu sampai ke Padang Birik- birik kecamatan Pariaman Utara. Foto: Vinolia/ Mongabay Indonesia

 

 

 

 

Exit mobile version