Mongabay.co.id

Bikin Jerat Babi Tewaskan Harimau Hamil, Warga Riau Divonis 3 Tahun, Denda Rp100 Juta

Janin harimau yang mati dalam kandungan ibunya akibat terjerat sedang dinekropsi oleh Dokter hewan Andita Septiandini. Foto: Fitriani Dwi Kurniasari/WWF-Indonesia/Stripe to Secure

 

 

 

 

 

Ketua Majelis Hakim PN Kuantan Singingi, Riau, Reza Himawan Pratama bersama anggota, Rina Lestari Br. Sembiring dan Duanu Aghaka, memimpin sidang putusan Falalini Halawa, pembuat jerat satwa hingga harimau hamil terjerat dan berikut sepasang bayi dalam kandungan tewas. Falalini kena vonis tiga tahun penjara, denda Rp100 juta atau tiga bulan kurungan.

Falalini dinyatakan melanggar, Pasal 40 ayat 2 jo Pasal 21 ayat 2 huruf a Undang-undang Nomor 5/1990, tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya.

Baca juga: Sekali Jerat, Ibu dan Dua Bayi Harimau Sumatera Tewas, Ini Foto-fotonya

“Dengan sengaja melanggar pasal itu dengan menangkap, melukai, membunuh, menyimpan, memiliki, memelihara, mengangkut dan memperniagakan satwa dilindungi dalam keadaan hidup,” kata Reza.

Falalini dan penasihat hukum, Yogi Saputra dari LBH Missiniaki Legal Corporation sekaligus tim Posbakum PN Teluk Kuantan, akan pikir-pikir untuk menanggapi vonis itu. Sebelumnya, mereka minta keringanan hukuman dan Falalini karena tak ada niat jerat harimau. Dia hanya ingin melindungi kebun dari hama babi.

“Istri saya meninggal di Aceh, setelah tuntutan kemarin. Anak saya tak tahu keberadaannya sekarang,” kata Falalini pada pembelaan yang disampaikan langsung depan majelis hakim.

Pembelaan itu jadi pertimbangan majelis hakim untuk mengurangi hukuman Falalini, yang semula dituntut 4, 6 bulan oleh Penuntut Umum Kejaksaan Negeri Teluk Kuantan.

“Terdakwa menyesali perbuatannya. Terdakwa bekerja pada orang lain buat menafkahi keluarga. Terdakwa juga punya niat baik karena telah melapor pada polisi,” kata Reza.

Dalam uraian dakwaan dan tuntutan jaksa, Falalini menjaga kebun sawit milik Musadik sejak April 2018. Hari-harinya tinggal di pondok, bersihkan kebun sambil tanam ubi. Karena babi sering merusak tanaman, dia bikin jerat dalam semak.

 

Harimau betina tewas bersama dua janin. Foto: Fitriani Dwi Kurniasari/WWF-Indonesia/Stripe to Secure

 

Warga sekitar beberapa kali beri peringatan karena sering dengar auman harimau. Falalini tidak begitu menghiraukan dan sekadar menggeser lokasi jerat sedikit lebih dekat dalam kebun.

Sejak jerat dipasang, Falalini justru tidak pernah dapat babi melainkan hanya tiga landak. Hewan itu dia makan, duri disimpan dalam karung plastik buat hiasan.

Menurut keterangan Muslino Polhut BKSDA Riau, landak jenis itu bukan yang dilindungi.

Nahasnya, pada Selasa 25 September 2018, pukul 09.30, Falalini melihat jerat tak ada di tempat. Seketika itu juga dia langsung mencari. Sekitar 50 meter, Falalini lihat harimau terbelit kabel bekas rem sepeda motor yang dia pakai buat jerat.

Falalini langsung kabur ke pondok dan menghubungi Solehan Gea, Anggota Polsek Kuantan Tengah. Mereka sesama perkumpulan orang Nias di Kuantan Singingi. Falalini diminta tenang dan jangan mendekati harimau sampai ada petugas menemui. Dari sini, informasi sambung-menyambung sampai ke Pekanbaru.

