Mongabay.co.id

Perairan Kaledonia Baru: Ekosistem Terumbu Karang Penting di Pasifik

Salah satu mimpi dari peneliti di bidang biologi laut adalah turut dalam penelitian riset yang komprehensif untuk mengumpulkan ragam data biota laut. Dengan menggunakan berbagai peralatan dan metode canggih, maka riset yang dilakukan diharapkan dapat menjadi dasar untuk pemetaan habitat ekosistem terumbu karang yang ada di dunia. Sayangnya hal ini masih amat terbatas di Indonesia, -salah satu negara maritim terluas di Indonesia. Baik karena alasan teknologi maupun biaya.

Dalam artikel ini, penulis hendak berbagi cerita “keberuntungan penulis” saat beberapa tahun lalu diajak bergabung di bawah supervisi Profesor Serge Andrefouet dari IRD (Institut de Recherche pour le Développement), Perancis untuk melakukan pemetaan ekosistem terumbu dalam ekspedisi di perairan New Caledonia Barrier Reef di perairan Pasifik.

Penelitian ini didukung oleh lembaga The Living Oceans Foundation milik Pangeran Khaled Bin Sultan yang merupakan bagian dari Ekspedisi Terumbu Karang Global (Global Reef Expedition) yang dilakukan bersama-sama Institut de recherche pour le développement (IRD), Prancis dan National Coral Reef Institute di Florida, USA. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan MY (Motor Yacht) riset Golden Shadow.

 

MY (Motor Yacht) Golden Shadow yang berlabuh di pelabuhan Noumea, Kaledonia Baru. Foto: E.E. Ampou

 

Tujuan penelitian ini adalah melakukan kajian terintegrasi, diantaranya memetakan ekosistem terumbu karang dan untuk membuat basis data Sistem Informasi Global citra satelit, peta habitat, peta batimetri, dan transek yang dipotret untuk mendokumentasikan ekosistem terumbu karang dan data biota laut terkait lainnya.

Terumbu di Kaledonia Baru dianggap sebagai wilayah terumbu karang penting di dunia. Adapun, Kaledonia Baru merupakan wilayah status khusus di bawah wilayah administrasi Perancis, yang letaknya sekitar 1.200 km dari daratan Australia.

Ekosistem terumbu di sini merupakan yang terbesar kedua di dunia setelah The Great Barrier Reef di Australia, yang merupakan karang penghalang terpanjang di dunia dengan panjang 1.600 km dan lagunanya, meliputi area 24.000 kilometer persegi.

 

Peta daerah target untuk pemetaan habitat (merah). Sumber: Laporan GRE, 2014

 

Jika digabungkan dengan terumbu di kepulauan Fiji, maka terumbu Kaledonia Baru memiliki keragaman hayati terumbu karang 146 jenis berdasarkan sistem klasifikasi global. Bahkan diperkirakan melampaui Great Barrier Reef dalam keanekaragaman karang dan ikan.

Penelitian ini dilakukan di sekitar Il de Pins (Pins dan Neulka), dan Cook Reef, serta survei ilmiah tentang terumbu karang di Kepulauan Entrecasteaux yang baru-baru ini dilindungi di bagian utara Kaledonia Baru diantaranya adalah Pelotas, Portail, Surpris, Merite, Gilbert dan Huon.

Penelitian terumbu karang ini memberikan informasi baru tentang status dan tren terumbu karang di Kaledonia Baru, dan akan memberikan informasi komparatif di dalam dan di luar kawasan perlindungan laut, termasuk informasi dasar dari Kawasan Konservasi Perairan yang baru didirikan pada tahun 2013. Informasi yang dikumpulkan juga akan memberikan rincian tentang ancaman yang ada terhadap terumbu karang dan sumber daya terumbu karang, dan informasi berharga tentang dampak masa lalu dan pola pemulihan dari gangguan masa lalu.

 

Proses penurunan perahu survey (Calcutta) dan loading barang untuk tim selam. Dok foto: E.E. Ampou

 

Tipologi Habitat

Menurut Andrefouet (2003) dan Ampou (2018) dalam proses klasifikasi tipologi habitat pada ekosistem terumbu karang dibagi dalam 4 bagian yakni: geomorfologi, arsitektur, cover/tutupan dan taksonomi.

