Mongabay.co.id

Rawan Gempa, PLTA Batang Toru Dibangun Tanpa Analisis Risiko Bencana

Inilah bayi kembar orangutan tapanuli dengan induknya yang terpantau di ekosistem Batang Toru, Sumatera Utara. Foto: SOCP

 

Informasi penting terungkap mengenai kondisi pembangunan PLTA Batang Toru pada diskusi interaktif yang diadakan Ikatan Alumni Institut Teknologi Bandung (IA ITB) Daerah Sumatera Utara, di Medan, pertengahan Desember 2018. Tenaga ahli dari PT. North Sumatra Hydroquinone Energy (PT. NSHE) mengungkapkan, pihaknya tidak mempersiapkan analisis risiko bencana pembangunan bendungan proyek pembangkit listrik tenaga air tersebut.

Perusahaan yang mendapat pinjaman dana dari Bank of China ini hanya melakukan kajian manajeman risiko agar bendungan tidak jebol. Sedangkan dampak bendungan hancur jika terjadi gempa atau human error tidak ada. Perusahaan sangat meyakini, tidak terjadi masalah dengan proyek tersebut.

Didiek Djawardi, tenaga ahli PT. NSHE mengatakan, pembangunan bendungan sudah mengikuti ketentuan ICOLD 2016. Natural hazard-nya adalah air dan gempa, karena lokasinya di antara segmen aktif Sesar Sumatera. Ada dua jenis gempa yang mungkin terjadi, yang diketahui sumbernya dan yang tidak.

Baca: Populasi Orangutan Tapanuli Banyak Ditemukan di Lokasi Pembangunan PLTA Batang Toru

 

Kelahiran orangutan kembar sangat jarang terjadi, dan ini ditemukan pada orangutan tapanuli di ekosistem Batang Toru. Foto: SOCP

 

Menurut Didiek, studi telah selesai dilakukan, namun analisis masih berlangsung. Perusahaan menjamin bendungan tidak jebol sehingga tidak perlu disiapkan kajian risiko bencana. “Kami membangun bendungan tidak di atas sesar gempa.”

Potensi gempa di Batang Toru diakui Didiek memang ada. Di lokasi bendungan dan sesar besar Sumatera ada 22 segmen, di persimpangan segmen Toru ada 4, lalu segmen Barumun 7 dan ada juga segmen Angkola. “Studi geologi kami lakukan menggunakan peta tiga dimensi, untuk mengetahui sesar-sesar yang mengganggu bendungan. Konstruksi bendungan yang dibuat bisa menahan gempa,” tuturnya.

Baca: Petisi Hentikan Proyek PLTA Batang Toru Menanti Dukungan

 

Sungai Batang Toru yang airnya dimanfaatkan masyarakat untuk kebutuhan sehari-hari. Foto: Ayat S karokaro/Mongabay Indonesia

 

Menyikapi pandangan tersebut, Dana Tarigan, Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Sumatera Utara menyatakan, apa yang dilakukan perusahaan hanya sebatas proyek agar investor puas hasilnya. Harusnya, PT. NSHE membuat manajemen risiko bencana, apa dampak negatifnya jika bendungan hancur dan siapa yang terdampak langsung? “Harus ada transparansi dan tidak boleh dipandang remeh,” jelasnya.

Dana menyesalkan sikap pemerintah daerah yang terkesan memaksakan proyek terus jalan tanpa memikirkan masyarakat. “Selama ini masyarakat tidak pernah diberitahu perkembangan proyek dan hal terburuk yang harus diantisipasi,” jelasnya.

Baca juga: Proyek PLTA di Hutan Batang Toru, Dibangun untuk Kepentingan Siapa?

 

 

Lini masa skala gempa Benioff untuk bendungan PLTA Batang Toru. Foto: Ayat S Karokaro/Mongabay Indonesia

 

 

Pernah terjadi gempa

Mudrik Rahmawan Daryono, ahli gempa dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) menyatakan, berdasarkan penelitian dan data, gempa yang pernah terjadi di sekitar Batang Toru mencapai 7 SR, dengan panjang retakan 18-30 km.

Gempa terjadi karena sesar aktif mengalami pergeseran yang tidak dapat diperkirakan. Antar-segmen sesar juga saling mempengaruhi, artinya jika terjadi gempa di satu segmen, dapat memicu gempa di segmen lainnya. “Faktor aktivitas manusia, seperti pembangunan waduk, selain dapat memicu terjadinya gempa juga dapat memperpendek siklus gempa,” jelasnya.

Menurut dia, saat ini Kementeriaan ATR mulai merubah filosofi tata ruang, sehingga faktor kebencanaan menjadi penting. Untuk itu, pemetaan sesar aktif perlu dilakukan terutama di kota-kota terbangun. Hasil penelitian terbaru menunjukkan, ada 295 sesar aktif slip rate di Sesar Sumatera. “Frekuensi kejadian harus diperhatikan. Riset secara rinci harus dilakukan perusahaan untuk mengetahui itu semua.”

Pemetaan sesar aktif di Indonesia secara detil baru diketahui di Palu, Sumatera Utara, dan Lembang. “Jadi, belum aman untuk pembangunan bendungan di Batang Toru,” paparnya.

 

 

Ahli Geologi Sumatera Utara, Lismawaty mengatakan, pembangunan infrastruktur PLTA Batang Toru harus mempertimbangkan aspek fisik geologi yang strukturnya dapat melemahkan batuan. Untuk PLTA Batang Toru, adanya Sesar Sumatera menambah risiko bencana. Kondisi batuan di sekitar PLTA, meliputi Kecamatan Sipirok – Marancar – Batang Toru merupakan batuan vulkanik, sedimen, dan lapisan hasil letusan Gunung Toba.

Jenis batuannya batu pasir, batu lempung, dan batu piroklastik yang semuanya bersifat kekompakan rendah. Struktur batuan ini merupakan peringatan bagi semua pihak untuk berhati-hati membangun daerahnya. Kekuatan gempa pada jenis batuan tersebut akan terasa lebih kuat dari nilai sebenarnya. “Gempa dapat menimbulkan kerugian besar, tidak dapat dicegah, diperkirakan waktu, tempat dan besarnya guncangan,” tandasnya.

 

 

Exit mobile version