Mongabay.co.id

Ketika Banjir Bandang di Sentani Tewaskan Puluhan Orang

Bongkahan batu dan kayu terbawa air kala banjir bandang melanda Kota Sentani. Foto: Asrida Elisabeth/ Mongabay Indonesia

 

 

 

 

 

 

Kala melihat Pegunungan Cyclop, dari Kota Sentani, tampak tenang. Dari kejauhan, warna hijau tua pepohonan dengan puncak tertutup awan. Sabtu (16/3/19), hujan turun seharian. Tak dinyana, malam hari, sekitar pukul 19.00, air deras mengalir dari Cyclop, dengan membawa beragam material dari bebatuan sampai batang kayu, menghantam segala yang ada di bawahnya. Banjir bandang melanda Kota Sentani, Papua.

Data sementara, sampai Minggu malam (17/3/19), 68 orang meninggal dunia, luka ringan 75 orang, luka berat 30 orang. Warga yang mengungsi mencapai 4.153 tersebar di tujuh lokasi penampungan.

Pantauan Mongabay, kerusakan terjadi dari hulu hingga hilir, paling parah antara lain di Kemiri, Pasar lama, Tauladan, dan Doyo. Ruko, pasar, perkantoran hingga pemukiman warga rusak diterjang batu, kayu dan terbenam lumpur.

Tampak jembatan dan saluran air juga mengalami erosi parah. Di beberapa jembatan di sepanjang jalan raya sentani, air menggerus pinggir kali hampir mencapai bangunan di sekitarnya.

Saluran air dan bangunan padat di sekitar jalan raya Sentani memperparah kondisi genangan air. Di danau ketinggian air naik hingga menggenangi rumah warga. Tampak di beberapa titik, warga di pinggiran Danau Sentani, menyelamatkan barang ke daratan. Menjelang sore, mendung menggelayut di puncak Cyclop. Hujan turun lagi sepanjang malam.

Badan Meterologi dan Geofisika (BMKG) Jayapura menyampaikan, peringatan dini cuaca Jayapura pada 18 Maret 2019, masih berpotensi hujan dengan intensitas sedang hingga lebat disertai badai guntur dan angin kencang. Pukul 01.00 dini hari, di Sentani, Kota Jayapura dan sekitar hujan.

 

 

Sungai baru terbentuk di samping Dekat Gereja Zaitun Bukit Cyclop dan mengalir ke Yonif 751. Foto: Asrida Elisabeth/ Mongabay Indonesia

 

 

***

Kota Sentani, terletak membentang tepat di bawah kaki Pegunungan Cyclop. Sentani adalah ibu kota Kabupaten Jayapura dengan luas sekitar 225,90 km². Di wilayah ini membentang Danau Sentani, juga jadi muara bagi sungai-sungai dari Pegunungan Cyclop.

Dari Pegunungan Cyclop, air mengalir membawa serta pasir, tanah, bongkahan batu, dan batang-batang kayu. Air bersama material ini meluncur turun, tak lagi pada daerah aliran biasa. Aliran air tumpah ruah membentuk daerah aliran baru, menyapu apapun yang terletak di bawahnya.

Pohon-pohon tumbang, rumah-rumah rusak parah, manusia dan ternak sebagian mati terhanyut, sebagian luka-luka, jalanan dipenuhi bongkahan lumpur, batu dan batang kayu.

 

 

Kondisi Kali Suembak

Kali Suembak, salah satu sungai yang mengalir keluar dari Pegunungan Cyclop. Di pinggir Kali Suembak, Martina Safkaur tinggal bersama suami dan lima anaknya. Suaminya, Jefri Kopew.

Daerah di sekitar hulu Kali Suembak milik Marga Kopew. Secara administrasi pemerintahan, lokasi ini masuk daerah Tauladan RW2/RT10 Kelurahan Sentani Kota.

Rumah mereka berada di ujung atas wilayah ini. Jaraknya sekitar 50 meter dari Kali Suembak. Sudah sembilan tahun Martina dan keluarga tinggal di sini.

Malam itu, Martina, tinggal dengan lima anaknya. Suami sedang di Genyem. “Jam 7.00 saya turun ke bawa beli anak kecil pu susu. Saya kembali, banjir su hantam-hantam di kaki. Arus sudah kencang. Saya bilang, aduh Tuhan, anak-anak di rumah. Ini banjir sudah masuk.”

