Mongabay.co.id

Edwar Sanger: Cerita Penanganan Karhutla sampai Antisipasi El-Nino 2019

Kebakaran di Dusun Suka Damai, Desa Tanjung Leban, Kecamatan Kubu, Rokan Hilir, Riau, tak hanya menghanguskan kebun, sawit warga, juga belasan rumah, sepeda motor dan mobil pick up, Jumat (17/8/18). Foto: Zamzami/ Mongabay Indonesia

 

 

Bicara soal penanganan kebakaran hutan dan lahan (karhutla) di Riau selama tiga tahun terakhir, mungkin orang akan ingat Edwar Sanger. Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Riau ini mudah dikenal melalui kumis tebalnya. Tentu saja, dia juga dikenal lantaran pada setiap musim kebakaran hutan, selalu jadi narasumber di pemberitaan.

Ikon kumis itu dia pertaruhkan pada 2016. Kala tahun itu Riau bebas asap, dia bernazar cukur kumis yang sudah 16 tahun menghiasi wajah. Dia tak rela menyaksikan Riau selalu diselimuti kabut asap kebakaran hutan selama 18 tahun. Pada 2017 awal, kumis pun tak ada lagi. Dia mengklaim, Riau bebas asap.

Mongabay bertemu Edwar Sanger akhir 2018 di Pekanbaru dan berbincang soal penanganan karhutla di Riau. Terutama menyambut El Nino pada 2019. Berikut wawancaranya.

Bagaimana evaluasi penanganan karhutla 2018?

Kebersamaan kita (cukup kuat). Dengan komando dari Dansatgas (komandan satuan tugas), (kami) sangat efektif memberikan pencerahan kepada seluruh satgas, baik kabupaten-kota maupun desa-desa. Kami terus turun bersama Pak Dansatgas dalam memantau dan memberikan arahan kepada Dansubsatgas di kabupaten-kota.

Dengan seperti ini, pencegahan lebih awal itu lebih bagus. Namanya karhutla, yang penting itu penanganan dini. Penanganan dini waktu kebakaran itu masih kecil. Kalau sudah besar susah. Konsekuensinya, kita banyak patroli, turun, (memberikan) informasi kepada masyarakat, edukasi, dan koordinasi dengan kawan-kawan. Kita juga terima kasih kepada pemerintah kabupaten-kota sudah mem-back-up kerjaan.

Sesuai arahan presiden (pada) Februari lalu, jangan terjadi lagi kebakaran hutan dan lahan yang mengakibatkan kabut asap. Waktu itu, kita ada event (acara-red) Asian Games, Paralympic Games. Kita merasakan di Riau sendiri, dengan tak ada asap tiga tahun belakangan, iya toh, ekonomi menggeliat. ISPA (infeksi saluran pernapasan akut-red) tidak (banyak) lagi. Bahkan event-event internasional dan nasional dilakukan. Tour de Siak juga mulus. Saya ingat Tour de Siak 2015 tertunda karena asap. Itu yang kita syukuri. Ini semua berkat kerjasama kita, berkat kesadaran kita menjaga Riau. 

 

Kebakaran hutan dan lahan di Dumai, Riau. Foto: dari Instagram Haris Gunawan, Deputi BRG

 

Tahun 2018, masih ada kebakaran. Apa tantangan penanganan karhutla tahun lalu?

Kalau kita merasakan tantangan tahun ini (2018), faktor cuaca ekstrim. Juga lokasi-lokasi tempat terbakar itu jauh dan sulit kita tembus. Ada daerah sulit kita jangkau, seperti di Rohil (Rokan Hilir). Itu sangat jauh. Berbatasan dengan Sumut (Sumatera Utara). Hingga mobilisasi kita cukup jauh. Juga di Indragiri Hilir. Kalau dengan helikopter water bombing, jauh. Lokasi terbakar juga di tengah-tengah hutan yang tidak bisa ditembus jalan darat. Hampir 17 kilometer. Alhamdulillah, Allah menolong kita. Turun hujan. Jangan sampai terjadilah keterlambatan (penanganan). Hujan itulah yang menolong. Kalau water bombing itu (membantu) memadamkan (kebakaran) skala kecil. Kalau skala besar, ya hujan.