Solehan Gea menyambung berita itu dan memberikan nomor ponsel Falalini ke Umbra Dani Polhut Kesatuan Pengelola Hutan Singingi. Umbra Dani meneruskan, ke Boby Sunata Pegawai Konservasi Wilayah I Pangkalan Kerinci. Kebetulan, Boby, sedang bersama Mulyo Hutomo, Kepala Bidang KSDA Wilayah I dan Laskar Jaya Permana Kepala Seksi Konservasi Wilayah I.

Setelah diperintah Mulyo Hutomo, Laskar Jaya Permana, kemudian kirim pesan lewat Whatsapp, berikut nomor ponsel Falalini ke Zulkifli Polhut Bidang KSDA Wilayah I Rengat. Zulkifli menuju lokasi sekitar pukul 14.00 bawa kerangkeng dengan mobil patroli.

Taufik tenaga pendamping resort petai BKSDA Riau, juga terima pesan sama dari Laskar Jaya Permana. Taufik langsung menghubungi Falalini dan janji bertemu di ujung aspal atau di simpang Desa Pangkalan Indarung, Kecamatan Singingi. Resort petai terletak di Desa Petai Kecamatan Singingi Hilir. Jarak antar desa sekitar 21,2 km.

Rentetan informasi sampai ada perintah untuk cek lokasi itu panjang sekali dan bolak-balik. Alhasil, lebih dua jam Falalini menunggu sampai dihubungi petugas BKSDA Riau. Falalini pun baru bertemu Taufik pukul 15.00 dan tiba di pondok satu jam kemudian gara-gara menunggu temannya.

 

Dua janin harimau yang mati dalam kandungan ibunya yang terjerat sedang dinekropsi oleh Dokter hewan Andita Septiandini, di BBKSDA Riau, Pekanbaru, Rabu (26/9/18). Foto: Fitriani Dwi Kurniasari/WWF-Indonesia/Stripe to Secure

 

Harimau tak ditemukan lagi dan terpaksa menghentikan pencarian karena langit mulai gelap.

Taufik kembali ke resort petai. Mulyo Hutomo dan tim tiba di sana pukul 20.00. Taufik cerita hasil pencarian singkat sore itu dan langsung rapat teknis pencarian lanjutan.

Esoknya, sebagian tim menemui Camat Singingi, sebagian lagi langsung ke lokasi. Falalini sudah menunggu di pondok. Pencarian dimulai pukul 13.00 siang. Tim menyusuri jejak harimau dan mulai mencium bau busuk sekitar 50 meter dari tempat pemasangan jerat. Harimau itu mati dengan kondisi terjerat dan kepala di tepi jurang.

Tim memasukkan harimau dalam kerangkeng dan langsung ke markas BKSDA Riau Jalan HR Subrantas Pekanbaru. Falalini juga dibawa bersama peralatan jerat dan dua karung plastik duri landak. Tahu Falalini dibawa, istrinya menemui Musadik di rumah pukul 17.00 dan menceritakan peristiwa selama dua hari itu.

Musadik, di persidangan mengaku, tak tahu Falalini, buat jerat. Falalini, katanya, tak pernah beritahu perihal itu.

Musadik mengupah Falalini Rp100.000 per hari. Uang dijemput langsung ke rumah dia tiap hari.

Hasil pemeriksaan Rini Deswita, ahli forensik hewan, BKSDA Riau, harimau Sumatera betina berumur lebih kurang empat tahun itu mati karena pengumpalan darah di jantung. Lebih kronis karena terjadi gangguan pada fungsi paru-paru dan pecah dua ginjal. Juga terjadi kematian jaringan pada pinggang dan pinggul pada bekas jeratan.

Harimau juga tengah mengandung sepasang bayi. Masing-masing berat 650 gram bayi jantan dan 600 gram bayi betina. Bentuk sudah lengkap dan diprediksi akan lahir dalam waktu satu minggu atau 10 hari ke depan. Harimau mati pada pukul 02.00-04.00, 26 September 2018.

Andai tim BKSDA Riau, terutama yang di resort petai datang lebih cepat ke lokasi, nasib baik mungkin masih menghampiri harimau itu.

 

Keterangan foto utama:   Janin harimau yang mati dalam kandungan ibunya akibat terjerat sedang dinekropsi oleh Dokter hewan Andita Septiandini. Foto: Fitriani Dwi Kurniasari/WWF-Indonesia/Stripe to Secure

Exit mobile version