Mongabay.co.id

Ada Masalah Serius di Balik Indahnya Kepulauan Togean

 

 

Kepulauan Togean [Togian] merupakan coral triangle atau segitiga karang dunia, yang dikenal kaya akan terumbu karang dengan berbagai biota laut langka dan dilindungi. Untuk alasan tersebut, wilayah ini dijadikan sebagai destinasi wisata andalan.

Kepulauan Togean merupakan bagian dari Kabupaten Tojo Una-una, Provinsi Sulawesi Tengah. Togean terdiri enam pulau besar dan berbagai gugusan pulau. Banyak cottage dibangun untuk menampung pengunjung yang datang untuk menyelam dan snorkeling di pulau-pulau yang tersebar di kepulauan ini.

Namun di balik keindahan bawah laut Togean, terdapat ancaman serius yaitu illegal fishing, pemboman ikan dan penggunaan bius oleh nelayan. Ali Rahmat Azhari, seorang penyelam dan pelaku pariwisata asal Pulau Wakai, Togean, mengungkapkan hal itu.

“Kasihan Togean ini. Beberapa lokasi karang yang indah dan tempat diving favorit, justru karangnya banyak yang hancur,” ungkap Ali, yang mulai menggeluti pariwisata Togean sejak 1990-an kepada Mongabay Indonesia, awal Maret 2019.

Baca: Eksotisme Togian yang Pantang untuk Dilupakan (Bagian – 1)

 

Suasana nan indah di Pulau Papan Kepulauan Togean. Foto: Christopel Paino/Mongabay Indonesia

 

Ali bercerita. Suatu ketika ia mendampingi tamu luar negeri menyelam di salah satu pulau. Tak berapa lama, ia merasakan tekanan di bawah laut akibat ledakan bom ikan. Usai menyelam, ia mencari tahu asal suara ledakan itu dan menemukan perahu nelayan yang telah mengumpulkan ikan sebanyak dua keranjang.

“Saya memperingatkan nelayan itu dan terjadi adu mulut. Saya diancam dan kami hampir berkelahi,” ungkapnya.

Menurut Ali, bom dan bius sudah lama digunakan oknum-oknum nelayan di Kepulauan Togean. Saat ini, ia masih menyaksikan nelayan yang juga mencari ikan menggunakan kompresor. Meski ada yang ditangkap petugas, tidak lama mereka bebas lagi.

Ali berharap, Taman Nasional Kepulauan Togean melakukan sosialiasi ke masyarakat dan penguatan kepada Pokmaswas [Kelompok Masyarakat Pengawas] yang berada di pulau-pulau. Karena masih banyak yang beranggapan, adanya taman nasional membuat ruang gerak nelayan terbatas.

“Padahal tidak seperti itu. Pihak taman nasional harus lebih pro aktif dengan masyarakat. Harus dipikirkan dari sekarang bagaimana melindungi laut. Jika tidak, tak ada lagi yang datang ke Pulau Togean,” tegasnya.

Baca: Eksotisme Togian, Miniatur Endemisitas Sulawesi yang Mengagumkan (Bagian – 2)

 

Kehidupan masyarakat di Pulau Papan Kepulauan Togean. Foto: Christopel Paino/Mongabay Indonesia

 

Derwan Karaba, nelayan di Pulau Papan, Desa Kadoda, Kecamatan Talatako menungkapkan hal yang sama. Akibat pemboman ikan, nelayan di tempatnya kerap dicurigai sebagai pelaku.

“Kami tahu, mengambil ikan dengan cara itu dilarang. Juga merusak terumbu karang. Pelakunya justru nelayan luar,” ujar lelaki yang tercatat sebagai staf di kantor Desa Kadoda itu.

Pulau Papan, tempat Derwan tinggal, merupakan destinasi wisata favorit di Kepulauan Togean. Pulau ini terhubung dengan daratan Pulau Malenge yang dikenal sebagai habitatnya burung rangkong dan macaca togeanus. Di sekitaran Pulau Papan juga banyak wisatawan yang melakukan snorkeling.

Menurut Derwan, sejumlah nelayan di Kadoda dan desa tetangga lainnya, masih beranggapan kehadiran Taman Nasional Kepulauan Togean hanya membatasi pergerakan mencari ikan.

“Banyak nelayan mempertanyakan sistem zonasi yang dikhawatirkan merugikan,” ungkapnya.

Baca: Mongabay Travel: Indah Bukan Kepalang Kepulauan Togian

 

Terumbu karang di sekitar Pulau Papan yang mulai rusak akibat bom ikan. Foto: Christopel Paino/Mongabay Indonesia

 

Upaya Taman Nasional

Kepala Balai Taman Nasional Kepulauan Togean, Bustang, seperti dilansir antaranews.com, mengatakan jumlah personil polisi kehutanan yang ada sangat terbatas, sehingga cukup sulit mengawasi pencurian ikan dan pembalakan liar.

