Mongabay.co.id

Kasus Tambang Emas Ilegal di Gunung Botak, dari Jaringan Penambang sampai Perusahaan Terjerat Hukum

Kombes Pol. Sulistiyo mengecek rendaman di kawasan tambang Gunung Botak, Pulau Buru. Foto: Humas Polda Maluku

 

 

 

 

Tim gabungan Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Mabes Polri dan Polda Maluku, menetapkan beberapa orang dan satu perusahaan sebagai tersangka kasus kejahatan pertambangan emas ilegal dan kerusakan lingkungan, di Gunung Botak, Kabupaten Buru, Maluku. Polisi masih terus mengembangkan kasus dan masih memungkinkan tersangka terus bertambah.

Sejak 6 Januari 2019, tim Bareskrim Mabes Polri, dipimpin Kombes Pol. Sulistiyono, Kasubdit II Bidang Lingkungan Hidup, sudah berada di Polda Maluku, guna tindaklanjut penyidikan izin operasi tiga perusahaan di Sungai Anahoni dan penambang emas ilegal, di sekitaran Pulau Buru.

Baca juga: Petaka Tambang Emas di Pulau Buru

Atas proses itu, sembilan orang jadi tersangka dan ditangani Polres Pulau Buru. Mereka ada sebagai penyandang dana, penyedia bahan kimia berbahaya atau maupun penadah. Sembilan tersangka ini masing-masing berinisial, BP, RS, N, ditahan sejak 12 November 2018, atas dugaan kasus tromol.

Kemudian, WT dan S delik sama, dan berkas mereka sudah lengkap. Sedang empat orang lain dugaan kasus tong (berisi merkuri) yakni, A, MN, AN dan SN.

Selain sembilan tersangka perorangan, polisi juga menetapkan tersangka korporat, PT. Buana Pratama Sejahtera (BPS) dengan dugaan melanggar UU Mineral dan Batubara. Meskipun begitu, polisi belum menetapkan sosok tersangka perusahaan.

Baca juga: Setop Tambang Ilegal Gunung Botak Tak Bisa Sekadar Bongkar Tenda Penambang

Kombes Pol. Sulistiyono, Kasubdit II Tindak Pidana Tertentu, mengatakan, beberapa pekan sebelum Gunung Botak, ditutup, mereka bersama Dirkrimsus Polda Maluku, menyelidiki tiga perusahaan di Gunung Botak, yakni BPS, Prima Indo Persada (PIP) dan Sinergi Sahabat Setia (SSS).

Untuk BPS, lebih dulu jadi laporan polisi. Dalam penyelidikan sampai penyidikan, petugas gunakan banyak pintu penegakan hukum, baik dari UU Minerba, UU UU Kehutanan sampai UU Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.

“Untuk tiga perusahaan ini, kami baru menetapkan BPS sebagai tersangka,” katanya.

Hingga kini, katanya, sudah pemeriksaan terhadap 16 orang, empat dari Dinas Lingkungan Hidup Maluku termasuk kepala dinas, dua dari KLH Buru, serta 10 orang perusahaan.

“Sudah ada delapan orang sebagai tersangka. Mereka sebagai penambang, penyumbang dana, suplai B3 dan penadah,” katanya.

Sejauh ini, katanya, belum ada pejabat pemerintah jadi tersangka, baru perusahaan. “Intinya, ini akan diselidiki sampai tuntas, tentu melalui mekanisme dan tahapan. Kita harus menghargai proses karena tidak instan,” katanya.

 

Tim Bareskrim Mabes Polri dipimpin Kombes Pol Sulistiyo, melakukan upaya penyelidikan di lokasi tambang Gunung Botak. Foto: Humas Polda Maluku

 

Dia sebutkan, kasus ini berawal kala penyelidikan dengan membawa beberapa contoh diduga limbah B3 ke Jakarta.

“Di kantor, kami periksa dan memeriksa saksi-saksi, berita acara interogasi. Kami juga gelar perkara hingga ditingkatkan jadi penyidikan,” katanya.

