PT. Emas Mineral Murni (EMM) yang telah mendapat Izin Usaha Pertambangan (IUP) Operasi Produksi melalui SK Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) RI Nomor 66/I/IUP/PMA/2017 pada 19 Desember 2017, tidak memiliki Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH) dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).
Dirjen Planologi Kehutanan dan Tata Lingkungan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Sigit Hardwinarto dalam surat penjelasan tentang IUP PT. EMM yang dikirimkan kepada Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD RI) Aceh, Sudirman, tertanggal 30 November 2018, menjelaskan hal tersebut.
“Hasil overlay menunjukkan, areal IUP PT. EMM dengan Peta Kawasan Hutan Provinsi Aceh skala 1:250.000, sesuai lampiran Keputusan Menteri LHK Nomor SK.103/MenLHK-II/2015 tanggal 2 April 2015, berada pada kawasan hutan lindung (HL) seluas 6.019 hektar dan areal penggunaan lain (APL) seluas 3.981 hektar,” terang Sigit dalam surat dengan nomor: S.1483/pkn/pen/pla.o/11/2018.
Sigit menyebutkan, berdasarkan data perkembangan penggunaan kawasan hutan di Direktorat Rencana, Penggunaan dan Pembentukan Wilayah Pengelolaan Hutan, Direktorat Jenderal Planologi Kehutanan dan Tata Lingkungan, tidak terdapat Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH) maupun permohonan IPPKH atas nama PT. EMM.
Baca: Pemerintah Aceh Belum Bersikap Terhadap Tambang Emas di Beutong, Ada Rahasia?
Sigit menambahkan, berdasarkan undang-undang dan peraturan pemerintah, penggunaan kawasan hutan hanya dapat dilakukan di dalam kawasan hutan produksi dan hutan lindung. Penggunaan kawasan hutan dilakukan tanpa mengubah fungsi pokok kawasan hutan dan mempertimbangkan batasan luas dan jangka waktu tertentu serta kelestarian lingkungan.
“Penggunaan kawasan hutan untuk kepentingan diluar kegiatan kehutanan dilakukan melalui pemberian izin pinjam pakai kawasan oleh Menteri LHK serta pengunaan kawasan hutan untuk kegiatan pertambangan dalam kawasan hutan lindung hanya dapat dilakukan dengan pola pertambangan bawah tanah,” jelasnya.
Anggota DPD asal Aceh, Sudirman mengatakan, surat balasan KLHK itu telah ia serahkan ke Walhi Aceh sebagai data pendukung atau alat bukti gugatan yang telah dilakukan Walhi di Pengadilan Tata Usaha Negera Jakarta Timur.
“Jika melihat aturan, harusnya PT. EMM memiliki IPPKH. Tapi kenapa IUP untuk operasi produksi sudah keluar duluan?,” ujar Sudirman.
Baca: Merusak Hutan Beutong Sama Saja Mengusik Harimau Sumatera
Tidak punya izin
Direktur Wahli Aceh, Muhammad Nur menyebutkan, seharusnya PT. EMM telah mengantongi IPPKH sebelum mendapatkan IUP usaha produksi. Termasuk, sebelum melakukan kegiatan apapaun di dalam hutan lindung.
“Ini diatur UU Nomor: 41 tahun 1999 tentang kehutanan dan aturan tentang pedoman pinjam pakai kawasan hutan yang dikeluarkan KHLH dalam putusan Nomor: P.50/menlhk/sekjen/kum.1/6/2016,” sebutnya.
Muhammad Nur mengatakan, dalam kontek kekhususan Aceh, Qanun Aceh No 7 Tahun 2016 tentang Kehutanan mengatir, penggunaan kawasan hutan untuk kepentingan pembangunan di luar kegiatan kehutanan hanya dapat dilakukan untuk kepentingan pembangunan strategis, untuk publik yang tidak dapat dielakkan.
“Izin dikeluarkan Gubernur setelah mendapat rekomendasi dinas dan dilaporkan kepada DPRA,” ungkapnya.
Muhammad Nur menambahkan, sesuai dengan Pasal 134 ayat (2) UU No. 4 Tahun 2009 tentang Mineral dan Batubara, kegiatan usaha pertambangan tidak dapat dilaksanakan pada tempat yang dilarang untuk melakukan kegiatan usaha pertambangan sebelum memperoleh izin dari instansi Pemerintah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pelanggaran tanpa dilengkapi IPPKH berdampak pada ancaman sanksi pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar Rupiah) sebagaimana diatur Pasal 78 ayat (6) UU Kehutanan.
“Dalam kasus izin pertambangan PT. EMM, seharusnya Kepala BKPM RI mencabut dan membatalkan IUP perusahaan ini. Gubernur Aceh juga memiliki dasar hukum kuat untuk merekomendasikan pencabutan izin tersebut.”
Baca: Tidak Ada Tempat untuk Perusahaan Tambang Emas di Beutong!
Kegiatan merusak
Pegiat lingkungan di Kabupaten Nagan Raya dan Aceh Tengah juga menolak izin yang dikeluarkan BKPM tersebut, karena selain merusak hutan dan jalur satwa juga mengancam kehidupan masyarakat.
“Kami tidak ingin harimau kehilangan habitatnya lalu masuk permukiman dan bertikai dengan masyarakat,” terang Sulaiman, warga Kecamatan Beutong Ateuh Banggalang, Kabupaten Nagan Raya.
Sulaiman berpendapat, selama ini belum pernah terdengar perusahaan emas bekerja sesuai aturan. Banyak pencemaran terjadi dan masyarakat terkena imbasnya. “Masyarakat tidak pernah sejahtera dengan kehadiran perusahaan tambang emas, ini bisa dibuktikan di semua daerah,” ungkapnya.
Kepala BKSDA Aceh Sapto Aji Prabowo juga berharap, hutan Beutong di Kabupaten Nagan Raya tetap terjaga karena wilayah ini penting sebagai jalur lintasan dan habitat harimau sumatera.
“Ini hutan penghubung antara Kawasan Ekosistem Leuser dan Ulu Masen. Biarkan saja tetap hutan, rumahnya satwa liar dan banyak manfaat juga yang kite peroleh,” tandasnya.
Sebagai informasi, BKPM RI telah mengeluarkan izin untuk PT. EMM yang akan menambang emas di Kabupaten Nagan Raya dan Aceh Tengah, dengan luas areal izin yang diberikan mencapai 10.000 hektar. Dari jumlah itu, lebih 6.000 hektar berada di hutan lindung, termasuk Kawasan Ekosistem Leuser yang merupakan Kawasan Strategis Nasional.