Mongabay.co.id

Kuota Impor untuk 2019 Seharusnya Tidak Tinggi

 

Pemerintah Indonesia tetap mengalokasikan kuota impor garam sebanyak 2,7 juta ton untuk 2019, meski saat ini tersisa stok garam sebanyak 1,39 juta ton. Alokasi tersebut ditetapkan dalam rapat terbatas (Ratas) yang dilaksanakan antara instansi Pemerintahan terkait pada awal 2019. Sedangkan kuota tahun 2018 yang ditetapkan sebanyak 3,7 juta ton.

Penetapan tersebut, menurut Direktur Jenderal Pengelolaan Ruang Laut Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Brahmantya Satyamurti Poerwadi seharusnya bisa ditinjau kembali, karena realisasi impor pada 2018 dari kuota sebanyak 3,7 juta ton ternyata maksimal mencapai 2,6 juta ton. Angka tersebut menjelaskan bahwa kebutuhan impor tidak sebesar yang diperkirakan.

Tak hanya itu, Brahmantya mengungkapkan, kuota impor yang ditetapkan pada awal 2019, seharusnya ditinjau ulang atau dilakukan revisi, karena produksi garam yang dilaksanakan sepanjang 2018 juga melampaui target yang ditetapkan saat itu, yaitu sebanyak 1,5 juta ton. Pada 2018, produksi garam nasional mencapai 2,71 juta ton.

“Meski produksi dari 2018 tersisa 1,39 juta ton pada 2019, namun memang produksi juga diperkirakan akan kembali baik pada 2019. Selain itu, sisa garam yang ada juga tidak bisa disebut stok yang banyak,” ucap dia, akhir pekan lalu di Jakarta.

baca :  Ada Praktik Kartel dalam Tata Niaga Garam Nasional?

 

Dirjen Pengelolaan Ruang Laut Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Brahmantya Satyamurti Poerwadi saat memberikan keterangan pers tentang kuota impor garam 2019 di Kantor KKP, Jakarta. Foto : Humas KKP/Mongabay Indonesia

 

Adapun, sisa 1,39 juta ton yang ada saat ini, berasal dari 976.392,29 ton stok garam lokal dan 444.527,47 ton stok garam impor. Dari jumlah tersebut, sebanyak 415.675,24 ton diketahui masih ada di petambak, pedagang, dan koperasi. Sementara, sebanyak 306.044,52 ton masih tersimpan di PT Garam dan sisanya di industri pengolah dan pengguna sebanyak 254.672,53 ton.

Brahmantya menerangkan, lampauan target produksi yang dicapai pada 2018, selain karena faktor cuaca yang sangat mendukung selama proses produksi, juga karena keberhasilan program pemberdayaan garam usaha rakyat (PUGAR) yang dilaksanakan Pemerintah Indonesia. Program tersebut diklaim sudah berhasil meningkatkan produksi garam rakyat sejak 2011 hingga sekarang.

Adapun, rincian produksi garam rakyat yang berhasil dicapai pada 2018 adalah sebanyak 2.718.028 ton, dengan di antaranya berasal dari sentra produksi garam rakyat sebanyak 2.350.768,02 ton, dan 367.260 ton berasal dari produksi yang dilaksanakan PT Garam. Dengan angka tersebut, produksi garam rakyat mengalami kenaikan 145 persen dibandingkan produksi serupa pada 2017 yang mencapai 1.111.395 ton.

baca juga :  Kenapa Harus Impor Garam Lagi?

 

Tampak petani menjemur tanah yang digunakan sebagai bahan baku garam. Foto: Junaidi Hanafiah/Mongabay Indonesia

 

Garam Nasional

Akan tetapi, Brahmantya menyebutkan, di saat produksi garam rakyat mengalami kenaikan, pada saat yang sama juga kebutuhan garam dalam negeri mengalami peningkatan dengan rerata mencapai 4,3 persen per tahun dari 3 juta ton pada 2010 menjadi 3,75 ton pada 2015. Peningkatan kebutuhan garam dalam negeri meningkat rata-rata 4,3% per tahun dari 3 juta ton di tahun 2010 menjadi 3,75 juta ton di tahun 2015.

Untuk 2019, Brahmantya menambahkan, kebutuhan garam nasional ditetapkan sebanyak 3,9 juta ton, sementara produksi garam nasional ditargetkan mencapai 2,3 juta ton. Perkiraan tersebut, diyakini bisa terlampaui, karena cuaca yang mendukung dan juga program produksi garam rakyat sudah berjalan baik selama delapan tahun terakhir.

Tingginya kebutuhan garam nasional, menurut Brahmantya, menyebabkan kebutuhan impor tidak akan bisa dibatasi. Terlebih, karena produksi garam nasional itu selalu mengalami fluktuasi yang berbeda setiap tahunnya. Dengan demikian, impor akan tetap dilaksanakan, selama ada permintaan dari industri.

“Perkara impor tidak impor itu bukan boleh atau tidak boleh. Perkara impor itu perkara produksi berapa dan kebutuhannya berapa,” ucapnya.

Selain faktor di atas, Brahmantya menyebutkan, Pemerintah terus mengusahakan pengelolaan garam bisa berjalan baik, salah satunya melalui gudang garam nasional (GGN) yang jumlahnya saat ini sudah mencapai 18 unit dan menyebar di 18 lokasi.

