- BKSDA melepasliar tiga rusa Timor pejantan dan betina ke hutan lindung, Maluku Tengah, Maluku, tepatnya di Kaki Gunung Manusela, Desa Waipia Pulau Seram
- Rusa-rusa ini merupakan penyerahan sukarela masyarakat Ambon kepada BKSDA Maluku. Hewan ini sudah dipelihara selama tiga tahun di lahan seluas dua hektar
- Selama 2018, BKSDA Maluku menangani 80 kasus peredaran tumbuhan dan satwa liar ilegal, terdiri dari 39 hasil penangkapan langsung, 21 temuan pengangkutan dengan pelaku tak ada, dan 20 kali menerima penyerahan sukarela masyarakat maupun aparat keamanan
- Peredaran tanaman dan satwa ilegal di Maluku, terbilang tinggi, terutama perdagangan paruh bengkok. Kondisi ini, lantaran permintaan pasar tinggi, banyak pintu keluar masuk peredaran, dan pengawasan kurang karena terbatas sumber daya manusia.
Tiga rusa Timor (Cervus timorensis moluccensis), lepas liar ke hutan lindung, Maluku Tengah, Maluku, tepatnya di bawah Kaki Gunung Manusela, Desa Waipia, Pulau Seram, pada penghujung Januari lalu.
Petugas Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Maluku melepas liar rusak hasil penyerahan masyarakat Ambon secara sukarela. Satwa ini dipelihara sekitar tiga tahun di lahan dua hektar.
“Kemarin, kami melepas tiga rusa Timor Seram,” kata Muktar Amin Ahmadi, Kepala BKSDA Maluku, kepada Mongabay.
Dia katakan, rusa-rusa itu satu pejantan dengan usia sekitar tiga tahun, dan dua betina sekitar dua tahunan. Kala penangkapan di kandang perlu beberapa hari dan membawa dokter hewan.
“Hari pertama penangkapan dipimpin dokter hewan. Juga memberikan obat bius oral dicampur ke dalam makanan. Upaya tak berhasil,” katanya.
Ketidakberhasilan membius itu, lantaran dosis obat tak termakan rusa. Pada hari kedua, petugas pakai perangkap jaring. BKSDA Maluku juga, juga melibatkan 10 warga untuk penangkapan.
Awalnya, petugas agak kesulitan membuat rusa-rusa itu terperangkap dalam jaring. Berkat usaha keras dan penuh kesabaran, mereka masuk perangkap juga.
Ketiga hewan ini dibawa ke Kabupaten Maluku Tengah, untuk lepas liar di Hutan Lindung Manusela, pakai truk dari Kota Ambon, selama sembilan jam perjalanan. Kala lepas dari kandang, rusa-rusa itu langsung lari masuk hutan.
Hutan Lindung Manusela, salah satu habitat rusa Timor Seram. Muktar iimbau masyarakat, agar satwa-satwa dilindungi, bukan hanya rusa, yang masih dipelihara, diserahkan sukarela.
“Yang senang, maupun hobi memelihara rusa maupun jenis satwa dilindungi agar usul kepada BKSDA Maluku, melalui izin penangkaran sesuai ketentuan berlaku,”
Sangat tinggi
Peredaran tanaman dan satwa ilegal di Maluku, terbilang sangat tinggi, terutama perdagangan paruh bengkok.
Kondisi ini, lantaran permintaan pasar tinggi, banyak pintu keluar masuk peredaran, dan pengawasan kurang karena terbatas sumber daya manusia.
Peredaran tumbuhan dan satwa itu tak hanya di dalam negeri, juga ke beberapa negara tetangga seperti Filipina, Singapura dan Thailand.
Berdasarkan temuan kasus peredaran tumbuhan dan satwa ilegal selama 2018, tempat pengambilan, khusus jenis paruh bengkok berasal dari Dobo, Saumlaki, Pulau Seram, Pulau Buru, Pulau Obi, Pulau Bacan dan Pulau Morotai.
Muktar mengatakan, sejak 2018, BKSDA telah menangani 80 kasus peredaran tumbuhan da satwa ilegal, dengan rincian 39 penangkapan langsung, 21 temuan pengangkutan dengan pelaku tak ditemukan, dan 20 kali penyerahan sukarela masyarakat maupun aparat keamanan.
Untuk satwa yang berhasil diselamatkan, katanya, ada 1.402 dengan rincuan 1.177 jenis burung, 156 kepiting kenari, 32 monyet hitam/yaki, 20 kura-kura air tawar dan enam buaya muara. Lalu, enam penyu, tiga ular sanca batik, satu monyet ekor panjang dan satu paus sperma.
Selain hidup, ada juga bagian-bagian satwa seperti kulit buaya muara, telur burung gosong dan tanduk rusa. Ada juga beberapa jenis fauna lain, seperti nuri Maluku, kepiting kenari kasturi Ternate, kakatua Tanimbar, kakatua Maluku, kakatua koki, kura-kura air tawar, nuri pipi merah, buaya muara, penyu, sisik ular, sanca dan cikukua.
Selain itu, diamankan 29 awetan cendrawasih, tujuh tanduk rusa, lima telur gosong, empat akar bahar, tiga rumpun anggrek, kemudian alap-alap coklat, junai mas, elang bondol, elang laut perut putih, burung kasuari, monyet ekor panjang, penyu hijau, penyu belimbing, paus sperma, masing-masing satu.
Muktar bilang, penanganan barang bukti hasil tangkapan dan penyerahan masyarakat melalui pelepasliaran sebanyak 11 kali, dengan 596 burung, satu buaya, tiga ular dan penyu.
“Satwa yang belum bisa dilepasliarkan, karantina di Kandang Transit Passo, Kecamatan Baula, Kota Ambon, Kandang Transit Kantor SKW I Ternate, Kandang Transit Resort Bacan dan Kandang Transit Resort Dobo ada 254 satwa.”
Sedangkan satwa mati dalam kandang transit dan rehabilitasi ada 327 dengan penyebab utama stres karena penangkapan dan pengakutan oleh pemburu dan jaringan yang tak memperhatikan kesejahteraan mereka.
“Untuk satwa yang dianggap tak bermanfaat lagi, dilakukan tindakan pemusnahan empat kali.”
Di Indonesia, katanya, ada 25 jenis satwa liar terancam punah, ada 3 jenis burung di Maluku masuk kategori, yakni, gosong Maluku, kakatua seram dan kasturi tengkuk ungu.
Menurut dia, dari 80 kasus temuan BKSDA Maluku 2018, tak semua berujung penindakan hukum. Pendekatan humanis atau pembinaan, katanya, juga diambil, dengan tujuan penyadatahuan.
Tindakan ini, katanya, khusus masyarakat sekitar hutan yang berburu burung atas perintah pemilik modal. Sedang perdagangan satwa ilegal proses hukum ada sembilan kasus.