Namun menurutnya, dalam tiga tahun terakhir gangguan di laut maupun darat berkurang. Bahkan, ada sejumlah desa yang pro aktif membantu petugas di lapangan. “Tetapi masih ada beberapa desa yang masyarakatnya melakukan kegiatan tiidak terpuji. Kami terus mendekati dan mencoba mengubah pola piker mereka, meski tantangannya cukup berat,” ujar Bustang di Kota Palu, Sulawesi Tengah, 18 Maret 2019.

Terkait zonasi, dalam website Balai Taman Nasional Kepulauan Togean, dijelaskan zonasi telah melalui konsultasi publik tingkat desa, kecamatan, dan kabupaten sebelum dipaparkan di tingkat pusat.

Zonasi Taman Nasional Kepulauan Togean mengakomodir 90 persen luas kawasan taman nasional yang merupakan zona tradisional. Zona ini adalah daerah atau wilayah masyarakat beraktivitas turun temurun, baik di darat dan laut dengan menggunakan peralatan ramah lingkungan.

Baca juga: Kacamata Togian, Yang Unik dari Kepulauan Togian

 

Kacamata-togian. Foto: Philippe-Verbelen/Burung Indonesia

 

Togean, Jantung Segitiga Karang Dunia

Pada 2004, Kepulauan Togean ditunjuk menjadi taman nasional. Hal itu merujuk Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor: SK.418/Menhut-II/2004, yang kemudian di addendum dalam SK. 869/Menhut-II/2014. Luasnya 365.241 hektar, terdiri daratan 25.122 hektar dan laut 340.119 hektar atau 93,12 persen.

Dalam dokumen Marine Rapid Assessment Program [2001] dijelaskan, Kepulauan Togean merupakan, “The heart of coral triangle” atau jantung segitiga karang dunia, area yang memiliki keragaman karang tertinggi di dunia. Segitiga karang dunia ini meliput Indonesia, Philipina, Malaysia, Papua New Guinea, hingga Kepulauan Micronesia.

Berdasarkan penjelasan Balai Taman Nasional Kepulauan Togean, terumbu karang di wilayah ini dibedakan empat tipe yaitu karang tepi [fringing reef], karang penghalang [barrier reef], karang tompok [patch reef], dan karang cincin [atoll]. Keempat jenis tersebut berdekatan satu sama lain.

Baca juga: Inilah Kondisi Beberapa Terumbu Karang Indonesia..

 

Sejumlah ikan kecil diantara jenis terumbu karang meja [acropora] di perairan Manado, Sulut pada 2013. Foto : Wisuda/Mongabay Indonesia

 

Data ini juga mengungkapkan, berdasarkan Marine Rapid Assessment Program di Kepulauan Togean, yang dilakukan CII bersama Lembaga Oceanografi LIPI dan Universitas Hasanuddin 1998, ditemukan 262 jenis terumbu karang yang masuk 19 famili pada 25 titik. Ada satu karang endemik; yaitu Acropora togeanensis yang ditemukan pada 11 titik. Hasil MRAP juga menemukan 6 jenis karang baru di Kepulauan Togean dan Banggai yaitu satu jenis dari genus AcroporaPoritesLeptoserisEchinophyllia dan 2 jenis dari genus Galaxea.

Dalam Role Model Penanganan Kerusakan Terumbu Karang di Kepulauan Togean (2017), dijelaskan bahwa saat ini persentase tutupan karang berkisar 15,52 – 99,05 persen. Sementara data Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Tojo Una-una 2016 menyebutkan, sebanyak 25 dari 90 lokasi spot diving dalam kondisi buruk.

Penyebabnya adalah ketergantungan masyarakat khususnya nelayan yang sangat tinggi terhadap alam berupa hasil laut. Juga, beberapa oknum nelayan yang ingin mendapatkan hasil instan dengan konsekuensi kerusakan karang yang masif.

 

Peta Kepulauan Togean. Sumber: Togean.net

 

Pihak Balai Taman Nasional Kepulauan Togean mengakui, gangguan terhadap kawasan, khususnya aktivitas destructive fishing berupa pemboman dan pembiusan, masih kerap terjadi. Upaya pencegahan sudah dilakukan dalam bentuk patroli perairan di wilayah-wilayah yang rawan dan kondisi karangnya masih baik: Reef 1 – Reef 5; Reef Lompatan, Reef Una-Una, Reef Benga/Reef Biga, dan Reef Kolami.

 

 

 

Exit mobile version