Mongabay.co.id

Habitat Rusak, Konflik Manusia dan Buaya Muara Tinggi, 2 Warga Maluku Tewas

Buaya muara bernama Merry diduga memangsa seorang manusia berinisial DT, kepala laboratorium perusahaan mutiara di desa Ranowangko, Minahasa, Sulut, Jumat (11/1/2019). Merry akhirnya mati seminggu kemudian. Foto : BKSDA Sulut/Mongabay Indonesia

 

 

 

 

 

Balai Konservasi dan Sumber Daya Alam (BKSDA) Maluku, mendata, sejak Maret 2018 sampai Maret 2019, ada 21 kasus buaya muncul di beberapa sungai di Maluku, dari Pulau Buru, Seram, maupun Ambon. Dari kasus-kasus ini, dua berujung kematian dua orang. Petugas mencatat, kemunculan buaya muara di Maluku, paling tertingi di Indonesia.

BKSDA menduga, kemunculan buaya muara di Maluku, lantaran habitat mereka terdegradasi. Kondisi ini, menciptakan konflik antara buaya dan manusia cukup tinggi.

Pada, 7 Februari 2019, terjadi dua kasus warga tewas diduga digigit buaya. Mereka adalah Nyongker Wailissa, warga Negeri Makariki, Maluku Tengah, usia 37 tahun dan Adamik Batalata, warga Desa Atubul Dol, Kepulauan Tanimbar, 48 tahun. Keduanya tewas saat mencari ikan.

Muchtar Amin Ahmad, Kepala BKSDA Maluku mengatakan, pada hari sama, Kamis (7/2/19), ada dua peristiwa konflik buaya dengan manusia di lokasi berbeda. Buaya muara memangsa dua warga hingga tewas.

“Dua orang meninggal dunia diserang buaya. Nyongker Wailissa, ditemukan tewas di Muara Sungai Ruata, Kamis siang. Dia diterkam saat menjala ikan di sungai itu. Kamis dini hari juga, Adamalik Batalata, tewas diterkam buaya di Tanimbar, saat cari ikan,” kata Amin kepada Mongabay, Selasa (19/3/19).

Menurut Amin, pada Rabu (6/3/19) tepat pukul 20.00, Wailissa mencari ikan di Sungai Ruata. Biasanya, korban selesai pukul 01.00. Karena tak kunjung pulang, istri Wailissa, Petrosina, lapor ke Kepala Suku Desa Makariki. Warga mencari korban dan ditemukan tewas sekitar pukul 15.00, di pinggiran Sungai Ruata, dengan kondisi tubuh tak sempurna.

“Hanya ditemukan bagian kaki sebelah kanan. Meski demikian korban tetap dimakamkan. Kejadian serupa juga pada Adamalik Batalata, di Seksi Wilayah 3 Saumlaki, Desa Atubul Dol Kecamatan Wertamrian, Kepulauan Tanimbar,” kata Amin.

 

Sungai Wai Lila, Desa Mamala, Kecamatan Leihitu, Kabupaten Maluku Tengah, berair jernih. BKSDA menyebut, walau ditemukan satu buaya muara, tetapi sungai ini bukan habitat buaya muara. Foto: BKSDA Maluku

 

Atas dua peristiwa ini, kata Amin, BKSDA mengambil langkah-langkah agar menghindari ada korban jiwa, antara lain, terus memantau lapangan, meminta warga selalu waspada di lokasi rawan buaya.

BKSDA Maluku, terus koordinasi dengan instansi terkait untuk penanganan dan kajian terhadap populasi maupun habitat buaya di Maluku.

Maluku, katanya, negeri kepulauan jadi banyak habitat buaya. Pulau Seram, Pulau Buru, Pulau Tanimbar, bisa dikatakan ‘rumah’ buaya.

Konflik manusia dan buaya makin tinggi, katanya, kemungkinan besar karena habitat buaya rusak. Kerusakan ini, katanya, bisa beberapa penyebab, seperti, banyak nelayan gunakan bom ikan, hingga ikan sebagai pakan buaya berkurang. Juga terjadi perubahan tata kelola lahan, misal, habitat buaya jadi kebun dan lain-lain.

