Mongabay.co.id

Bank of China Evaluasi Proyek PLTA Batang Toru, Walhi: Perlu Tegas, Hasil Umumkan ke Publik

 

 

 

 

Bank of China, salah satu pendana pembangunan pembangkit listrik tenaga air (PLTA) Batang Toru, bakal mengevaluasi secara berhati-hati keterlibatan mereka dalam proyek di Tapanuli Selatan, Sumatera Utara, Indonesia.

Bank of China, menyatakan, mereka akan memikirkan ulang rencana pembiayaan proyek yang mendapat kecaman berbagai pihak, termasuk dari aktivis lingkungan. Proyek khawatir menghancurkan hutan Batang Toru, mengancam keberlangsungan keragaman hayati termasuk, orangutan Tapanuli, satwa sangat langka dan terancam punah.

Baca: Populasi Orangutan Tapanuli Banyak Ditemukan di Lokasi Pembangunan PLTA Batang Toru

Mereka menyatakan, perlindungan lingkungan penting dalam menjalankan bisnis perusahaan, terlebih perusahaan memegang teguh prinsip pendanaan hijau.

“Bank of China, akan mengevaluasi proyek dengan sangat hati-hati dan membuat keputusan hati-hati dengan sepatutnya mempertimbangkan promosi keuangan hijau, pemenuhan tanggung jawab sosial serta kepatuhan terhadap prinsip-prinsip komersial,” kata bank milik Pemerintah Tiongkok ini dalam pernyataan di laman resmi mereka.

Pernyataan ini keluar pada 4 Maret 2019, tiga hari setelah para aktivis protes di Kedutaan-kedutaan Tiongkok di berbagai kota termasuk Jakarta, New York, Hong Kong, Manila dan Johannesburg.

Para aktivis meminta Bank of China mencabut pendanaan untuk proyek PLTA Batang Toru senilai US$1,6 miliar.

Walhi Sumatera Utara menyambut baik sikap Bank of China. Dana Tarigan, Direktur Eksekutif Walhi Sumatera Utara mengatakan, pernyataan Bank of China masih terlalu normatif. Dari email mereka ke Walhi Sumut, katanya, juga menyebutkan keputusan bank masih akan mengevaluasi hati-hati. “Belum ada sikap tegas menghentikan pendanaan buat proyek itu,” katanya, seraya meminta Bank of China segera evaluasi dan umumkan hasil ke publik.

Pada 20 Juli 2018, Walhi Sumut, sudah mengirimkan surat lewat email kepada Bank of China, Hong Kong, untuk menghentikan projek yang dikerjakan PT North Sumatra Hydro Energy (NSHE) ini.

Baca juga:  Para Ilmuan Dunia Kirim Surat ke Jokowi Khawatir Pembangunan PLTA Batang Toru

Dalam surat itu, kata Dana, Walhi menyatakan, ada dugaan pembangunan membahayakan masyarakat karena dibangun di zona merah gempa, dan mengubah fungsi sungai padahal banyak warga bergantung hidup di sungai itu. Juga ancaman terhadap orangutan Tapanuli dan flora fauna lain di sana. “Kami tak mendapatkan jawaban pasti.”

Pembangunan PLTA juga dekat sesar Toru. “Pertanyaan saya kalau bendungan jebol, masyarakat terdampak di desa mana, berapa jumlahnya, PLTA tidak bisa menjawab. Mereka mengatakan analisis itu tak pernah dibuat. Padahal, kasus serupa sudah terjadi dimana jebol bendungan di Laos dan Brasil. Itu sangat mungkin terjadi di Batang Toru, ” katanya.

 

Menggunakan kostum orangutan Tapanuli aktivis Walhi unjukrasa di depan gedung Bank of China di Medan. Foto: Ayat S Karoakro/ Mongabay Indonesia

 

Walhi banding

Selain mendesak Bank of China, menghentikan pendanaan proyek PLTA Batang Toru, Walhi juga mengajukan banding setelah gugatan hukum mereka terhadap Pemerintah Sumatera Utara untuk mencabut izin lingkungan ditolak. Rabu (13/3/19), kuasa hukum Walhi banding.

Dana mengatakan, ini upaya Walhi terus berjuang mendapatkan keadilan lingkungan bagi ekosistem, satwa dan masyarakat.

“Gugatan ini penting agar Pemerintah Sumut memperbaiki tata kelola perizinan di provinsi terbesar ketiga di Indonesia ini. Sosialisasi dalam penyusunan amdal harus benar-benar partisipatif, masyarakat dilibatkan, ” katanya.

Golfrid Suregar, Kuasa Hukum Walhi mengatakan, banding ini upaya hukum lanjutan setelah putusan majelis hakim tingkat pertama belum berkeadilan.

Ada beberapa pertimbangan majelis hakim tingkat pertama dia anggap keliru, seperti hanya melihat segi administrasi, padahal gugatan itu soal lingkungan hidup.

Dia berpendapat, secara administrasi izin lingkungan dari pemerintah provinsi sudah cacat prosedur terbukti dari fakta persidangan, satu ahli Onrizal, nama masuk dalam adandum amdal, tanda tangan dipalsukan tetapi tak masuk pertimbangan majelis hakim.

Soal konsultasi publik dan sosilaisasi, majelis hakim dianggap keliru dengan menyebutkan masyarakat Batang Toru yang jadi saksi tak relevan.

“Sudah jelas sekali dalam izin disebutkan PLTA Batang Toru wilayah kegiatan di Sipirok. Marancar dan Batang Toru. Bagaimana mungkin masayarakat Batang Toru, dikesampingkan dan dianggap tak relevan?”

Degan banding ini, Golfrid berharap, majelis hakim Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara Medan, memeriksa ulang dan mempertimbangkan bukti serta keterangan Saksi yang diajukan Walhi.

Firman Taufick, Vice President Communications and Social Affairs PT NSHE ketika diwawancarai Mongabay soal pendanaan belum lama ini mengatakan, investasi proyek PLTA Batang Toru dalam kurs rupiah antara Rp21-Rp22 triliun. Saat ini, dalam proses penyusunan komposisi antara modal sendiri dan pinjaman.

Bank of China, katanya, masih mempelajari proposal yang mereka ajukan. Pemerintah Indonesia, katanya, diwakili PLN, jadi salah satu pemegang saham.

Pembangunan proyek ini, katanya, sebagai salah satu wujud Indonesia berkomitmen menurunkan emisi karbon. PLTA Batang Toru, katanya, akan dipakai untuk mengurangi penggunaan pembangkit listrik disel. “Ini pembangkit listrik ramah lingkungan, menggunakan air Sungai Batang Toru.”

Untuk penggunaan luasan lahan, dari ekosistem Batang Toru sekitar 163.000 hektar, buat proyek PLTA 0,07%. Total lahan permukaan untuk proyek ini seluas 122 hektar, dengan rincian 56 hektar untuk bangunan, 66 hektar buat genangan air Sungai Batang Toru.

 

Aksi para aktivis Walhi di depa gedung Bank of China di Medan. Mereka protes pembangunan PLTA Batang Toru. Foto: Ayat S Karokaro/ Mongabay Indonesia

 

Sungai Batang Toru yang airnya dimanfaatkan masyarakat untuk kebutuhan sehari-hari. Foto: Ayat S karokaro/Mongabay Indonesia
Exit mobile version