Tim Mabes Polri juga sudah memasang police line, di lokasi rendaman emas, karena diduga melakukan pengolahan dengan B3. Di lokasi yang diduga wilayah kerja milik PIP ini, terdapat tiga alat berat kena police line.

“Untuk kasus tambang BPS tersangka, PIP sudah LP, dan SSS masih penyelidikan. Pengolahan emas di Gunung Botak diduga pakai sianida dan lain-lain. Kesimpulannya, kontribusi perusahaan mengumpul bahan baku untuk mengolah emas,” katanya.

Mengenai dugaan keterlibatan dua oknum polisi dalam kasus penambangan emas ilegal di Gunung Botak, Kombes Pol. M Roem Ohoirat, Kabid Humas Polda Maluku, bilang, mereka ditangani internal oleh Propam.

“Memang benar, ada dua anggota diduga menerima sesuatu. Soal itu, belum ada perkembangan, sudah ditangani Propam. Sesuai janji kapolda, jika kedua oknum polisi terbukti menerima sesuatu, akan dipecat,” katanya.

Sebelumnya, dua oknum polri ini diberitakan terindikasi terkait penambang emas tanpa izin di Gunung Botak. Namun peran mereka belum pasti sebagai orang yang mendukung atau menerima suap dari para penambang ilegal.

Roem bilang, kedua oknum polisi sedang menjalani pemeriksaan atas dugaan keterlibatan dalam kasus tambang emas Gunung Botak. Data Mongabay, dua oknum polisi ini, satu bertugas di Polres Pulau Buru dan satu lagi Polsek Waeapo.

Menurut Roem, keduanya terancam dipecat jika hasil pemeriksaan terbukti. “Kita tunggu saja prosesnya. Yang pasti dalam proses.”

Kombes Pol. Firman Nainggolan, Direktur Reserse Kriminal Khusus (Dirkrimsus) Polda Maluku, mengatakan, poses tiga perusahaan di Gunung Botak, Pulau Buru, diambil alih Bareskrim Mabes Polri.

“Seperti disampaikan kapolda, penanganan penambang emas tanpa izin di Gunung Botak oleh Polda Maluku, tiga perusahaan yang aktivitas di Sungai Anahoni, ditangani Bareskrim Mabes Polri,” katanya dalam konferensi pers, di Maluku, Jumat (11/1/19).

 

Bareskrim Mabes Polri dibantu Ditreskrimsus Polda Maluku dan Polres Buru, melakukan pemasangan police line, di lokasi rendaman seluas dua hektar, yang diduga milik PT. PIP. Foto: Humas Polda Maluku

 

 

Berizin rehabilitasi malah nambang?

Melihat kasus di Sungai Anahoni oleh tiga perusahaan, kata Firman, jika melihat ke belakang, persoalan erat dengan perizinan. Tiga perusahaan itu, katanya, awalnya izin untuk penataan rehabilisasi, pasca penertiban sebelumnya.

Berita Mongabay, sebelumnya, sejak Agustus 2018, aparat gabungan TNI/ Polri, Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP), Dinas Lingkungan Hidup Buru, pemerintah daerah, dan sejumlah organisasi kemasyarakatan, melakukan pembersihan dan penertiban ribuan penambang ilegal tambang Gunung Botak, atau biasa disebut Gunung Emas, di Kabupaten Buru, Maluku. Ratusan tenda milik penambang yang berjejer di kawasan itu dibongkar dan dibakar.

Dalam perjalanan, tim yang dibentuk baik Bareskrim maupun Polda Maluku ini menemukan, penataan dan reklamasi oleh perusahaan tak berjalan, malah mereka menambang. “Nah, aktivitas perusahaan ini gunakan bahan kimia berbahaya, seperti sianida.”

Semestinya, penataan, tak pakai sianida tetapi mengangkat sedimen dan ditempatkan pada satu tempat, kemudian bukit itu ditata kembali dengan cara ditanami.

“Inilah yang ditangani polda maupun Bareskrim. Polda menertibkan dan penanganan berkaitan penambangan ilegal di Gunung Botak. Jadi sudah ditutup total bahkan dijaga ketat aparat. Para pelaku sudah kita amankan, salah satu jaringan yang berkaitan pendistribusian bahan kimia berbahaya,” katanya.