 

 

Penelusuran sungai

BKSDA Maluku, bersama aparat gabungan TNI-Polri, menelusuri habitat buaya muara di Sungai Wai Lila, Desa Mamala, Kecamatan Leihitu, Maluku Tengah. Investigasi dilakukan pasca penemuan dan penangkapan satu buaya muara di sungai itu.

Penelusuran juga guna mengumpulkan bahan maupun keterangan dari masyarakat sekitar. Hasilnya, akan mereka cocokkan dengan kondisi lapangan hingga dapat diketahui apakah wilayah sungai itu habitat buaya atau tidak. Sisir sungai, pada Kamis (14/3/19), pukul 10.30. Kepala dusun dan masyarakat setempat juga ikut bantu petugas.

“Dari hasil pengumpulan bahan dan keterangan masyarakat serta hasil pengecekan langsung di lapangan disimpulkan, Sungai Wai Lila di Dusun Air Besar, Desa Mamala, Kecamatan Leihitu bukan habitat buaya,” katanya.

Kondisi Sungai Wai Lila, katanya, tak cocok buat hidup buaya muara, karena sangat terbuka dengan air sangat jernih serta sumber makanan terbatas. Hal lain, katanya, aktivitas masyarakat di sekitar sungai sangat tinggi.

BKSDA Maluku, menyatakan, habitat paling disenangi buaya yakni kondisi sungai atau muara dengan air tak terlalu jernih, banyak batang atau akar pohon, sumber makanan melimpah dan jauh dari gangguan atau aktivitas manusia.

Warga sekitar Sungai Wai Lila, pun memang baru kali pertama lihat penampakan buaya.

BKSDA Maluku dalam rilis juga bilang, buaya di Sungai Wai Lila, hanya satu. Namun, katanya, petugas masih mengkaji soal asal muasal buaya muara di sungai itu.

Petugas mengimbau, masyarakat di sekitaran Sungai Wai Lila, tak takut beraktivitas dengan tak mengabaikan sikap kewaspadaan dan kehati-hatian.

“Jika suatu saat menemukan keberadaan buaya di sekitaran sungai itu agar disampaikan kepada petugas BKSDA Maluku.”

 

BKSDA Maluku bersama aparat gabungan TNI-Polri penelusungai habitat buaya muara di Sungai Wai Lila, Desa Mamala, Kecamatan Leihitu, Kabupaten Maluku Tengah.FotoL BKSDA Maluku

 

Informasi dari BKSDA Maluku, kepada Mongabay, pada 7 Februari terjadi dua kematian karena keganasan buaya, di Maluku Tengah dan Kepualuan Tanimbar. Pada 27 Februari, juga ada penangkapan buaya muara di Desa Hatusua, Kecamatan Kairatu, Kabupaten Seram Bagian Barat.

Pada 6 Maret, satu buaya muara masuk gorong-gorong, Pasar Gotong Royong, Kota Ambon. Buaya ditangkap warga sekitar pasar. Warga memperkirakan, buaya sudah berada di lokasi itu sejak Desember 2018. Pada 13 Maret, di Dusun Air Besar Desa Mamala, Kecamatan Leihutu, Maluku Tengah, buaya masuk ke sungai dekat pemukiman warga.

Teranyar, 17 Maret, di Desa Latdalam, Kabupaten Maluku Tenggara, satu buaya masuk sungai dekat pemukiman warga dan berhasil ditangkap.. Kondisi buaya sudah mati karena luka pada bagian leher bekas tali jeratan saat proses penangkapan.

 

Keterangan foto utama: Buaya muara sering muncul di sungai-sungai di Maluku, bahkan, sudah menewaskan dua orang pada Febaruari lalu. Foto: BKSDA Sulut

 

Warga Hatusua, Kecamatan Kairatu, Kabupaten Seram Bagian Barat, tampak menyeret buaya untuk dievakuasi ke Kota Ambon. Buaya ini ditangkap, setelah dianggap meresahkan warga. Foto : Nurdin Tubaka/ Mongabay Indonesia.

 

Exit mobile version