Monitoring dilakukan pada ekosistem terumbu karang pada kisaran kedalaman 5-30m. 216 foto transek habitat pada 76 titik penyelaman telah dilakukan di lokasi: Ile des Pins, Prony Bay, Cook Reef, dan atol di Guilbert, Huon, Merite, Neulka, Pelotas, Portail and Surprise. Berikut beberapa jenis tipologi habitat di barrier reef  Kaledonia Baru, diantaranya:

 

Gambar A. Habitat terumbu karang pada kedalaman 10m. Secara Geomorfologi: lereng terumbu (reef slope); Arsitektur: rugosity kategori 3; Cover/tutupan: karang keras (Scleractinia) -+80%; Taksonomi: didominasi oleh genus Acropora (a.l. Acropora humilis). Gambar B.  Kedalaman 5m. Geomorfologi: punggung terumbu (fore reef); Arsitektur; rugosity kategori 2; Tutupan: karang cabang, homogen -+90%; Taksonomi: Anacropora sp. Gambar C. Kedalaman habitat 10m. Geomorfologi: Channel  dengan spur & groove; Arsitektur: rugosity kategori 4; Tutupan: karang keras dengan substrat berpasir; Taksonomi: Acropora sp, Millepora sp  dan Fungia sp.

 

Kajian dan Penelitian terumbu karang

Untuk kajian pada ekosistem terumbu karang aktifitas selam dilakukan di setiap lokasi dengan rata-rata 3 kali penyelaman/hari, sehingga total didapatkan 432 transek ikan, 432 bentik survey, 176 assessment karang dengan 216 foto transek di 76 lokasi. Total 181 spesies ikan dicatat sepanjang 30 m transek di Ile des Pins dan Prony Bay, 80 spesies ikan di Cook Reef, dan 232 jenis ikan di Atol utara.

Penelitian juga diakukan untuk jenis teripang laut (Holothurian) di 31 lokasi di bagian utara Atol, 28 di kawasan terumbu depan dan 8 di laguna. Sebanyak 99 sampel sedimen dikumpulkan di 8 lokasi. 144 sampel karang dari jenis Pocillopora damicornis dikumpulkan dari 9 lokasi untuk mengukur tingkat stres pada karang. 566 biopsi diambil dari kima raksasa (Tridacna maxima, Hippopus hippopus dan beberapa spesies lain). Kima raksasa untuk analisis DNA dan selanjutnya populasi genetik dan analisis phylogeography.

Dari 335 sampel gelatin alga merah (Rhodophyta), alga coklat (Phaeophyta) dan alga hijau (Chlorophyta) yang di ambil di lokasi Iles de Pins. Sebanyak 674 spesies invertebrata, yang diwakili oleh 113 Moluska, 206 Ekinodermata, 331 Krustasea dan 14 invertebrata lainnya.

Science Without Borders” sains tanpa batas, itulah semboyan ekspedisi terumbu karang global. Harapannya di Indonesia yang merupakan negara kepulauan, pun dapat diwujudkan ekspedisi yang berkelanjutan khususnya pemetaan habitat pada ekosistem terumbu karang sebagai salah satu data dukung dalam zonasi di kawasan pesisir.

Untuk seluruh tim yang terlibat dalam kegiatan ekspedisi tersebut dapat di lihat pada tautan berikut.

 

 

Referensi

Andréfouët, S., Kramer, P., Torres-Pulliza, D., Joyce, K.E., Hochberg, E.J., Garza-Perez, R., Mumby, P.J., Riegl, B., Yamano, H., White, W.H., Zubia, M., Brock, J.C., Phinn, S.R., Naseer, A., Hatcher, B.G., Muller-Karger, F.E., 2003. Multi-sites evaluation of IKONOS data for classification of tropical coral reef environments. Remote Sens. Environ. 88, 128–143.

Ampou, E.E., Ouillon, S., Andréfouët, S., 2018. Challenges in rendering Coral Triangle habitat richness in remotely sensed habitat maps: the case of Bunaken Island (Indonesia). Marine Pollution Bulletin 131. P 72–82. INDESO special issue.

Global Reef Expedition: New Caledonia. Field Report. Bruckner, A.W. (2014). Khaled bin Sultan Living Oceans Foundation, Landover MD.  pp. 38.

 

*Eghbert Elvan Ampou, Ph.D. Penulis adalah peneliti di Balai Riset dan Observasi Laut, Badan Riset dan Sumber Daya Manusia Kelautan dan Perikanan, Kementerian Kelautan dan Perikanan, Negara, Jembrana, Bali, Indonesia.

 

 

Exit mobile version