Bagaimana dengan keterbatasan anggaran di APBD Riau?

Kita harus berinovasi. Kalau di sini (provinsi) terbatas, kita lapor ke BNPB (Badan Nasional Penanggulangan Bencana). Kalau semua tergantung anggaran, gak kerja kita. Kasihan masyarakat. APBD kita kecil (untuk karhutla), tetapi kok bisa? Ya itulah, semangat itu. Saya kurang sependapat kalau semua itu (tergantung) anggaran. Semua tergantung nawaitu (niat).

Apakah kebakaran 2018 itu banyak terjadi di perkebunan besar?

Di lahan masyarakat, juga di daerah-daerah open access. Kalau konsesi perusahaan, itu (mereka) jaga. Lagi pun mereka gak berani membakar. Karena konsekuensi sangat tinggi kalau ketahuan. Karena itu, kita memberi pemahaman kepada masyarakat, agar jangan membuka lahan dengan cara membakar.

Mana lebih besar, di konsesi atau lahan masyarakat?

Di (lahan) masyarakat lebih besar (2018). Bukan berarti kebakaran di konsesi itu disengaja. Itu lokasi open access.

Apakah kebakaran itu dilakukan sengaja?

Dibakar. Bukan terbakar. Kita gak tau, apakah mereka mau buka lahan, atau illegal logging. Mungkin ada unsur kesengajaan dan ada unsur ketidaksengajaan, misal, pemancing membuang puntung rokok.

Selama menangani karhutla di Riau, apa sebenarnya akar masalahnya?

Terbakar karena gambut kering. Karena gambut kita sangat dalam.

Saya (tugas BPBD) ini di hilir. Hulu bukan saya. Harusnya di hulu itu (diperkuat). Kalau tak tertanggulangi oleh orang itu, baru saya turun. Kalau hulu itu bagus, (mungkin) saya tidak bekerja, saya duduk-duduk manis. Mungkin di KLHK (Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan)-nya, perizinan, saya gak ngertilah. Misal, perizinan diperketat, atau gimana. Di pencegahan, kalau pencegahan semua berjalan baik, saya kira tidak akan terjadi (kebakaran). Kalau pun terjadi mungkin tidak skala besar.

Bagaimana dengan solusi dari Badan Restorasi Gambut?

Restorasi gambut, kalau memang dilaksanakan dengan betul, itu efektif. Makanya BRG (Badan Restorasi Gambut) sekarang punya desa-desa (yang) menjadi percontohan seperti di Meranti dan Kampar. Itu bagus.

Kita (BPBD) tinggal perkuat titik koordinasi di Pekanbaru. Titik kuat kedua di Dumai dan titik kuat ketiga di Japura (Indragiri Hulu) untuk refuelling.

Kalau skala 1-10, berapa nilai kinerja BPBD setahun ini?

Tentu yang menilai itu bukan saya. Kalian (publik) yang menilai. Sekarang masyarakat sudah merasakan bagaimana tiga tahun ini. Silakan nilai sendiri. Yang jelas, tiga tahun ini anak-anak sudah sekolah, ceria semua. Ekonomi kita jalan, bandara kita tidak tutup, bandara kita tidak penuh dalam konteks (pasien) ISPA, transportasi lancar, hotel penuh, event-event berjalan.

 

Edwar Sanger, Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Riau. Foto: Zamzami/ Mongabay Indonesia

 

Apa yang harus diperhatikan pada 2019 dalam konteks karhutla?

Saya diinfokan oleh BMKG, 2019 ini fenomena hampir (seperti) 2015, El-Nino. Musim kemarau panjang dan agak kering. Itu kan prakiraan. Tentu kita harus mengantisipasi. Pada 2019, saya akan melapor dulu ke bapak gubernur yang baru, Bapak Syamsuar. Mungkin dia punya strategi atau kebijakan mengenai karhutla ini, ya monggo. Kita sinergikan. Pengalaman 2016, 2017, dan 2018, menjadi pegangan kita.

