Dalam beberapa kesempatan, Gubernur Bali I Wayan Koster menegaskan bahwa pemerintahannya akan beralih pada energi bersih dan terbarukan (EBT). Gubernur baru yang dilantik pada September 2018 lalu ini berkali-kali menyebutkan Bali akan lebih banyak menggunakan energi gas dibanding bahan lain seperti batubara.
Namun, komitmen itu justru dipertanyakan ketika saat ini Bali masih menggantungkan listriknya terutama dari pembangkit listrik berbahan batubara dan diesel. Apalagi, dalam kasus terakhir, warga justru kalah ketika menggugat izin lingkungan yang dikeluarkan Gubernur Bali sebelumnya terkait pembangunan pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) Celukan Bawang yang menggunakan batubara.
Tulisan kedua ini bagian dari tiga tulisan yang menelisik sejauh mana Gubernur Bali berusaha mewujudkan komitmen itu dalam kebijakan dan programnya, bukan hanya pernyataan. Kali ini tentang bagaimana sebenarnya rencana tersebut. Tulisan pertama bisa dibaca dengan meng-klik tautan ini.
***
Isu tentang energi bersih dan terbarukan (EBT) di Bali tak hanya menjadi diskusi di lokal. Bahkan, DPR RI pun memberikan perhatian pada isu ini. Pekan lalu, pada 14-15 Februari 2019, Komisi VII DPR RI melakukan kunjungan kerja ke Bali untuk membahas topik tersebut.
Dalam kunjungan itu, Pemerintah Provinsi (Pemprov) Bali kembali menegaskan komitmen untuk beralih ke EBT. Selain akan mengganti sumber-sumber energi fosil dengan gas yang dianggap lebih bersih, Pemprov Bali bahkan sedang menyiapkan aturan tentang motor dan mobil listrik.
Selain berdiskusi dengan Gubernur Bali I Wayan Koster, komisi yang menangani masalah energi ini juga mengunjungi lokasi Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Celukan Bawang di Kecamatan Gerokgak, Kabupaten Buleleng, Bali bagian utara. Secara khusus mereka mempertanyakan rencana penggantian bahan batubara dengan gas, sebagaimana diperintahkan Gubernur Bali.
Rombongan Komisi VII yang dipimpin Gus Irawan Pasaribu itu secara khusus mereka membahas wacana pergantian bahan batubara dengan gas sebagai sumber energi bagi PLTU Celukan Bawang Tahap II nanti. Hadir pula Bupati Buleleng Putu Agus Suradnyana dan Direktur Regional Bisnis PLN Jawa Timur-Bali-Nusa Tenggara Joko Raharjo Abu Manan.
baca : Bali Memerlukan Percepatan Energi Bersih dan Terbarukan
Direktur PT General Energy Bali (GEB) Agus Darmadi yang mengelola PLTU Celukan Bawang menyatakan pengembangan PLTU Tahap II masih dalam masa pertimbangan. Jika pasokan listrik untuk Bali sudah cukup dengan pasokan Jawa-Bali Crossing, rencana itu bisa saja dibatalkan.
Namun, jika nantinya proyek itu dilanjutkan Agus mengatakan masih berencana menggunakan energi batubara dengan alasan lebih murah. “Kalau pakai gas harganya jauh lebih mahal. Indonesia 65 persen pembangkit listriknya pakai batubara,” kata Agus sebagaimana ditulis Radar Bali.
Mengenai dampak penggunaan batubara terhadap lingkungan, Agus melanjutkan, pembangkitnya sudah menangani dengan maksimal. Mereka juga menggunakan sistem penanganan tertutup (closed coal yard) sehingga tidak meracuni luar area. Sisa pembakaran secara rutin diangkut ke Mojokerto, Jawa Timur untuk ditangani dengan baik.
“Ini setiap hari ada 10 sampai 12 unit truk kapsul yang mengangkut abu sisa pembakaran batu bara. Pengangkutan ini kami kerjasamakan dengan pihak ketiga yang sudah punya sertifikat,” kata Agus seperti ditulis Nusa Bali.
Pernyataan Direktur PT GEB itu merespon desakan sebelumnya dari Gubernur Bali I Wayan Koster agar PLTU Celukan Bawang Tahap II tidak menggunakan bahan batubara sebagai sumber energi. “Kalau batubara dipakai, saya tidak akan menyetujui. Kalau sudah ada izin, saya cabut izinnya,” kata Koster dalam Sidang Paripurna pelantikannya di DPRD Bali September 2018.
baca juga : Begini Ironi Membumikan Energi Bersih di Bali
Tergantung Gas
Menurut Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Energi Sumber Daya Mineral Bali (Disnaker ESDM) Provinsi Bali Ni Luh Made Wiratni gubernur baru memang mengutamakan penggunaan gas untuk mewujudkan komitmen EBT.