Setiba di rumah, tumpahan air dari kali sudah masuk dan memenuhi kiri dan kanan rumah. Anak-anak tertidur lelapdia bangunkan. Anak paling besar menggendong adiknya yang berumur 1,6 tahun. Martina menggendong anaknya yang berusia dua bulan.

Pukul 20.00, mereka masih di dalam rumah. Hujan terus turun, listrik padam dan kilat terus menyambar. Cahaya kilat ini membantu Martina menuntun anak-anaknya ke bukit samping rumah. Dari atas bukit, tampak pohon-pohon tumbang dan terbawa air.

“Kita lari ke pondok yang di gunung. Sampai di gunung banjir sudah makin besar, makin turun. Lihat matoa yang tadinya di pinggir rumah itu, pohon-pohon yang ada banyak itu bukan patah tapi akarnya naik.”

Oh Tuhan… ini sudah tambah parah. Sudah tambah keluar, sudah tambah masuk ke rumah ini. Lihat begini matoa sudah tindis rumah.”

 

Mobil tertutup lumpur di kawasan Pasar lama Sentani. Foto: Asrida Elisabeth/ Mongabay Indoneaia

 

Tempat rumah tempat mereka menyelamatkan diri juga mulai longsor. Martina mengajak anak-anaknya naik ke ketinggian. Dari sana tampak cahaya senter keluarga yang hendak menolong tetangga di rumah bawah. Martina berteriak minta tolong.

“Keluarga naik angkat kita di gunung. Yang bayi kecil sudah gemetar. Datang ipar perempuan bungkus dengan kain.“

Bagi Martina, kondisi ini tak terlalu mengherankan. Suaminya, Jefri Kopew, adalah anggota masyarakat mitra Polisi Kehutanan (MMP). MMP adalah kelompok masyarakat sekitar hutan yang membantu Polhut dalam melindungi hutan. Di sini MMP bernama Kelompok Horolowa.

Selasa lalu, mereka baru kembali dari Pegunungan Cyclop. “Suami saya bilang di sana banyak longsor. Orang bikin kebun di pinggir-pinggir kali dan tebang pohon. Jadi, sekarang air turun dan bawa batang-batang kayu dengan batu-batu ini.”

Martina beruntung. Meski kini anak-anaknya sakit, mereka semua selamat. Dibantu keluarga, siang hari, Martina, kembali ke rumah menyelamatkan barang tersisa.

Baginya, rumah mereka harus segera pindah ke tempat lebih aman. Rumah mereka, dia pastikan bakal jadi aliran sungai baru.

Yance Wenda, wartawan Tabloid Jubi juga tinggal di sekitar daerah aliran Sungai Suembak, lebih rendah dari rumah Martina.

Yance bersama keluarga tinggal di sini sejak 2000. Dia dari pegunungan Papua. Dia tinggal lima meter dari pinggir Kali Suembak, bersama anak dan istrinya.

Malam hari, air menyapu rumah dengan segala isi. Tampak batu-batu besar dan batang kayu berserakan di sini. Meski rumah dan ternak hancur, mereka sekeluarga selamat.

Tak jauh dari rumah Yance, tampak pemukiman warga dari Sulawesi. Rumah-rumah juga tergenang lumpur dan sebagian tersapu air. Warga tampak sibuk memperbaiki saluran air di sekitar rumah dan memperbaiki bagian rumah yang rusak.

Menurut Yance, tumpukan batu dan kayu membuat air tidak lagi berjalan di jalurnya.

“Biasa air banjir turun di sini, ini hantam di tengah-tengah, jadi turun ke rumah sini.”

Penebangan pohon dan pembukaan kebun di bibir kali diduga jadi salah satu penyebab banjir bandang parah dengan membawa material batu dan kayu.

Yance berharap, pembukaan kebun di hulu segera setop. Kali pun, katanya, dibuatkan bronjong hingga memperkuat daerah pinggi sungai.

“Ini sudah dari 2007, ada musibah. Kita minta kali dipasang bronjong tapi belum dikabulkan sampe sekarang. Musibah ini terjadi lagi.”

 

Buku di Perpustakaan Sekolah SD Kristen Baik yang rusak karena banjir bandang. Foto: Asrida Elisabeth/ Mongabay Indonesia

 

 

Kali Kemiri?

Di Jalan Sosial Kelompok Karang Taruna, Mama Kindena Kogoya, hanya berdiri menatap rumahnya yang hancur. Rumah-rumah sekitar juga alami serupa. Bongkahan batu dan batang kayu memenuhi lokasi ini.

