Mongabay.co.id

Status Waspada, BPPTKG Larang Aktivitas Radius 3 Km dari Puncak Merapi

Merapi pada Rabu pagi, 30 Januari 2019 dari Posko Kaliurang, Sleman. Foto: Tommy Apriando/ Mongabay Indonesia

 

 

 

 

 

Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kebencanaan Geologi (BPPTKG) Yogyakarta, mencatat Gunung Merapi mengeluarkan setidaknya enam kali guguran meluncur dari puncak Rabu pagi, (30/1/19). Sehari sebelumnya, Selasa malam, Merapi mengeluarkan guguran awan panas. Status Merapi tetap waspada dengan melarang aktivitas radius tiga kilometer dari Puncak Merapi.

Hanik Humaida, Kepala Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kebencanaan Geologi, kepada Mongabay mengatakan, guguran awan panas dari Merapi itu kali pertama sejak gunung itu mengeluarkan lava pijar periode beberapa hari terakhir ini. Guguran awan panas ini tergolong kecil.

Dia bilang, kesimpulan guguran pada Selasa malam merupakan awan panas, bukan semata-mata lava pijar yang hampir selalu terjadi selama beberapa hari terakhir. Ia diambil berdasarkan analisa visual dan jejak deposit material guguran.

“Ada perbedaan pada seismik dan ekstrusi magma dengan kejadian lava pijar sebelum-sebelumnya. Kami menyimpulkan, guguran semalam awan panas,” katanya.

Berdasarkan catatan BPPTKG, tiga kali guguran awan panas Merapi dengan jarak luncuran berbeda-beda dan mengarah ke Sungai Gendol. Guguran awan panas pertama pukul 20.17 jarak luncur 1.400 meter dan durasi 141 detik. Guguran kedua pukul 20.53 jarak luncur 1.350 meter selama 135 detik. Sedangkan guguran awan panas ketiga pukul 21.14 jarak luncur 1.100 meter selama 111 detik.

“Rata-rata kecepatan guguran awan panas 10 meter per detik,” kata Hanik.

 

Guguran lava pijar Merapi malam hari. Foto: Sukiman Wira Sabar

 

Guguran awan panas ini menyebabkan beberapa daerah di sisi timur Merapi mengalami hujan abu tipis, termasuk sekitar Kota Boyolali, Kecamatan Musuk, Mriyan, Mojosongo, Teras, Cepogo, Simo, Kabupaten Boyolali, dan Kecamatan Kemalang, Kabupaten Klaten.

Meskipun begitu, katanya, BPPTKG tak mengubah status gunung api, sampai kini level II atau waspada. “Status Merapi, tak kami naikkan karena guguran relatif kecil dan ancaman penduduk belum ada.”

BPPTKG, katanya, akan menaikkan status kalau sudah ada ancaman terhadap penduduk dengan terlebih dulu menganalisa berbagai parameter pengamatan lain seperti deformasi, intesitas kejadian hingga jarak luncur guguran.

“Mengenai potensi awan panas, tidak bisa memperkirakan karena tergantung berbagai faktor.”

Dia mengimbau, masyarakat tetap tenang namun waspada dan memperhatikan arahan petugas berwenang terkait kondisi Merapi. “Jarak aman masih tiga kilometer dari puncak. Tak boleh ada kegiatan apapun.”

 

 

Mitigasi penting

Intensitas guguran Merapi, harus direspon upaya mitigasi. Eko Teguh Paripurno, Ketua Program Studi Magister Manajemen Bencana Universitas Pembangunan Nasional Veteran Yogyakarta, kepada Mongabay mengatakan, masyarakat harus bersyukur ada pertumbuhan kubah lava Merapi.

Pertumbuhan kubah lava ini, memastikan erupsi tipe Merapi kembali dinikmati. Wedhus gembel atau guguran awan panas, katanya, kembali lagi, setelah menghilang sejak erupsi besar 2010. Kejadian-kejadian yang akan dialami adalah proses erupsi dalam bentuk guguran dan luncuran kubah lava karena gravitasi.

Jarak luncuran, katanya, dapat dihitung dari sektor kubah yang tumbuh jadi perlu mencermati bentuk dan besaran kubah agar tak salah menghitung potensi.

“Radius bahaya tiga kilometer ke arah tertentu sangat rasional bila dilihat dari besaran kubah slava saat ini,” kata Eko.

 

Grafis BPPTKG 30 Januari 2019

 

Dalam upaya mitigasi, katanya, penduduk sekitar Merapi sebenarnya sudah punya cara tersendiri. Penduduk sekitar Merapi membentuk komunitas-komunitas yang aktif mengabarkan keadaan Merapi.

“Mitigasi erupsi Merapi yang baik tidak lepas dari peran penting jaringan dan komunitas.”

Dia bilang, penduduk sekitar Merapi membentuk komunitas seperti Pasak Merapi dan Lingkar Merapi. Di desa-desa sekitar Merapi juga punya kader-kader Karang Taruna dan sesepuh yang berperan dalam mitigasi erupsi Merapi.

Mereka punya desa siaga, desa bersaudara, dan komunikasi radio siaga. “Desa bersaudara adalah desa untuk menampung penduduk yang mengungsi ketika erupsi. Saat ini, kesiapsiagaan Merapi diterapkan oleh penduduk sekitar Gunung Kelud,” katanya.

Warga yang tinggal di sekitar Merapi, sudah menerapkan mitigasi berbasis komunitas sejak 2007. Mereka punya sistem wajib latih penanggulangan bencana. Kader-kader ini antara lain aparat pemerintah dan tokoh-tokoh desa. Penduduk sekitar Gunung Merapi juga aktif ronda malam belakangan ini. Beberapa dari mereka membangun pos ronda dan berjaga sambil bertukar informasi melalui handy talkie.

Soal jalur evakuasi Merapi, dia mengimbau, gunakan jalur truk pertambangan galian C. Pemerintah daerah bertindak dan harus memastikan jalur evakuasi aman bagi warga. Jalan tambang, idealnya dibuat terpisah. Bila tidak, pengaturan dan pengelolaan jalur evakuasi harus tetap memprioritaskan keselamatan warga.

Sukono, Kepala Desa Balerante, mengatakan, respon masyarakat dengan fokus pada mitigasi bencana. Dia sudah menyiapkan skenario mitigasi bencana. Persiapan ini, katanya, dengan memperbaiki jalur evakuasi bencana secara mandiri. Juga memperbaiki barak pengungsian dan menambah tempat mandi, cuci, dan kakus.

“Kami menunggu instruksi dari pihak berwenang, baik Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kebencanaan Geologi (BPPTKG) maupun pemerintah kabupaten,” kata Sukono.

 

Keterangan foto utama:      Merapi pada Rabu pagi, 30 Januari 2019 dari Posko Kaliurang, Sleman. Foto: Tommy Apriando/ Mongabay Indonesia

 

 

 

 

Exit mobile version