Mongabay.co.id

Revisi RTRW Papua: Hutan Lindung Bakal Susut, Akomodir Izin Usaha?

Hutan warga Kampung Yoka, di tepian Danau Sentani. RTRW Papua bakal berubah lagi. Masyarakat sipil menyerukan, peraturan tata ruang Papua ini harus mengakui manusia Papua, yang hidup dan tinggal di atas tanah dan hutan. Foto: Asrida Elisabeth/ Mongabay Indonesia

 

 

 

 

Pemerintah Papua, akan meninjau kembali rencana tata ruang wilatah (RTRW) Papua. Ia akan berimbas pada penurunan luas hutan lindung dan suaka alam di provinsi itu dari 60% jadi 58%. Demikian disampaikan pada konsultasi publik Peninjauan Kembali Rencana Tata Ruang Wilayah (PK RTRW) Papua di Jayapura, akhir Januari lalu.

Konsultasi publik ini dilaksanakan Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Papua. Hadir berbagai organsasi perangkat daerah (OPD) provinsi dan kabupaten se Papua. Jugaperwakilan organisasi masyarakat sipil.

Luas Papua 31,9036 juta hektar, hutan lindung 60% sesuai Peraturan Daerah (Perda) RTRW Papua Nomor 23/2013. Atas amanat UU Nomor 26/2007, RTRW ditinjau kembali.

Baca juga: Kesepakatan Rahasia Hancurkan Hutan Papua, Berikut Foto dan Videonya

Dalam proses peninjauan kembali, ada tiga hal jadi dasar analisa perubahan, yakni, kelengkapan dan kedalaman substansi, kesesuaian dengan perundang-undangan terbaru, dan pemanfaatan ruang.

Dari analisa yang sudah dibuat, disebutkan perubahan pada RTRW Papua ini hanya 13,3%. Jadi, Perda RTRW tak perlu revisi, hanya amandemen atau ubah pada pasal-pasal tertentu.

Ada tiga pasal tentang kawasan lindung yang akan berubah, terkait ketentuan luas minimal dan rencana kawasan lindung.

Ketentuan luas kawasan lindung diatur dalam Pasal 6 ayat 1 huruf a. Pasal ini berbunyi, menetapkan kawasan lindung dnegan mempertahankan luas minimal 60% dari seluruh luas wilayah, dan kawasan hutan minimimal seluas 90% dari seluruh wilayah.

Dalam identifikasi perubahan perda RTRW disebutkan, ketentuan luas kawasan lindung akan turun dari 60% jadi 58%.

Deforestatsi di Boven Digoel, 2017. Foto oleh Nanang Sujana

 

Berubah karena ada izin?

Utami, Konsultan Bappeda Papua untuk PK RTRW menyatakan, penurunan luas kawasan ini berhubungan dengan ada izin-izin di luar kendali Papua.

“Kita menetapkan waktu itu 60% kan sudah terengah-engah. Artinya, ini yang harus betul-betul dijaga. Bisa mengeluarkan angka 60%. Ini saja kondisi sudah mulai berkurang. Sekarang mungkin sudah berkurang sekitar 59-58% karena ada izin-izin yang dalam tanda kutip di luar kendali dari provinsi yang pada akhirnya mengurangi luas kawasan secara keseluruhan” katanya, seraya bilang pasal mengenai rencana kawasan lindung yang akan diubah adalah Pasal 32 dan 33.

Belum ada penjelasan detail mengenai luas dan lokasi yang akan mengalami perubahan pada Pasal 32 dan 33 ini. Dalam presentasi, Bapppeda hanya menyebutkan, ada perubahan kawasan lindung dan suaka alam untuk mengakomodir surat keputusan (SK) Parsial.

Saat dikonfirmasi mengenai SK Parsial dimaksud, Utami, menyebutkan, prinsipnya SK parsial yang akan diakomodasi yang berada di hutan produksi konversi (HPK), di kawasan lindung dan suaka alam sedang diteliti. Utami berjanji. menyediakan informasi secepatnya.

Dia juga menunjukkan, peta perubahan tutupan lahan di suaka alam dan pelestarian alam. Timnya, kata Utami, juga masih akan megecek ada pelepasan kawasan itu atau tidak.

Masyarakat sipil Papua merespon rencana perubahan ini, salah satu Niko Wamafma, perwakilan Koalisi Masyarakat Sipil Peduli Tata Ruang Papua (KMSRTP). Dia mengatakan, Bappeda Papua, harus menjelaskan alasan-alasan di balik perubahan ruang ini termasuk menunjukkan SK Parsial yang akan diakomodir.

“Perubahan ruang jika itu tidak terkait dengan kepentingan masyarakat adat itu berarti kepentingan investasi. Itu berarti perubahan-perubahan ini patut dicurigai ada kepentingan-kepetingan yang ikut membonceng selama pembuatan RTRW itu berjalan,” katanya.

Hal penting lain, katanya, peraturan mengenai tata ruang ini wilayah Papua mengakui manusia Papua, yang hidup dan tinggal di atas tanah dan hutan.

“Jika ada pengakuan, pemerintah pasti sangat berhati-hati ketika perencanaan ruang-ruang di Papua. Ketika ingin menentukan kawasan budidaya, perkotaan, atau kawasan apapun, pemerintah wajib berdiksui dengan masyarakat dan melihat apakah masyarakat memiliki kepentingan langsung dengan wilayah dan tanah itu.” KMSRTP akan terus memantau proses RTRW Papua ini.

Verra Wanda, Kepala Bidang Perencanaan Pengembangan Wilayah dan Kawasan Bappeda Papua, yang memimpin konsultasi publik ini menyatakan, Bappeda akan terus menerima masukan-masukan guna penyempurnaan proses ini.

 

Keterangan foto utama:        Hutan warga Kampung Yoka, di tepian Danau Sentani. RTRW Papua bakal berubah lagi. Masyarakat sipil menyerukan, peraturan tata ruang Papua ini harus mengakui manusia Papua, yang hidup dan tinggal di atas tanah dan hutan. Foto: Asrida Elisabeth/ Mongabay Indonesia

RTRW Papua sudah selesai, tetapi tinjau ulang karena ada izin-izin? Foto: Asrida Elisabeth/ Mongabay Indonesia

 

 

 

 

 

Exit mobile version