“Ke depan Bali tidak akan menggunakan batubara. Beliau menekankan pada EBT sehingga Bali tidak tergantung listrik dari Jawa,” katanya.
Wiratni menambahkan Bali sudah membuat Rencana Umum Energi Daerah (RUED) yang terdiri dari dua tahap, jangka pendek hingga 2025 dan jangka panjang hingga 2050. Pemanfaatan energi baik itu dari listrik, gas, maupun bahan bakar lainnya semua diatur dalam RUED itu.
RUED di tingkat daerah itu nantinya akan disesuaikan dengan Rencana Umum Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) Nasional. Dalam RUPTL 2018-2017 itu, misalnya, Bali akan membangun satu PLTU/Gas/ Uap/Mesin Gas (PLTU/GU/MG) di Tabanan dengan kekuatan 135 MW.
Namun, Wiratni tidak menjelaskan lebih lanjut bagaimana penyesuaian antara RUED dengan RUPTL itu. Dia hanya menegaskan bahwa Pemprov Bali sudah mendorong penggunaan gas sebagai sumber energi bersih di Bali, termasuk dengan beberapa hotel besar di Bali.
Selain itu, Wiratni menambahkan, Pemprov Bali juga sudah membuat kesepakatan dengan pihak lain seperti PT Indonesia Power, Pertamina dan PLN untuk mewujudkan energi bersih. Kerja sama dengan Indonesia Power untuk menangani sampah menjadi sumber energi listrik. Adapun dengan Pertamina untuk peningkatan kapasitas sumber daya manusia.
Semua pembangkit listrik yang ada saat ini akan beralih ke gas, termasuk di Pemaron (Buleleng), Gilimanuk (Jembrana), dan Pesanggaran (Denpasar). Untuk mendistribusikan gas itu, Pemprov Bali menugaskan Perusahaan Daerah (Perusda) yang mengelolanya.
baca juga : Setelah Gagal, Pembakaran Sampah Jadi Listrik Kembali Dilakukan di Bali
Dewan Pengawas Perusda Bali IB Kesawa Narayana yang juga anggota tim perumus kebijakan EBT Gubernur Bali mengatakan rencana Bali untuk menggunakan gas sebagai sumber energi bersih di Bali itu sudah disampaikan kepada Menteri ESDM Ignasius Jonan.
Adapun pembangkit yang sudah menggunakan batubara, seperti PLTU Celukan Bawang, akan tetap dibiarkan untuk sementara. Hal itu karena masa berlaku kontraknya 30 tahun sementara dia baru beroperasi sekitar tiga tahun. “Kalau sekarang kita cabut izin operasinya, bisa panjang masalahnya. Misalnya, digugat di Pengadilan Niaga dan seterusnya. Kita tidak mau juga begitu,” kata Kesawa.
“Jadi (PLTU Celukan Bawang) tetap dibiarkan, tetapi proses batubaranya harus dilakukan dengan cara clean,” tambahnya.
Menurut Kesawa, titik penyaluran (hub) gas untuk memenuhi kebutuhan energi Bali itu akan dibangun di utara milik PT Pelindo Energi Logistik (PEL) di Benoa tetap diteruskan sebagai terminal di selatan. “Jadi, pada prinsipnya gas akan jadi power plant inti, terus Perusda menguasai perdagangan dan infrastrukturnya. Agar Pemda Bali mendapatkan ‘kue’-nya,” katanya.
Kesawa mengatakan pemilihan gas sebagai sumber energi utama di Bali berdasarkan tiga hal. Pertama, bagaimana harga listrik terjangkau. Kedua, bagaimana caranya investor dapat untung. Ketiga, bagaimana caraya membuat sistem listrik bersih terbarukan di Bali.
Terkait dengan sumber energi selain gas, misalnya matahari dan angin, menurut Kesawa untuk saat ini tidak bisa dilakukan. “Coba energi matahari pas mendung. Mati listriknya. Kecuali kita memiliki baterai yang sangat besar. Jadi, energi listrik dari tenaga surya tidak bisa kita jadikan inti. Dia hanya tambahan,” ujarnya.
Kadisnaker ESDM Provinsi Bali juga mengatakan hal senada terkait kemungkinan Bali beralih pada energi angin. “Kalau tenaga angin, Bali tidak potensial,” ujarnya. Bali sendiri pernah menjadi lokasi proyek percontohan pembangkit listrik tenaga bayu (PLTB) di Nusa Penida, Kabupaten Klungkung. Namun, proyek yang dibuat pada zaman Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) itu kini tak jelas, antara hidup dan mati.
baca juga : Ini PLTS Kayubihi, Satu-satunya Proyek Energi Terbarukan yang Masih Beroperasi di Bali