Mongabay.co.id

Tindakan Darurat Penyelamatan Badak Sumatera Harus Dilakukan

 

 

Kelangsungan hidup badak sumatera yang kritis, kini hanya menyisakan harapan di tiga bentang alam Sumatera dan satu wilayah di luar kawasan konservasi di Kalimantan Timur. Wilayah tersebut adalah Taman Nasional Gunung Leuser [TNGL], Taman Nasional Bukit Barisan Selatan [TNBBS], dan Taman Nasional Way Kambas [TNWK], serta wilayah Kutai Barat.

Tindakan darurat penyelamatan harus segera dilaksanakan. Tindakan yang mengacu pada dokumen Rencana Aksi Darurat Konservasi Badak Sumatera [Emergency Action Plan/EAP] yang sudah ditetapkan oleh Direktorat Jenderal KSDAE, KLHK, Nomor: SK. 421/KSDAE/SET/KSA.2/12/2018.

Segala potensi yang ada harus dimaksimalkan: waktu, tenaga ahli berpengalaman, teknologi, dan sumber dana pada kegiatan darurat konservasi badak sumatera [Dicerorhinus sumatrensis].

Baca: Jangan Pernah Menyerah, Menyelamatkan Badak Sumatera di Kalimantan Timur

 

Badak sumatera, harus ada tindakan nyata untuk menyelamatkan kehidupannya dari kepunahan. Foto: Rhett Butler/Mongabay.com

 

Populasi

Saat penyusunan Strategi dan Rencana Aksi [SRAK] Badak Indonesia 1993-2003, badak di Sumatera diperkirakan berjumlah 400-800 individu, pada 1990. Kala itu, peneliti meyakini satwa bercula dua ini masih hidup di Gunung Leuser, Kerinci Seblat, Bukit Barisan Selatan, dan Way Kambas.

Pada kenyataannya, populasi badak sumatera diyakini menurun. Penurunan jumlah yang saat ini diyakini tidak lebih dari 100 individu, tidak lagi disebabkan perburuan dan penyempitan habitat. Namun, disebabkan populasi kecil yang hidup terpencar.

Perlindungan populasi dan habitat, khususnya di Taman Nasional Kerinci Seblat bagian utara, kawasan Bengkulu selatan, dilakukan melalui pembentukan Rhino Protection Unit [RPU] pada 1995. Namun, disebabkan jumlah badak kurang dari 10 individu saat itu, menempati hutan enclave yang dipisahkan bukit dan aliran anak Sungai Lebong Hitam yang menjari, disertai berdekatan dengan kampung pemburu, membuat keberadaan badak begitu terancam. Seluruh anggota RPU meyakini, badak sumatera di TNKS telah habis pada 2011.

Sadjudin, 2017 dalam buku “Detak Konservasi Sumatra” menuliskan bahwa pada 1955 Boeadi, seorang peneliti LIPI, saat itu berhasil menangkap 12 individu badak di Giam Siak Bukit Batu, Riau dalam kurun waktu 1,5 tahun. Sebanyak 9 individu dilepaskan kembali, satu badak mati di hutan, 2 individu dibawa ke Kebun Raya Bogor. Namun tidak sampai tiga bulan dipelihara, keduanya mati. Kerangkanya disimpan di Museum Zoologi Bogor.

 

Taman Nasional Way Kambas, habitatnya badak sumatera. Foto: Rhett Butler/Mongabay.com

 

Bagaimana kondisinya sekarang? Saat ini yang sangat mengkhawatirkan adalah badak sumatera yang berada di luar kawasan TNGL. Hidup terpencar dengan jumlah yang sedikit.

Di TNBBS, sejak 2012 WWF-Indonesia telah memasang kamera jebak. Pada 2015, hasilnya hanya ditemukan 2 individu badak yang tertangkap kamera. Sedangkan temuan RPU TNBBS dari berbagai ukuran jejak dan lokasi yang berbeda dan berjauhan, masih diperkirakan populasinya sekitar 17-24 individu [pertemuan para pakar di Gisting, 2016]. Para pakar nasional dan internasional sepakat, untuk segera mentranslokasikan badak yang ada di TNBBS ke TNWK.

