Mongabay.co.id

Demo Perusahaan Sawit, Warga Sembuluh Keluhkan Danau Tercemar Limbah

Buah sawit. Foto: Rhett A. Butler/Mongabay.com

 

Terik matahari di Desa Sembuluh I, tidak menyurutkan semangat ratusan warga berunjuk rasa ke perusahaan sawit PT. Salonok Ladang Mas, Minggu [13/1/2019]. Mereka menuntut keadilan yang telah diabaikan korporasi berdasarkan Peraturan Daerah Provinsi Kalimantan Tengah Nomor 5 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Usaha Perkebunan Berkelanjutan.

Masyarakat gabungan tujuh desa ini, Tabiku, Bangkal, Terawan, Danau Sembuluh I, Danau Sembuluh II, Telaga Pulang, dan Desa Cempaka Baru, Kecamatan Danau Sembuluh, Kabupaten Seruyan, Kalimantan Tengah, menyampaikan sejumlah persoalan.

Jarak tanam kebun kurang 500 meter dari danau, pencemaran limbah pabrik, pestisida, dan pengambilalihan tanah warga untuk lahan perkebunan adalah sejumlah pelanggaran perusahaan yang disampaikan masyarakat. Sembuluh merupakan danau terbesar di Kalimantan Tengah seluas 7.832,5 hektar dengan panjang 35,68 kilometer.

Wardian, tokoh masyarakat Sembuluh yang tanahnya dicaplok perusahaan di sekitar Danau Sembuluh menyatakan limbah perusahaan telah mengotori danau dan merusak habitat ikan. “Semula danau kami airnya bening. Kami minta kondisi danau dikembalikan semula dan lahan di sekitarnya dihijaukan lagi. Ada 53 jenis ikan yang hidup seperti jelawat, arwana, tabiring, dan bamban. Kami harap pemerintah melihat langsung pelanggaran perusahaan.”

Wardian mengatakan, masyarakat berharap danau dapat difungsikan sebagaimana semula: sumber air bersih, sumber penghidupan, dan jalur transportasi. “Akibat pencemaran, kami kesulitan air dan perusahaan tidak pernah memberikan solusi untuk segala permasalahan.”

Baca: Banyak Sungai Tercemar Limbah Sawit, Berharap KPK Tangani Tak Hanya di Danau Sembuluh

 

Masyarakat Sembuluh, Kecamatan Danau Sembuluh, Kabupaten Seruyan, Kalimantan Tengah, berunjuk rasa ke perusahaan sawit yang telah mencemari Danau Sembuluh. Foto: Yusy Marie/Mongabay Indonesia

 

Haji Multani, Ketua Koperasi Danau Alam Subur yang menangani plasma perusahaan PT. Salonok Ladang Mas, menyatakan keberadan lahan perusahaan akan diverifikasi. “Terkait lahan perusahaan, verifikasi tetap berjalan,” tuturnya.

Safrudin Mahendra dari Sove our Borneo (SOB) Kalimantan Tengah menyebut, aksi masyarakat Sembuluh sebagai bentuk kegelisahan. Hampir 20 tahun investasi masuk ke daerah tersebut yang nyatanya membuat warga banyak merugi, seperti pencemaran danau yang merupakan sumber penghidupan mereka. “Tangkapan ikan berkurang, janji-janji investasi yang katanya mau memberi kesejahteraan tidak realisasi, tetutama soal plasma,” katanya.

Kondisi ini harus menjadi pertimbangan pemerintah untuk melakukan evaluasi perizinan. “Kami lihat, perusahaan menggarap lahan di luar hak guna usaha (HGU). Harus ada evaluasi dan sanksi. Jangan lagi bebani masarakat,” ujarnya baru-baru ini.

Baca juga: Anggota DPRD Kalteng dan Petinggi Grup Sinar Mas Tersangka Kasus Suap Limbah Sawit

 

Danau Sembuluh, tak hanya tercemar limbah, tapi juga ditanami sawit. Foto: Walhi Kalteng

 

Kuasai lahan, awal konflik

Hasil riset Walhi Kalimantan Tengah menunjukkan, konflik lahan terjadi setelah masuknya perusahaan sawit. Pada 1994-1995 diawali PT. Agro Indomas di Sembuluh seluas 12 ribu hektar, yang awalnya masuk Desa Terawan, Bangkal, Sembuluh I dan Dukuh Lampasa. Proses masuknya dengan survei untuk mengetahui di mana saja lokasi tanah masyarakat yang terkena langsung pembukaan perkebunan.

Konflik mulai terlihat ketika proses land clearing pada 1996. Ganti rugi tanah dan kesepakatan perusahaan dengan masyarakat Terawan, Dukuh Lampasa, Bangkal dan Sembuluh I mengalami kendala. Perusahaan ini sekarang memiliki pabrik pengolahan CPO (Crude Palm Oil) sendiri.

Perusahaan sawit lainnya yang ada di sekitar Sembuluh adalah PT. Sawit Mas Nugraha Perdana (12.000 ha), PT. Kerry Sawit Indonesia (19.202 ha), PT. Rungau Alam Subur (6.725 ha), dan PT. Salonok Ladang Mas (12.750 ha) yang didemo masyarakat.

Sebelum perusahaan sawit masuk, di Sembuluh telah ada perusahaan hak penguasaan hutan (HPH), yaitu PT. Gajah Seno Sakti dan PT. Kayu Mas yang beroperasi 1980-an. HPH tersebut sedikit banyak berperan mengeksploitasi hutan di sekitar Sembuluh.

 

Foto utama:   Buah sawit. Foto: Rhett Butler/Mongabay

 

 

Exit mobile version