Indonesia memiliki keragaman biota laut tertinggi di dunia, termasuk jenis elasmobranchii, atau ikan bertulang rawan. Namun, seiring tingginya eksploitasi sumberdaya perikanan, alat tangkap tidak ramah lingkungan, dan degradasi lingkungan habitatnya, populasi beragam jenis ikan di perairan Indonesia berkurang. Bahkan, beberapa jenis ikan pun sudah langka dijumpai, termasuk jenis pari gergaji (sawfish).
Bagi masyarakat awam pari gergaji ini sering disebut dengan hiu gergaji. Secara morfologi memang bentuknya mirip seperti hiu. Namun jika diperhatikan seksama, terdapat perbedaan spesifik antara jenis hiu dan pari yaitu tapis insangnya.
Jika kelompok jenis hiu posisi tapis insangnya berada disamping bagian kepala pada sisi kiri dan kanan, maka untuk jenis pari posisi tapis insang berada di bagian bawah (ventral).
Baca juga: Kala Pari Gergaji Tertangkap Nelayan di Riau
Sebelumya, para saintis menyebut terdapat tujuh jenis pari gergaji di perairan dunia. Penelitian terbaru dengan menggunakan uji DNA jumlahnya ditetapkan menjadi lima. Dua jenis teridentifikasi sebagai jenis yang sama dengan Pristis pristis (Faria et al, 2013). Dari lima yang ada, maka empat jenis pari gergaji terdapat di perairan Indonesia.
Berdasarkan PP Nomor 7/1999, juncto aturan Nomor P.2/MENLHK/SETJEN/KUM.1/6/2018 tentang jenis tumbuhan dan satwa yang dilindungi, maka semua jenis pari gergaji ditetapkan dalam status perlindungan penuh. Artinya spesies ini tidak dapat dimanfaatkan kecuali untuk keperluan penelitian.
Meski telah mendapat status dilindungi, namun sejauh ini tidak ada data dan informasi terkait status populasi dan penyebaran pari gergaji di Indonesia.
Untuk memperoleh data tentang keberadaan pari gergaji, maka selama 2017-2018, hasil kerjasama Kementrian Kelautan dan Perikanan (KKP), Wildlife Conservation Society (WCS), Florida Museum of Natural History, dan Des Requins et des Hommes melalui dukungan pendanaan dari Save Our Seas Foundation, dilakukan kegiatan pendataan pari gergaji di perairan Indonesia yang diberi nama “Indonesaw”.
Kegiatan ini meliputi pelatihan identifikasi jenis, peningkatan kesadaran masyarakat tentang konservasi pari gergaji, dan penghimpunan data dan informasi keberadaaan pari gergaji di Indonesia. Dilakukan lewat model jaringan kerja (focal point dan personal investigator) di tujuh region, yaitu: Jawa (Jawa Barat dan Jawa Timur), Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Nusa Tenggara, dan Papua.
Data dan informasi dikumpulkan lewat metode wawancara langsung dengan masyarakat nelayan, nakhoda, pedagang, serta pedagang produk hiu dan pari yang tersebar di beberapa wilayah di Indonesia.
Hasil identifikasi melalui sampel rostum dan sirip ekor, tim studi menjumpai 4 jenis pari gergaji yang ada di Indonesia, yaitu: Anoxypristis cuspidata, Pristis clavata, Pristis zijsron, dan Pristis pristis (nama sebelumnya Pristis microdon atau yang dikenal dengan sebutan hiu sentani).
Dari 4 jenis pari tersebut A. cuspidata merupakan jenis yang dominan tertangkap sebagai bycatch (tangkapan sampingan) dari alat tangkap jaring dan pancing oleh nelayan tradisional yang beroperasi di sekitar perairan Merauke, Papua.
Jenis ini umumnya tertangkap di perairan dangkal dengan kedalaman sekitar 30-40 m di sekitar muara Selat Savan yang terletak antara Pulau Dolok dan Pulau Papua.