Mama Kindena bercerita, longsor sekitar pukul 7.00 malam. Air bersama kayu dan batu seperti terbang dari ketinggian.

“Di dalam rumah, masuk semua hancur. Babi kandang semua air bawa. Tidak ada satupun ada di rumah. Manusia lagi korban. Saya punya lokasi ini, ada meninggal nene satu, anak tiga. Empat. Yang luka banyak. Ada dua belum ketemu,” katanya.

Selain rumah hancur, ternak seperti bebek, ayam, babi dan ikan ikut hayut. Tampak juga kios tempat mama berjualan sudah tertimbun material batu dan pasir.

Air yang masuk ke sini, dari Kali Kemiri. Kali Kemiri, terletak di ketinggian menumpahkan isi ke lokasi ini. Air sudah berhenti mengalir tetapi bongkahan batu menyebabkan muncul daerah aliran sungai baru.

Rumah-rumah tampak kosong walau masih ada sebagian warga berusaha membersihkan rumah, meski tampak sia-sia. Tumpukan material lumpur sangat tebal, ditambah kemungkinan hujan akan turun lagi. Sebagian warga mengungsi ke lokai-lokasi terdekat.

Tidak jauh dari mama Kendina, tepat di samping Gereja Zaiturn Bukit Cyclop, air dari Kali Kemiri, juga membentuk sungai baru. Air mengallir deras dan menembus hingga ke kompleks Yonif 751/VJS. Dari kompleks Yonif 751/VJS, air ini lanjut mengalir ke Jalan Raya Sentani.

Jalan macet total. Endapan lumpur memenuhi jalan, membenam sekitar Yonif maupun pertokoan di seberang. Beberapa eskavator membantu menyingkirkan lumpur agar bisa dilalui kendaraan. Lumpur ditumpuk di pinggiran sampai melewati tinggi orang dewasa.

Petugas baik tentara, polisi maupun pegawai Badan Penanggulang Bencana (BNPB) tampak berpatroli dari satu lokasi ke lokasi lain. Mereka juga ikut membantu mengatur jalan yang macet dan licin. Sementara ambulans lalu lalang membawa korban.

Warga tumpah di jalanan. Sebagian memilih berjalan kaki. Ada yang pergi mengungsi, ada juga berusaha menolong keluarga yang terkena musibah, atau sekadar menyaksikan banjir.

Di daerah datar terutama sepanjang pinggiran Jalan Raya Sentani, lumpur masuk ke rumah, mengubur mobil, motor dan semua barang. Warga sibuk menyelamatkan barang-barang yang tersisa.

Satu wilayah rusak parah di sekitar Jalan Raya Sentani adalah taman kanak-kanak, SD dan SMP Kristen Baik. Lokasi sekolah ini lebih rendah dari jalan raya. Tepat di sampingnya, mengalir kali kecil.

Malam hari, air masuk ke sekolah ini hingga mencapai leher orang dewasa. Air masuk dan menghantam pagar sekolah sampai roboh. Gereja, ruang kelas, perpustakaan, laboratorium semua tergenang. Buku-buku, peralatan musik dan lain-lain, tak sempat diselamatkan.

Kristomus Enok, guru SD Sentani, malam itu ada di lokasi sekolah. Air masuk dari atas maupun dari kali, di samping kompleks sekolah.

“Dari pukul 11.00-2.00 subuh, air tetap posisi di leher. Rasanya dingin sekali,” kata Kristomus.

Sejak pagi hingga sore, Kristomus, bersama guru, jemaat, kepala sekolah dan murid terus membersikan lokasi sekolah ini.

Pendeta Sumiran, Ketua Yayasan Pelayanan Irian Jaya yang membawahi sekolah ini mengatakan, peralatan dan fasilitas sekolah akan didata hingga bisa pengadaan lagi.

Sekolah ini ada 500 siswa. Kemungkinan, katanya, sekolah libur sampai tiga hari ke depan guna menormalkan kondisi.

Sumiran berharap, pemerintah membantu perbaikan fasilitas pendidikan dan tempat ibadah yang rusak.

 

Keterangan foto utama:   Bongkahan batu dan kayu terbawa air kala banjir bandang melanda Kota Sentani. Foto: Asrida Elisabeth/ Mongabay Indonesia

 

Rumah rusak di Jalan Sosial, Sentani, setelah dihantam banjir bandang. Foto: Asrida Elisabeth/ Mongabay Indonesia

 

 

 

 

Exit mobile version