Mongabay.co.id

Misteri Kematian Puluhan Hiu di Pulau Menjangan Besar

 

Kematian puluhan ikan hiu di pusat penangkaran yang ada di perairan Pulau Menjangan Besar, Taman Nasional Karimunjawa, Kabupaten Jepara, Jawa Tengah, hingga saat ini masih menjadi misteri. Peristiwa yang diperkirakan terjadi pada Kamis (7/3/2019) sekitar pukul 05.30 WIB itu, diketahui terjadi pada zona budidaya bahari di taman nasional (TN) tersebut.

Kepala Balai TN Karimunjawa (BTNKj) Agus Prabowo saat dihubungi Mongabay Indonesia, Rabu (20/3/2019) menjelaskan, informasi tentang kematian massal tersebut diterima oleh Balai di hari yang sama saat kejadian. Setelah mendengar kabar tersebut, tim dari BTNKj langsung terjun ke lokasi dan menemukan masih ada 10 ekor hiu yang hidup pada dua keramba jaring apung (KJA) di lokasi pusat penangkaran tersebut.

“Saat itu kami melakukan pengecekan langsung di lokasi,” ungkap Agus dalam rilis yang diterima Mongabay-Indonesia, Rabu (20/3/2019).

 

Sejumlah hiu yang mati di penangkaran milik Cun Ming di Pulau Menjangan Besar, Taman Nasional Karimunjawa, Jepara, Jateng, Kamis (7/3/2019). Foto : narasipos.com/Mongabay Indonesia

 

Di lokasi, Agus Hermawan, salah satu penjaga KJA, menjelaskan tentang peristiwa yang mengagetkan dia dan pengelola lainnya. Kepada tim BTNKj, Agus mengatakan hiu yang ditemukan mati di dasar kolam jumlahnya berkisar antara 40 hingga 45 ekor dengan 2 ekor diketahui masih hidup. Untuk menyelamatkan keduanya, dia sebagai pengelola berinisiatif untuk memindahkannya ke kolam lain.

Selain hiu, Agus menyebutkan, dalam peristiwa tersebut, diketahui juga ada ikan lain yang mati, yaitu badong, kerapu, dan jenis lain yang ikut dibudidayakan di dalam kolam. Semua ikan-ikan tersebut, diketahui sudah mati secara bersamaan saat ditemukan pada pagi hari. Saat kejadian, pengelola KJA juga melihat air pada kolam yang ditemukan ikan-ikan mato, warnanya sudah kekuningan.

“Saat itu, kami melaporkan kepada pemilik tentang kejadian tersebut,” jelasnya menyebutkan nama Minarno, pemilik KJA yang populer akrab dipanggil Cun Ming. Sementara dikutip dari narasipos.com, Cun Ming mendapatkan laporan jumlah hiu yang mati sebanyak 127 ekor hiu.

Mengetahui kejadian tersebut, Cun Ming langsung melaporkannya ke kantor kepolisian sektor (Polsek) Karimunjawa. Untuk mengetahui penyebab kematian ikan-ikan yang ada dalam kerambanya, dia menyertakan bukti-bukti berupa sampel empat potong daging hiu dan dua botol air dalam kolam, serta dua botol air dari luar kolam. Selain itu Cun Ming juga mengirimkan sampel potongan daging hiu ke laboratorium untuk diteliti.

“Saya heran, (kematian hiu) sekaligus sampai 127 ekor di dua kolam. Satu kolam, 60 ekor. Satunya lagi 67 ekor. Saya sudah hubungi (berbagai) laboratorium termasuk BBPBAP (Balai Besar Perikanan Budidaya Air Payau) di Jepara untuk sampel (badan hiu yang mati) diuji sesuai dengan klasifikasi laboratorium,” kata Cun Ming.

Semua sampel tersebut, diambil langsung oleh Agus berdasarkan perintah Cun Ming. Selain mengambil sampel, Cun Ming juga diketahui sudah memusnahkan ikan-ikan yang mati dengan cara dibakar. Fakta lain juga terungkap, kolam yang menjadi tempat membesarkan ikan-ikan yang mati, sebelumnya adalah keramba untuk budidaya ikan seperti kerapu, badong, dan lainnya.

 

Seorang wisatawan berenanag bersama hiu di penangkaran Hiu Kencana, di Pulau Menjangan Besar, Karimunjawa, Jateng. Foto genpi.co/Mongabay Indonesia

 

Tanpa Izin

Diketahui, keberadaan pusat penangkaran tersebut awal mulanya adalah untuk kebutuhan pribadi pemilik, yaitu Cun Ming. Saat itu, dia mulai memelihara beberapa ekor hiu yang terdiri dari dua jenis, yaitu hiu karang hitam (Carcharinus melanopterus) dan hiu karang putih (Triaenodon obesus). Semua hiu peliharaan tersebut, dirawat pada kolam khusus yang ada dalam areal KJA tersebut di pulau Menjangan Besar.

“Kedua jenis hiu tersebut tidak termasuk jenis ikan yang dilindungi,” ungkap Kepala BTNKj, Agus Prabowo.