Hasil identifikasi rostrum setidaknya terdapat 156 ekor jenis pari gergaji A.cuspidata di perairan tersebut (Masrul, focal point Merauke, 2018). Daerah penangkapan lain pari gergaji yaitu sekitar muara Sungai Bian, Sungai Kumbe, dan Sungai Torassi – Papua hingga perairan Timur Laut Arafura.
Berdasarkan informasi dari nelayan, maka pari gergaji berukuran besar yang diduga jenis Pristis pristis masih tertangkap di perairan muara Selat Mariana
Pada umumnya pari gergaji tertangkap pada bulan Nopember-April yang merupakan musim penghujan. Diduga kemunculan pari gergaji pada periode tersebut terkait dengan kelimpahan jenis ikan pelagis kecil mangsa yang muncul akibat berlimpahnya nutrien yang berasal dari muara-muara sungai.
Salah satu nelayan di Merauke melaporkan bahwa pari gergaji berukuran besar juga pernah tertangkap di perairan perbatasan Indonesia-Australia pada periode musim hujan (Fauzi, nelayan Merauke, pers.comm., 2017).
Keberadaan pari gergaji terdapat juga di perairan Sulawesi. Indikasi keberadaan pari gergaji ini berdasarkan informasi dari salah satu focal point, dimana pada 2017 seorang nelayan pernah menangkap pari gergaji disekitar perairan Pulau Selayar, Sulawesi Selatan.
Pada tahun yang sama kemunculan pari gergaji juga terlihat oleh nelayan di sekitar perairan Donggala, Sulawesi Tengah. Selain itu, lokasi keberadaan pari gergaji di pulau Sulawesi terdapat di perairan Toli-Toli, Togean, Ampanan, Banggai, dan Morowali (Haruna, focal point Sulawesi, 2018).
Di Sumatera, pari gergaji jenis Pristis pristis tertangkap tidak sengaja oleh nelayan di perairan muara sungai kepulauan Riau pada Januari 2018 (Dina, focal point Sumatera, 2017).
Sedangkan pada bulan Nopember-Desember tahun yang sama nelayan Probolinggo, Jawa Timur juga pernah melihat langsung kemunculan pari gergaji di perairan sekitar Madura (Hasan, nelayan, pers.comm., 2018).
Kemunculan dan tertangkapnya pari gergaji oleh nelayan di beberapa wilayah perairan tersebut menunjukkan bahwa keberadaan dan populasi sawfish di perairan Indonesia perlu mendapat perhatian serius dari pemerintah, khususnya Direktorat Konservasi Keanekaragaman Hayati Laut, Kementerian Kelautan dan Perikanan.
Meskipun status sumberdayanya sudah dilindungi, namun fakta di lapangan menunjukkan jenis-jenis pari gergaji masih tertangkap nelayan di Indonesia; yang umumnya dimanfaatkan masyarakat lokal untuk dikonsumsi dagingnya. Hal ini terjadi karena sebagian nelayan belum mengetahui jika biota tersebut sudah dilindungi penuh.
Jika kejadian ini terus dibiarkan maka bukan tidak mungkin status sumberdaya sawfish akan berubah dari status langka (endangered) menjadi sangat langka (critically endangered). Khususnya untuk pari gergaji dominan dari jenis Anoxypristis cuspidata.
Dalam rangka melestarikan jenis-jenis pari gergaji, maka kedepan perlu dilakukan upaya oleh pemerintah pusat untuk melakukan: 1) Sosialisasi pengenalan jenis-jenis pari gergaji dan peningkatan pemahaman pentingnya perlindungan pari gergaji, 2) Pelatihan teknis pelepasan pari gergaji jika tertangkap oleh nelayan, dan 3) Pengembangan strategi konservasi lewat kerjasama antara pemerintah pusat, pemerintah daerah, petugas lapangan, kelompok nelayan, dan lembaga swadaya masyarakat baik nasional maupun internasional.
* Dharmadi. Penulis adala peneliti pada Pusat Riset Perikanan, BRSDM-KKP