Saya juga sudah koordinasi dengan BNPB. Saya sudah lobi BNPB untuk meminta alat. Prosesnya khan panjang. Dari kemarin kita minta bantuan peralatan mesin dan lain-lain. Supaya ini bisa jadi persiapan 2019. Maka saya kemarin minta masukan ke kawan-kawan BPBD kabupaten-kota, apa yang dibutuhkan mereka. Sudah kami rangkum dan saya langsung bawa ke BNPB.

(Tahun) 2019, (anggaran) OPD (organisasi perangkat daerah) yang paling kecik itu adalah saya (BPBD). Jangan itu kita jadikan alasan. Kita tetap semangat. Jadi saya harus lebih keras lagi melobi ke pusat karena keterbatasan anggaran di sini.

Risiko kerja sangat tinggi. Tantangan kami mati. Jangan kira naik helikopter itu enak. Orang kan gak tau. Saya kalau sudah keluar dari rumah ya lillahi ta’ala. Kita tidak ada asuransi.

Bagaimana tanggapan bapak atas kasus hukum korupsi anggaran BPBD Dumai?

Saya no comment. Itu kejadian belum zaman saya. Kalau di lapangan tidak bisa satu tambah satu (sama dengan) dua. Membeli makan di lokasi itu bukanlah gampang. Di lapangan situasi beda. Itu yang harus dipahami (publik). Kalau dia (korupsi) untuk kepentingan pribadi, itu lain lagi. Itu yang saya tekankan pada kawan-kawan di lapangan pada 2015 awal. Jangan (korupsi). Biar kita gak makan.

Pernah terbayang berkarir di BPBD?

Yang namanya kita ASN (aparatur sipil negara), ini khan harus siap. Saya tidak pernah membayangkan di BPBD. Karena basic saya di protokol, (dan) olah raga. Ketika wawancara dengan Pak Andi Rahman (gubernur), (dia) melihat potensi saya di sana (BPBD). Padahal, BPBD bukan tempat yang saya pilih (harap).

Membangkit batang terendam, saya bertanya pada senior-senior. Sekarang (BPBD) sudah bangkit. Saya jalin juga berkomunikasi dengan BNPB pusat.

Apa harapan Anda tahun 2019?

Saya bersyukur. Allah sudah memberikan yang terbaik. Mungkin kalau saya tidak di BPBD, saya tidak merasakan bagaimana menjadi Pj (Pejabat) dan Plt (pelaksana tugas) Walikota haha… Tentu saya berharap yang terbaik menurut Allah. Saya perlu bimbingan terutama dari bapak gubenur yang baru, seperti apa yang harus saya lakukan. Saya ini orang pekerja. (wakil) gubernur sekarang (mantan) dansatgas saya. Kalau dipercaya (lagi) saya siap. Kalau tidak dipercaya, saya siap juga.

Saya paling senang berkumpul dengan keluarga. Anak saya tiga. Perempuan semua. Saya berharap kebersamaan dengan keluarga. Saya berharap dengan sisa-sisa waktu, bisa berada bersama keluarga.

 

Keterangan foto utama: Kebakaran di Dusun Suka Damai, Desa Tanjung Leban, Kecamatan Kubu, Rokan Hilir, Riau, tak hanya menghanguskan kebun, sawit warga, juga belasan rumah, sepeda motor dan mobil pick up, Jumat (17/8/18). Foto: Zamzami/ Mongabay Indonesia

 

Masyarakat Peduli Api Kecamatan Medang Kampai, Dumai, Riau, bekerja keras memadamkan api dan membasahi gambut bersama Manggala Agni, TNI, Polri, BPBD dan BNPB. Foto: dari Instagram Nazir Foead, Kepala BRG

 

 

Exit mobile version