Mongabay.co.id

Pakar: Bendungan PLTA Batang Toru Masuk Zona Merah Gempa

Hutan batang Toru menyediakan pakan yang cukup untuk orangutan tapanuli. Foto: Junaidi Hanafiah/Mongabay Indonesia

 

Sidang gugatan Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Sumut kepada Gubernur Sumatera Utara ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Medan terkait pemberian izin lingkungan untuk PT. NSHE kembali digelar. PT. North Sumatra Hydroquinone Energy (PT. NSHE)   merupakan perusahaan yang mengerjakan proyek Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) Batang Toru.

Senin (7/1/2019), Walhi Sumatera Utara menghadirkan pakar geofisika dari Institut Teknologi Bandung (ITB), Prof. Teuku Abdullah Sanny. Di hadapan majelis hakim, Abdullah menjelaskan keilmuannya mengenai geologi patahan gempa. Berdasarkan penelitian dan fakta yang ada, kawasan ekosistem Batang Toru masuk zona merah gempa. Termasuk, lokasi dibangunnya bendungan Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) Batang Toru.

“Jika skala 1 hingga 10, Batang Toru ada diangka 5 sampai 6,” jelas profesor yang dipercaya sebagai pengkaji kegempaan proyek kereta api cepat Jakarta – Bandung.

Baca: Walhi Gugat Gubernur Sumatera Utara Terkait Izin Lingkungan PLTA Batang Toru

 

Sungai Batang Toru yang airnya dimanfaatkan masyarakat untuk kebutuhan sehari-hari. Foto: Ayat S karokaro/Mongabay Indonesia

 

Abdullah melanjutkan, berdasarkan kajian, jarak patahan dengan lokasi bendungan hanya lima kilometer. Pengaruh patahan terhadap vibrasi bendungan sangat patut dicermati. Artinya, perhitungan keamanan harus tingkat tinggi. “Ada zona merah yang dihadapi. Apakah lokasi bendungan di segmen paling berbahaya atau tidak, perlu penelitian mendalam, ” jelasnya.

Menurut dia, saat ini lempengan gempa di sejumlah wilayah Indonesia bergerak. Gempa besar setiap saat bisa terjadi, termaksud di lokasi pembangunan PLTA Barang Toru. Para ahli harus menentukan dengan tegas, apakah ini aman atau tidak dibangun bendungan. “Diteruskan atau dihentikan. Atau mungkin bisa juga dipindahkan.”

Gempa yang sudah pernah terjadi di Batang Toru, menurut Abdullah, kisaran 6,9 SR dan 7,3 SR yang berarti radius 5 hingga 15 kilometer sangat terpengaruh. “Perhitungan geologi dan geofisika harus jelas, dimasukkan dalam Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL), apalagi negara kita negara gempa. Investasi mahal ini akan luluh lantak tidak sampai lima menit, jika tidak serius memperhitungkan dampak dan antisipasinya,” jelasnya.

Baca: Rawan Gempa, PLTA Batang Toru Dibangun Tanpa Analisis Risiko Bencana

 

Sungai Batang Toru yang aliran airnya dijadikan sumber utama penggerak PLTA Batang Toru. Foto: Ayat S Karokro/Mongabay Indonesia

 

Presiden serius

Sebelum berangkat ke Medan, Sumatera Utara, Abdullah Sanny menghadap Presiden Jokowi ke Istana Negara untuk membuat kebijakan pengambangunan infrastruktur Indonesia, termaksud di zona patahan Batang Toru.

Abdullah menjelaskan, Presiden meminta dirinya membuat tiga lembar pemikiran kebijakan ke depan. Kebijakan ini dianggap penting, mengingat Indonesia tidak pernah berhenti dilanda gempa dalam beberapa tahun terakhir.

Konsep pembangunan yang Presiden fokuskan, jangan sampai bangunan hancur seketika ketika terjadi gempa, tanpa perencanaan matang. “Harus diantisipasi di Indonesia adalah patahan di Jawa, mulai patahan Jakarta, pataham Bandung, patahan Caribis, juga patahan Lembang. Di Sumatera, walau belum banyak namun ada beberapa lokasi yang patut mendapatkan perhatian penuh, yaitu zona merah Batang Toru,” paparnya.

 

 

Sebelumnya, Didiek Djawardi, tenaga ahli PT. NSHE mengatakan, pembangunan bendungan sudah mengikuti ketentuan ICOLD 2016. Natural hazard-nya adalah air dan gempa, karena lokasinya di antara segmen aktif Sesar Sumatera. Ada dua jenis gempa yang mungkin terjadi, yang diketahui sumbernya dan yang tidak.

Menurut dia, studi telah selesai dilakukan, namun analisis masih berlangsung. Perusahaan menjamin bendungan tidak jebol sehingga tidak perlu disiapkan kajian risiko bencana. “Kami membangun bendungan tidak di atas sesar gempa,” ujar Didiek.

Menyikapi pandangan tersebut, Dana Tarigan, Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Sumatera Utara menyatakan, apa yang dilakukan perusahaan hanya sebatas proyek, agar investor puas hasilnya. Harusnya, PT. NSHE membuat manajemen risiko bencana, apa dampak negatifnya jika bendungan hancur dan siapa yang terdampak langsung? “Harus ada transparansi dan tidak boleh dipandang remeh,” tandasnya.

 

Foto utama:   Hutan Batang Toru menyediakan pakan yang cukup untuk orangutan tapanuli. Foto: Junaidi Hanafiah/Mongabay Indonesia

 

 

Exit mobile version