Mongabay.co.id

Warga Seram Potong-potong Dugong Mati Terdampar, untuk Konsumsi?

 

 

 

Satu satwa dilindungi terdampar lagi dan mati di pesisir Pantai Maluku. Kamis (28/2/19). Warga menemukan duyung atau dugong jantan sepanjang 2,5 meter, di Muara Sungai Eti dan Kakele, Kecamatan Seram Barat, Kabupaten Seram Bagian Barat.

Sekitar pukul 17.00 waktu setempat, tiga warga, Simson Kapitan, Dilan Pelapory dan Samuel Renyaan, menemukan dugong terapung di antara muara Sungai Eti dan Kakele. Dugong sudah mati itu lalu dibawa ke Desa Eti.

Tiba di sana pukul 20.00, bangkai dugong dipotong lalu dibagi-bagi kepada warga sekitar. Belum diketahui pasti, apakah daging mamalia laut itu untuk komsumsi atau keperluan lalu.

Anwar Marasabessy, Petugas Cabang Dinas GP2 Dinas Kelautan dan Perikanan Maluku, dikonfirmasi Mongabay, membenarkan, ada penemuan dugong mati.

“Dugong sudah mati kemudian, dipotong dan dibagi-bagi ke warga desa,” katanya, Jumat (29/2/19).

Anwar menyesali tindakan warga, pasalnya dugong satwa dilindungi hingga tak boleh dipotong-potong untuk keperluan warga.

Seto, Kepala Satuan Tugas Peredaran dan Konflik Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Maluku berpendapat, satwa terapung saat nelayan cari ikan, sebaiknya bangkai dikuburkan.

“Kemungkinan masyarakat berpikir memanfaatkan daging ketimbang dibuang atau dikubur. Ya, mungkin dapat dimaklumi,” katanya, seraya melarang keras penangkapan duyung ini.

Meity Pattipawael, Kepala Seksi Wilayah II BKSDA Maluku, mengatakan, perihal penemuan Dinas Kelautan dan Perikanan Maluku, telah peninjauan ke Desa Eti. Di sana, ada bangkai dugong diptong-potong dan dibagikan kepada warga.

Rilis Kepala Loka Pengelolaan Sumber Daya Pesisir dan Laut (PSPL) Sorong, Santoso Budi Widiarto, diterima Mongabay, Sabtu (2/3/19) memberi atensi kepada BKSDA Maluku dan Dinas Perikanan Seram Bagian Barat, lantaran saling koordinasi dan komunikasi soal dugong terdampar di Desa Eti.

PSPL Sorong sebagai Unit Pelaksana Teknis di bawah Direktorat Jenderal Pengelolaan Ruang Luat, Kementerian Kelautan dan Perikanan, mempunyai tugas konservasi jenis satwa dilindungi dan habitat di Maluku, Maluku Utara, Papua dan Papua Barat. Mereka berusaha keras membangun komunikasi perihal terdamparnya mamalia laut.

“Kami apresiasi BKSDA Maluku, Dinas Kelautan dan Perikanan Seram Bagian Barat, karena mampu bangun komunikasi dengan baik,” kata Santoso, dalam rilis.

Duyung atau dugong, katanya, satu dari 35 jenis mamalia laut terbesar di perairan Indonesia. Ia masuk satu dari 20 spesies prioritas Kementerian Kelautan dan Perikanan, yang perlu dilindungi dan memiliki rencana aksi nasional mamalia laut tertuang dalam Permen-KP No. 79/2018.

Maluku, katanya, salah satu simpul mamalia laut terdampar. Di 2018, setidaknya ada enam mamalia laut terdampar, dua dugong. Jadi, katanya, penanganan tepat dan kolaboratif tentu sangat perlu mencegah dampak negatif terhadap lingkungan dan penduduk sekitar.

 

Kejadian serupa di Sulawesi Barat. Barang bukti berupa dugong yang telah dipotong diamankan Polair Polres Polman, Sulawesi Barat. Foto: Muhammad Yusri/Sahabat Penyu/Mongabay Indonesia

 

Dia menyayangkan, tindakan warga memotong dan membagi-bagi daging dugong ke warga lain. Bukan hanya soal satwa dilindungi, tetapi dugong mati terdampar itu bisa membawa penyakit bahaya bagi manusia yang mengkonsumsi.

Guna mencegah kejadian serupa, kata Santoso, ke depan PSPL Sorong akan kejasama dengan Dinas Perikanan Kabupaten Seram Bagian Barat, Cabang Dinas Gugus Pulau II DKP Maluku. Mereka juga akan berikan sosialisasi satwa laut maupun darat dilindungi dan teknik penanganan mamalia laut terdampar.

PSPL, katanya, juga mitigasi dengan membentuk jejaring perespon pertama (first responder) mamalia laut terdampar di Maluku dan Maluku Utara. PSPL Sorong juga akan perluas pengetahuan penanganan mamalia laut terdampar.

 

 

Simpul lokasi        

Soal dugong terdampar di Maluku, bukan kali ini saja, sudah berkali-kali. Setidaknya, pada 2017, PSPL Sorong Satker Ambon, mencatat dua kejadian dugong terdampar di pesisir Pantai Maluku, pada 10 Juli di Pantai Mamoken, Desa Tulehu, Kecamatan Salahutu, Maluku Tengah. Lalu, 10 Agustus, dugong terdampar di Dusun Ani, Huamual Belakang, Kecamatan Waisala, Seram Bagian Barat.

Wiwik Handayani, Penanggungjawab Loka PSPL Sorong Satker Ambon mengatakan, dalam 2018, satu kasus di Negeri Buano Selatan, Seram Bagian Barat, dan satu kasus di Desa Waitatiri, Maluku Tengah. Semua dugong terdampar itu, katanya, berhasil ditangani dengan baik.

“Yang terjadi di Eti, duyung dipotong-potong dan dibagi ke warga.”

Santoso mengatakan, mamalia laut akan habiskan sebagian besar siklus hidup di laut, namun saat menjelang kematian, mereka lebih suka mati dekat pantai.

“Mungkin karena bernapas pakai paru-paru, hingga di akhir hidup, berada di sekitar perairan dangkal atau pantai.”

Terkait Maluku dan Maluku Utara, katanya, berhadapan dengan Samudera Pasifik. Ketika terjadi gangguan navigasi, penyakit atau sudah waktunya mati, mamalia laut, akan cari perairan dangkal di pulau-pulau yang banyak bertebaran di Maluku dan Maluku Utara.

Untuk penyebab satwa terdampar, katanya, bisa berbagai hal, seperti, masalah navigasi. Mamalia laut, gunakan gelombang untuk komunikasi dan menentukan arah bersama kelompok, katanya, kadang berdasar beberapa hal, seperti gelombang lain lebih kuat dari kapal lewat, hingga mereka kehilangan kemampuan navigasi dan tersesat.

Ada juga lantaran kondisi laut tak sehat. Ada juga, katanya, sampah plastik di laut sudah tahap memprihatinkan hingga tubuh lemah mamalia laut rentan terpapar mikroplastik.

“Itu bisa menjadi indikasi mereka terdampar dan mati,” kata Santoso.

 

Keterangan foto utama:  Ilustrasi. Seekor duyung (Dugong dugon) sedang memakan lamun di perairan Filipina. Foto: Jürgen Freund/WWF

 

 

Exit mobile version