Mongabay.co.id

Minyak Sawit Cemari Laut Buton Selatan, Ini Foto-fotonya…

Kondisi laut pasca tumpahan CPO. Warna menguning dan mempunyai ketebalan sekitar 3-5 cm. Hal ini berdasarkan pengukuran oleh warga dan Dinas Lingkungan Hidup. Foto: Kamarudin/ Mongabay Indonesia

 

 

Kapal tongkang bermuatan minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO), karam di Perairan Tanjung Masiri, Kecamatan Batauga, Kabupaten Buton Selatan, Sulawesi Tenggara, Jumat (28/12/18).

Kapal karam bersama tugboat bernomor TT57, gandengannya, bertolak dari Kabupaten Poso, menuju Kota Baru, Kalimantan Selatan. Dua kapal ini karam karena ombak dan angin kencang. Akibatnya 3,7 ton minyak sawit mentah tumpah ke laut. Perairan Tanjung Masiri, menguning.

Wahyudi, Humas Basarnas Kendari, menerangkan, kondisi lingkungan Tanjung Masriri yang tercemar bukan kewenangan mereka. Basarnas, hanya menyelamatkan jiwa para kapten kapal dan anak buah kapal (ABK).

“Hanya sebagian minyak sawit masih di dalam bak penampungan tongkang. Minyak ternyata di dalam bak terbuka. Ada 15 kru dan ABK Kapal berhasil kami evakuasi, mereka sudah aman di Buton,” katanya.

Wahyudi mengatakan, minyak sawit mentah ini milik PT Gebari Medan Segara, akan dibawa ke pemurnian. Lagi-lagi, katanya, soal pencemaran akan didalami pihak-pihak lain seperti Badan Lingkungan Hidup maupun kepolisian.

 

Kondisi laut yang tercemar CPO tumpah di Buton Selatan. Foto: Kamarudin/ Mongabay Indonesia

 

 

Harus cepat ditangani

La Ode Ahmad Nur Ramadan, ahli kimia dari Universitas Halu Oleo Kendari, menjelaskan, minyak sawit sangat berbahaya bagi lingkungan dan dapat mengganggu kehidupan biota laut.

Pemerintah, katanya, tak bisa diam, harus turun tangan. Begitu juga perusahaan, katanya, harus bertanggung jawab dan cepat menangani tumpahan ini. Dia khawatir bakteri di laut tak mampu cepat mengurai tumpahan minyak ini.

“Meskipun bahayanya tak seperti bensin atau oli, namun jelas berbahaya bagi ekosistem dan biota laut di wilayah itu,” kata Ramadan, seraya bilang 3.7 ton itu jumlah yang besar.

 

Tungboat pembawa minyak sawit mentah, karam. CPO pun mencemari laut sekitar. Foto: Kamarudin/ Mongabay Indonesia

 

Aminoto, Kabid Lingkungan Hidup, Dinas Lingkungan Hidup Sultra, mengatakan, upaya tanggap darurat berkoordinasi dengan instansi terkait sudah dilakukan. Mereka juga sudah mengisolasi tumpahan minyak tak menyebar ke wilayah lain.

“Ini musibah, kami berikan sepenuhnya kepada petugas kebencaan Buton Selatan. Soal pencemaran lingkungan tetap kami berupaya penanganan bersama tim yang lain,” katanya.

Aminoto bilang, pemerintah meminta perusahaan lakukan penanganan bersama. Berdasarkan UU Lingkungan Hidup, perusahaan yang mencemari lingkungan bertanggung jawab tanggap darurat dan pemulihan.

“Apabila perusahaan punya alat, kita menetapkan waktu mininal tanggap darurat. Kalau mereka tak punya alat, dapat dilakukan BPBD.”

Udin, Direktur Walhi Sulawesi Tenggara meminta, KLHK menyelidiki kasus ini. CPO, katanya, dapat mengancam ekosistem laut. Ikan-ikan kelompok pelagis, penyu juga terumbu karang pada kedalaman 0-100 meter berpotensi terdampak tumpahan minyak sawit mentah ini.

“CPO mengandung biological oxigen demand yang tinggi, jika terbuang ke lingkungan akan berbahaya, di permukaan laut bioplankton dan mikroorganisme laut akan langsung mati,” katanya.

Perusahaan, katanya, juga mempunyai kewajiban dan bertanggung jawab penanganan tumpahan CPO sesuai diatur UU.

 

Keterangan foto utama:    Kondisi laut pasca tumpahan CPO. Warna menguning dan mempunyai ketebalan sekitar 3-5 cm. Hal ini berdasarkan pengukuran oleh warga dan Dinas Lingkungan Hidup. Foto: Kamarudin/ Mongabay Indonesia

 

Proses evakuasi kapten kapal dan ABK tugboat oleh Basarnas Pos Baubau, 15 orang selamat. Saat ini sementara ditangani oleh pemerintah setempat. Foto: Humas Basarnas Kendari

 

 

 

Exit mobile version