Adapun, lokas-lokasi tersebut adalah Kabupaten Pidie Jaya (Aceh), Kab. Karawang, Kab. Indramayu, Kab. Cirebon (Jawa Barat), Kab. Brebes, Kab. Demak, Kab. Pati, Kab. Rembang (Jawa Tengah), Kab. Tuban, Kab. Lamongan, Kab. Sampang, Kab. Pamekasan, Kab. Sumenep (Jawa Timur), Kab. Bima, Kab. Sumbawa (Nusa Tenggara Barat), Kab. Kupang (Nusa Tenggara Timur), Kab. Jeneponto dan Kab. Pangkep (Sulawesi Selatan).

“Gudang ini akan digunakan sebagai tempat penyimpanan garam hasil produksi petambak garam dengan kapasitas 2.000 ton yang dikelola oleh koperasi garam di masing-masing sentra garam rakyat. Gudang Garam Nasional (GGN) yang telah menerima sertifikat kelayakan sebagai pelaksana sistem Resi Gudang adalah di Cirebon, Indramayu, Pati, Pangkep, Rembang dan Tuban,” ungkapnya.

baca juga :  Kenapa Pemerintah Tak Juga Perbaiki Tata Kelola Garam Nasional?

 

Petani di Amed, Desa Purwakerthi, Karangasem, Bali memanen garam dari palungan (batang kelapa dibelah). Garam dari Amed dikenal kaya akan mineral dan tidak pahit. Foto : Luh De Suriyani/Mongabay Indonesia

 

Direktur Jasa Kelautan KKP Abduh Nurhidajat menjelaskan, GGN yang saat ini ada semuanya sudah berhasil menerbitkan resi gudang komoditas garam dengan total nilai Rp782 juta. Dengan rincian, Koperasi Garam Ronggolawe Makmur (Kab. Tuban) dengan jumlah garam sebesar 100 ton senilai Rp120 juta, Koperasi Produsen Garam Rejeki Agung (Kab. Indramayu) dengan jumlah garam sebesar 100 ton senilai Rp90 juta, Koperasi Produsen Mutiara Laut Mandiri (Kab. Pati) dengan jumlah garam sebesar 380 ton senilai Rp456 juta, dan Koperasi Mappatuwo (Kab. Pangkep) dengan jumlah garam sebesar 10 ton senilai Rp16 juta.

Abduh mengatakan, program PUGAR di masa mendatang akan mengembangkan kawasan ekonomi garam (KE-Garam) yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas garam dan penetrasi pasar, yang mencakup di dalamnya integrasi sistem stok berbasis pasar dan keunggulan wilayah. Dengan demikian, industri garam rakyat dari hulu ke hilir akan tersambung.

“Garam merupakan komoditas strategis yang diperlukan untuk berbagai hal baik yang digunakan untuk produksi pangan maupun produksi industri non-pangan. Penerapan manajemen stok melalui gudang penyimpanan yang besar dan berskala nasional sangat dibutuhkan guna menjamin stok nasional,” jelasnya.

menarik dibaca :  Garam Rakyat Didorong Penuhi Standar Internasional, Bagaimana Caranya?

 

Arifin sedang mengkristalkan air payau di tambak yang beratap agar bisa terus produksi saat musim hujan di Dusun Mencorek, Kecamatan Brondong, Lamongan, Jawa Timur. Siasat pelestari garam rakyat sekaligus menghijaukan tambak dengan bakau. Foto : Anton Muhajir/Mongabay Indonesia

 

Peninjauan Ulang

Lebih lanjut Abduh mengungkapkan, walau sudah ditetapkan sebanyak 2,7 juta ton kuota impor untuk 2019, tetapi KKP akan tetap melaksanakan mekanisme peninjauan ulang yang dilakukan setiap tiga bulan sekali. Mekanisme itu harus dilakukan, belajar dari kuota 2018 saat impor garam ditetapkan sebanyak 3,7 juta ton.

“Ternyata realisasi itu hanya 2,6 juta ton untuk impor pada 2018,” tegasnya.

Untuk melaksanakan mekanisme peninjauan ulang, Abduh mengaku akan memulainya mulai Maret 2019 dan hasilnya akan diungkapkan pada rapat koordinasi yang dilaksanakan oleh Kementerian Koordinator Ekonomi. Pada rapat tersebut, kuota impor akan kembali diingatkan sesuai dengan hasil peninjauan.

Dengan melakukan mekanisme peninjauan ulang, Abduh menyebutkan, daya tawar garam nasional akan menjadi lebih baik, karena produksinya sepanjang tahun juga terus membaik, terutama pada 2018. Pada akhirnya, kuota impor juga bisa terus ditekan, karena sudah dipasok dari produksi garam yang dilaksanakan pada sentra produksi tradisional dan PT Garam.

Abduh menuturkan, perlu ada pertimbangan khusus agar impor tidak berlangsung saat panen raya garam nasional sedang berjalan. Pengelolaan itu sangat penting, karena selain akan mematahkan semangat para petambak garam, juga akan membuat harga garam rakyat anjlok dan itu akan merugikan petambak garam.

“Memang impor garam ini perlu kearifan untuk jangan sampai nanti saat panen impornya masuk. Itu sangat mencederai petambak garam dan harga akan terguncang,” tuturnya.

 

Exit mobile version