Mongabay.co.id

Masyarakat Adat Lembak: Konservasi Air Danau Dendam Tak Sudah Harus Diutamakan

 

Menjaga kelestarian Danau Dendam Tak Sudah (DDTS) adalah keniscayaan bagi Masyarakat Adat Lembak, Kota Bengkulu. Selain penting bagi kehidupan, kelestarian danau yang berada di kawasan Cagar Alam Danau Dusun Besar (CADDB) itu juga berkaitan erat dengan bukti sejarah masyarakat di masa silam.

“Danau Dendam Tak Sudah merupakan identitas kami, keberadaannya harus dipertahankan,” ujar Usman Yasin, tokoh Masyarakat Adat Lembak dalam pertemuan masyarakat dan pemuda adat yang diselenggarakan Komunitas Tobo Berendo, baru-baru ini.

Pertemuan digagas untuk menyikapi rencana perubahan fungsi sebagian CADDB menjadi Taman Wisata Alam. Dari luas CADDB 577 hektar, rencana perubahannya seluas 88 hektar, dan Danau Dendam Tak Sudah (53 hektar) masuk dalam skema tersebut.

“Rencana pemanfaatan potensi wisata jangan sampai merusak Danau Dendam Tak Sudah. Esensinya konservasi air,” terang Usman.

 

Nelayan tradisional berperahu di Danau Dendam Tak Sudah. Foto: Dedek Hendry/Mongabay Indonesia

 

Cukup banyak tradisi Masyarakat Adat Lembak terkait aktivitas menangkap ikan dan bersawah di danau. Ada ikan main, ikan nyakai, kenuri turun dome (sawah), kenuri penyulung (akan tanam padi), kenuri nasi satan (akan panen), dan kenuri apam (setelah panen).

“Tradisi ini bisa menarik orang berkunjung. Pemberdayaan masyarakat dalam pengembangan pariwisata sangat penting dilakukan,” ujar Syaiful Nawar, Pembina Komunitas Tobo Berendo.

Danau Dendam Tak Sudah telah direncanakan menjadi tuan rumah Festival Sungai dan Danau dalam rangka Visit 2020 Wonderful Bengkulu. Komunitas Tobo Berendo telah melakukan sejumlah kegiatan seperti neron (minum kopi) gratis setiap Minggu pagi di pinggir danau dan aksi bersih-bersih. “Jangan sampai kita tidak dilibatkan,” tambah Dedi Suryadi, Ketua Komunitas Tobo Berendo.

 

Perwakilan tokoh masyarakat dan pemuda adat Lembak melaksanakan Kenuri Tebat di Danau Dendam Tak Sudah. Foto: Sui Bengkulu/Mongabay Indonesia

 

Kajian

Usulan perubahan sebagian fungsi Cagar Alam Danau Dusun Besar telah dikaji Tim Evaluasi Kesesuaian Fungsi yang dibentuk 30 Desember 2016. Berikutnya, Tim Terpadu dibentuk 6 September 2018 dan telah turun ke lapangan pada 29 Oktober – 2 November 2018.

“Tim Terpadu merekomendasikan adanya perubahan fungsi. Kami menunggu SK Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan,” kata Kepala Urusan Evaluasi Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Bengkulu, Said Jauhari, belum lama ini.

 

Pemandangan Danau Dendam Tak Sudah dari udara. Foto: Sui Bengkulu/Mongabay Indonesia

 

Said mengatakan, peluang Masyarakat Adat Lembak untuk dilibatkan dalam pemanfaatan sumber daya air dan wisata alam terbatas sangat memungkinkan. Ada aturan Menteri LHK Nomor: P.43/Menlhk/Setjen/Kum.1/6/2017 tentang Pemberdayaan Masyarakat di Sekitar Kawasan Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian Alam serta Peraturan Direktur Jendral Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem Nomor: P.06/KSDAE/SET/Kum.1/6/2018 tentang Petunjuk Teknis Kemitraan Konservasi Pada Kawasan Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian Alam.

“Bila SK perubahan fungsi turun, rencana penyusunan blok perlindungan, pemanfaatan, tradisional, dan religi akan dilakukan,” terang Said.

 

Danau Dendam Tak Sudah yang berjarak 6 kilometer dari pusat Kota Bengkulu dilihat dari udara. Foto: Sui Bengkulu/Mongabay Indonesia

 

Dikutip dari dokumen BKSDA Bengkulu, CADDB ditunjuk sebagai kawasan konservasi oleh Pemerintahan Hindia Belanda melalui Bisluit Gubernur Hindia Belanda Stb 1936 No. 325 tanggal 17 Juni 1936 seluas 11,5 hektar. Surat Keputusan Gubernur Bengkulu Nomor: 166/B4-1/1979 tanggal 15 Mei 1979 menyebut luasnya 430 hektar yang diperkuat Surat Keputusan Menteri Pertanian Nomor: 171/Kpts/UM/3/1981 tanggal 3 Maret 1981.

Pemancangan batas pun dilakukan berdasarkan SK Menteri Kehutanan Nomor: 383/Kpts-II/1985 tanggal 27 Desember 1985 tentang Tata Guna Hutan Kesepakatan, Pengesahan Batas oleh Menteri Kehutanan pada 24 Februari 1992, dan ditetapkan melalui Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor: 602/Kpts-II/1992 tanggal 10 Juni 1992.

 

Nelayan tradisional mencari ikan di Danau Dendam Tak Sudah. Foto: Muhammad Ikhsan/Mongabay Indonesia

 

Flora yang tumbuh di sini adalah anggrek pensil (Papillionanthe hookeriana), kantung semar (Nephentes sp), pulai (Alstonia scholaris), ambacang rawa (Mangifera spp), terentang (Regraca auriculata), bakung (Crinum asiaticum), sagu (Metroxylon sagu Rottb), dan teratai (Neliumbium nucifera).

 

Nelayan tradisional menggunakan tangkul untuk menangkap ikan di Danau Dendam Tak Sudah. Foto: Muhammad Ikhsan/Mongabay Indonesia

 

Untuk fauna, ada kucing hutan, beruk (Macaca nemestrina), monyet ekor panjang (Macaca fascicularis), lutung (Presbytis cristata), burung raja udang, ikan tabakang (Hellostoma temminckii), juga ikan gabus (Ophiocephalus striatus).

 

 

Exit mobile version