Mongabay.co.id

Geliat Trans Lahan Gambut Desa Sidodadi Pasca Karhutla

 

Sidodadi, jika mendengar namanya, ia berasosiasi dengan nama desa di Pulau Jawa. Namun, sejatinya desa transmigrasi ini berada di Kecamatan Maliku, Kabupaten Pulang Pisau, Kalteng. Berdiri sejak tahun 1982 ia menjadi definitif, setelah pemekaran tahun 2003.

Berpenduduk sekitar 11.150 jiwa (350 KK), hampir penduduknya berasal dari Jawa. Sekitar 90 persen warga menggantungkan hidup sebagai petani, diantaranya karet, sawit, sengon, yang diselingi beternak sapi dan kambing.

Karena lokasinya di bentang lahan gambut, Sidodadi menjadi salah satu target program Desa Peduli Gambut (DPG) yang dijalankan oleh Badan Restorasi Gambut (BRG) bekerjasama dengan CSO Kemitraan dan pemerintah setempat.

Kabupaten Pulang Pisau, -dimana Desa Sidodadi berada, menjadi target program R3 (Rewetting, Revegetation, Revitalization) oleh Tim Restorasi Gambut Daerah (TRGD) Kalteng, setelah di tahun 2015 kebakaran hutan dan lahan (karthutla) terbesar di Kalteng terjadi di wilayah ini. Total luas gambut di Pulang Pisau sendiri 519.322 ha, dengan 294.843 ha adalah ekosistem gambut berfungsi budidaya yang dikelola oleh masyarakat.

Baca juga: Rawan Terbakar, Penyelamatan Gambut Harus Terus Dilakukan

Sidodadi memiliki luas 3.600 hektar, sebanyak 50 persennya adalah gambut tebal di atas tiga meter. Selain itu Sidodadi letaknya tak jauh dari kanal primer blok C, eks PLG sejuta hektar, area yang amat rawan terbakar.

Di tahun 2015, desa ini tak luput dari kebakaran lahan gambut.

“Tapi sekarang ada sumur bor dan sekat kanal meski belum 100 persen, tapi sudah menjawab [mengurangi kebakaran],” ungkap Ali Usin, Kades Sidodadi. Dia mengaku kebakaran lahan gambut momok paling menakutkan bagi warganya.

Tuturnya, dengan pembangunan sekat kanal yang berjumlah 53 di desanya juga turut membantu. Sekarang meski kemarau, air masih dapat dijumpai di desa dan wilayah sekitarnya. Juga dengan adanya bantuan sebanyak 74 unit sumur bor, jika terjadi spot api, dia menyebut dalam satu kali 24 jam sudah akan dapat dipadamkan.

Tidak saja selesai dengan program mengatasi kebakaran lahan atau Masyarakat Peduli Api (MPA), warga Sidodadi sekarang mulai bergeliat dalam mengembangkan potensi ekonomi desanya.

 

Tanaman mengkudu, salah tanaman andalan yang dikembangkan di Sidodadi untuk konsumsi obat herbal. Foto: Yusy Marie/Mongabay Indonesia

 

Pupuk Organik dan Obat Herbal

Lewat kerja keras warganya, Sidodadi sekarang dikenal sebagai desa sapi. Sapi berkembang biak cukup baik dan telah menghasilkan. Ada yang dikelola oleh kelompok tani, juga sebagian dimiliki oleh pribadi.

Pilihan terhadap peternakan sapi adalah bentuk adaptasi warga atas keasaman tanah gambut yang tinggi. Selama ini warga terkendala dalam menanam palawija karena keasaman tanah.

Untuk meningkatkan pH tanah, masyarakat menggunakan kapur yang dicampur dengan kotoran sapi. Pupuk organik dari kotoran sapi sekarang pun mudah diperoleh di desa.

Ali Usni menyebut sebelum adanya program R3, pembuatan pupuk dilakukan warga secara manual. Pengerjaan ini memakan waktu lebih lama dan bergantung dengan cuaca.

“Kita masih minim pengetahuan dalam pembuatan pupuk organik saat itu,” Ryanto, Ketua Kelompok Tani Sumber Rezeki menyebut.

Baca juga: Cerita Redupnya Kejayaan Kopi Lahan Gambut Desa Gandang Barat

Lewat program pembuatan pupuk organik warga diperkenalkan dengan aktivator bakteri fermentasi EM4 atau gula merah. Seluruh proses dapat dipercepat, hanya berlangsung selama sekitar 2 minggu. Selama periode itu, kotoran terus diaduk, untuk selanjutnya didiamkan (ditutup) untuk 15 hari berikutnya. Setelah mengering pupuk telah siap dimanfaatkan sebagai penyubur tanah.

Saat ini, petani mampu menghasilkan sekira 1-2 ton pupuk organik per hari, yang dijual Rp750 per kilogramnya. Tidak saja memenuhi kebutuhan warga, tetapi pupuk organik ini juga telah dijual ke luar desa.

Tanah Sidodadi pun ternyata cocok untuk ditanami buah mengkudu (Morinda citrifolia) dan bawang lemba (Eleutherine bulbosa). Kedua tanaman ini dikenal sebagai obat herbal. Diminum dalam seduhan layaknya orang meminum kopi dan teh.

Tanaman mengkudu dikenal sebagai obat herbal untuk mengatasi hipertensi, asam urat dan kolesterol. Sedangkan bawang lemba dipercaya mampu mencegah beberapa penyakit seperti amandel, asam urat, bisul, asma dan yang lainnya.

Dalam prosesnya pembuatannya, mengkudu dan umbi bawang segar diiris tipis, dikeringkan dan diblender. Sarwi, Ketua PKK Desa Sidodadi menyebut tak khawatir dengan keberadaan mengkudu. Sahutnya, tanaman ini mudah tumbuh dan tak sulit dalam perawatannya.

Meski telah mulai berproduksi secara reguler, Sarwi menyebut jika kedepannya pasar obat herbal sudah terbentuk, maka produk asal Sidodadi dapat semakin meningkat.

 

Peternakan sapi yang dimiliki oleh warga. Kotoran sapi juga digunakan untuk pupuk organik. Foto: Yusy Marie/Mongabay Indonesia

 

Pendampingan Masyarakat

Dalam konsep program DPG, pendekatan pembangunan desa partisipatif berbasis ekosistem gambut terus didorong. Tujuannya agar pengelolaan gambut dan pemberdayaan gambut dapat seirama.

Outcome program DPG adalah pola pengelolaan gambut yang berkelanjutan dan terintegrasi. Upaya restorasi gambut disandingkan dengan upaya perencanaan desa,” jelas Andi Kiki, Koordinator Program DPG Kalteng.

Dia menyebut pemberdayaan ekonomi masyarakat berjalan sesuai prinsip kepastian tenurial dan penghormatan terhadap kearifan lokal yang ada di masyarakat.

Sejak tahun 2017 di Pulang Pisau telah dilakukan pendampingan untuk 46 desa yang berada di lahan gambut, mencakup desa-desa yang ada di Kecamatan Jabiren Raya, Kahayan Hilir Maliku, Sebangau Kuala, Pandih Batu dan Kahayan Kuala.

 

 

Exit mobile version