Bareskrim Polri, katanya, sedang menyelidi kerusakan lingkungan yang sudah mengandung B3. Soal perizinan akan kena Pasal 85 UU Minerba soal penertiban perizinan.

Perihal ini, katanya, tiga orang dari Dinas KLH Buru sudah diperiksa karena ada perizinan terbit dari mereka mengenai kelayakan lingkungan.

“Bareskrim juga memanggil Kepala Dinas Lingkungan Hidup, namun tidak datang karena alasan tak ada di tempat.”

Dia bilang, pada prinsipnya, proses hukum tetap jalan, tetapi dalam penanganan harus dipilah-pilah, tak boleh satu berkas. Dalam arti, kasus antara dinas dan perusahaan berjalan terpisah.

 

Papan nama perusahan PIP, yang terpasang di lokasi tambang emas Gunung Botak. Foto: Humas Polda Maluku

 

 

Cegah merkuri-sianida

Pada Maret tahun lalu, polisi mengupayakan pencegahan distribusi bahan berbahaya ke Gunung Botak, baik merkuri maupun sianida. Polisi juga sudah menandatangani kesepahaman (memorandum of understanding/MoU) bersama.

“Ada beberapa yang masih berupaya memasukkan B3. September kemarin, kami berhasil ungkap kasus pengiriman sianida satu konteiner yang diangkut pakai kapal Pelni di Namlea,” kata Firman.

Pelni juga akan diajak ikut tanda tangan MoU agar tak lagi memuat bahan kimia berbahaya masuk ke Gunung Botak atau ke tempat-tempat lain.

Menurut dia, polisi terus lakukan pencegahan intens. Dia berharap, ada kerjasama dari perusahaan agar tak memasukkan bahan B3 tanpa izin ke areal tambang.

Selain itu, Polres Buru juga menempatkan pos penjagaan fokus di pelabuhan atau pintu-pintu masuk. Setiap kapal berlabuh di Pelabuhan Namlea, langsung diperiksa.

“Untuk sianida tak ada lagi pengiriman ke Pulau Buru. Mungkin yang lama belum disentuh, namun polisi sudah menurunkan tim untuk memprosesnya. Polisi juga sudah lakukan sosialisasi ke masyarakat agar menyerahkan bahan berbahaya yang masih disimpan,” katanya.

Selain merkuri dan sianida, Polda Maluku juga menyinggung sejenis obat-obatan untuk proses penambangan. Ia ditemukan pada dua lokasi berbeda, di Tantui Ambon dan Pelabuhan Namlea.

Hasil penyelidikan, sejenis obat-obatan itu ditemukan pada gudang di Tantui, merupakan sisa yang diangkut ke Pulau Buru.

“Karena ada beberapa keterangan perlu kita ambil, terutama BPS. Dari hasil laboratorium Tim Forensik, obat-obatan ini juga mengandung sianida, tetapi saya tidak tahu berapa persen, meski begitu tetap kategori bahan kimia berbahaya,” katanya.

Informasi diterima Mongabay, Selasa (15/1/19), warga Desa Dobowae, Kecamatan Wailata dan Gegoria, Kecamatan Waeapo, Kabupaten Buru, menyerahkan B3 berupa merkuri 6, 6 kg kepada Polda Maluku. Penyerahan B3 secara sukarela diterima langsung Wakapolres Pulau Buru, Kompol Bachri Hehanussa.

Setelah penyerahan B3, tim asistensi kemudian memberikan sosialisasi kepada masyarakat soal bahaya merkuri terhadap kesehatan dan lingkungan. Sebelumnya, polisi minta warga menyerahkan merkuri dan sianida secara sukarela sebelum penindakan.

 

 

Keterangan foto utama:     Kombes Pol. Sulistiyo mengecek rendaman di kawasan tambang Gunung Botak, Pulau Buru. Foto: Humas Polda Maluku

 

 

Exit mobile version