Namun, seiring terus berkembangnya pariwisata bahari di kepulauan Karimunjawa, keberadaan KJA tersebut mulai dilirik oleh warga setempat dan pengelola paket wisata untuk dijadikan salah satu destinasi dan atraksi wisata. Pelan tapi pasti, KJA milik Cun Ming kemudian semakin diminati wisatawan dalam dan luar negeri yang datang ke Karimunjawa.

Melihat animo yang terus meningkat datang ke pulau Menjangan Besar, Cun Ming akhirnya memugar KJA miliknya menjadi kolam pemeliharaan untuk kegiatan wisata. Akan tetapi, saat pemugaran tersebut, Cun Ming diketahui tidak memproses surat perizinan untuk kegiatan tersebut. Dengan demikian, pusat penangkaran tersebut beroperasi tanpa memiliki izin resmi dari Pemerintah dan pengelola Balai TN Karimunjawa.

Animo wisatawan yang tinggi dan ketiadaan izin resmi, menjadi perhatian besar dari Balai TN Karimunjawa. Selama beroperasi, Balai terus memantau operasional pusat atraksi wisata yang salah satunya menawarkan berenang langsung dengan ikan-ikan yang ada di dalam kolam, terutama hiu. Saat dalam pemantauan tersebut, pada 13 Maret 2016, seorang wisatawan asal Yogyakarta bernama Nur Madina menjadi korban gigitan hiu saat berenang di dalam kolam.

Mencegah terulangnya peristiwa tersebut, Balai Taman Nasional Karimunjawa (BTNKj) langsung menerbitkan surat penghentian operasional pusat penangkaran dan ditujukan langsung kepada Cun Ming. Surat yang terbit pada 8 Juni 2018 itu bernomor S.182/T.34/TU/GKM/6/2018 dan berisi perintah dari Kepala Balai TN Karimunjawa kepada Cun Ming agar menghentikan segala kegiata wisata alam di lokasi tersebut.

“BTNKj telah berkordinasi melalui audiensi Bupati Jepara yang diwakili oleh asisten dua dan dihadiri dinas terkait lingkup Kabupaten Jepara serta Sdr. Minarno. Dalam audiensi tersebut BTNKj menegaskan kembali kebijakan penghentian kegiatan wisata hiu tersebut,” ucap Agus Prabowo.

 

Wisatawan berpose bersama hiu di penangkaran Hiu Kencana, di Pulau Menjangan Besar, Karimunjawa, Jateng. Foto : kompaktour.com/Mongabay Indonesia

 

Kualitas Air

Tentang kematian massal dan air berwarna kekuningan di kolam, peneliti utama pada Pusat Riset Perikanan Badan Riset dan Sumber Daya Manusia Kelautan dan Perikanan (Pusriskan BRSDM) Kementerian Kelautan dan Perikanan Dharmadi mengatakan ada berbagai sebab.

“Kemungkinan besar (penyebab kematian ikan) dari kualitas air yang buruk. Diduga ada zat beracun yang menyebabkannya, namun perlu dilakukan pengambilan sampel air dan sampel ikan yang mati untuk dianalisa di laboratorium, sehingga penyebab kematian bisa terjawab,” ucapnya saat dihubungi Mongabay-Indonesia, Rabu (20/3/2019).

Dharmadi juga mempertanyakan apakah ada pabrik-pabrik di sekitar lokasi kejadian yang mengeluarkan limbah beracun ke perairan pulau Karimunjawa seperti yang terjadi di Teluk Jakarta. Bila ada, limbah beracun itu bisa saja mengandung zat seperti hidrobium dan cadmium yang mematikan semua biota bila kadarnya diambang batas.

“Bisa jadi (ikan mati) karena akumulasi pakan. Apakah ikan-ikan di kolam KJA tersebut diberi pakan? Atau faktor kepadatan (ikan dalam KJA) juga berpengaruh, karena terkait  sirkulasi air, terutama oksigen,” paparnya.

Diketahui, ikan-ikan yang dibesarkan di kolam milik Cun Ming sudah dilakukan sejak puluhan tahun lalu. Dilansir dari Kompas.com, Kamis (7/3/2019), Cun Ming bercerita bahwa hiu yang ada di kolamnya bernilai tinggi, terutama jika dipelihara dari kecil dan kemudian jinak saat sudah dewasa. Selama hampir 50 tahun memelihara salah satu predator laut tersebut, dia mengaku baru sekarang mengalami kematian tak wajar dan massal. Kondisi itu, membuatnya mengalami kerugian moril dan materil yang jumlahnya sulit dinilai.

Di Karimunjawa sendiri, Cun Ming mengaku hanya tempatnya saja yang memiliki pusat penangkaran hiu dan menjadi tempat atraksi wisata. Di tempat tersebut, ada lima kolam penangkaran dan dua kolam di antaranya berisi hiu indukan. Saat kejadian kematian massal, hiu yang mati banyak yang sudah besar dan sebagian adalah hiu indukan.

“Sekarang induknya sudah tidak ada, yang ada hanya anak-anaknya yang masih kecil, di kolam terpisah. Hiu kecil masih ada karena ketika dikasih makan yang kecil tidak kebagian. Ini yang mati indukan yang sudah dirawat puluhan tahun,” kata pria yang mengaku sudah memulai penangkaran dari 1960 itu.

 

Exit mobile version