Berdasarkan lokakarya Population Viability Analisis [2015], badak sumatera yang ada di TNWK diperkirakan 31-36 individu. Ditambah satu anakan yang lahir di alam pada Agustus 2016 [RPU-Way Kambas, 2016]. Oleh karena itu, Sadjudin (2017) dalam “Detak Konservasi Sumatra” memprediksi, TNWK akan manjadi benteng terakhir badak sumatera di dunia. Way Kambas menjadi tumpuan terakhir badak sumatera karena perlindungan yang efektif dan maksimal.

Semua taksiran populasi ini, merupakan perkiraan. Tidak seperti badak jawa di Ujung Kulon, yang dugaan populasinya melalui kamera jebak telah mendekati sempurna. Badak jawa menempati habitat hutan dataran rendah yang sempit di semenanjung Ujung Kulon, lebih mudah dibedakan dari satu individu dengan individu lainnya. Ini juga setelah sepuluh tahun pemasangan kamera jebak. Oleh karena itu, kita tidak perlu lagi berkutat pada hitung-hitungan badak sumatera di Sumatera maupun di Kalimantan, terpenting adalah tindakan darurat harus segera dilakukan.

 

Suaka Rhino Sumatera, Way Kambas, Lampung, yang dipagar dan dialiri listrik. Foto: Rahmadi Rahmad/Mongabay Indonesia

 

Badak di SRS-TNWK

Perlindungan efektif badak sumatera di TNWK, tidak hanya untuk menyelamatkan populasi di alam, tetapi juga terhadap badak di SRS. Saat ini ada 7 individu badak sumatera yang ada di SRS [Suaka Rhino Sumatera].

Penyedian pakan bagi 7 individu badak ini memerlukan upaya keras. Setiap individu butuh pakan dari berbagai jenis tumbuhan sebesar 10 persen dari berat tubuhnya. Jika berat tubuh badak di SRS rata-rata 500 kg, diperlukan pakan sebanyak 350 kg setiap hari. Di dalam encloser [pagar kawat aliran listrik] seluas 20 hektar, setiap individu hanya mendapatkan setengah dari kebutuhan pakannya.

 

Merawat badak, termasuk memandikannya, adalah tugas keseharian yang dijalankan seorang keeper/penjaga badak. Foto: Rahmadi Rahmad/Mongabay Indonesia

 

Tindakan penyelamatan

Penyelamatan populasi badak sumatera merupakan masalah serius. Diperlukan segera penyusunan dokumen Rencana Aksi Darurat [RAD] yang ditetapkan oleh Direktorat Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem [Ditjen KSDAE], Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Titik berat yang harus difokuskan adalah:

  1. Melakukan konsolidasi [menyatukan] populasi badak sumatera yang berada di Kawasan Ekosistem Leuser dan TNGL ke habitat yang luasnya lebih dari 100.000 hektar.
  2. Melacak keberadaan badak di TNBBS, mengindentifikasi, menangkapnya dan mentranslokasikan ke SRS, TNWK. Hal lain, jika satu dua tahun ke depan di TNBBS telah dibangun SRS seperti di TNWK, maka badak yang sudah siap dilepasliarkan di SRS, Way Kambas, akan lebih baik dikirim ke SRS di Bukit Barisan Selatan. Sebab, di TNBBS harus dipersiapkan juga sebagai lokasi habitat ke dua badak sumatera yang ada di Lampung.
  3. Lahirnya dua anak badak di SRS, Way Kambas, dengan total 7 individu badak, diperlukan pengkayaan keragaman genetik dan perluasan SRS 120 hektar. Untuk itu, perlindungan efektif baik bagi badak yang ada di alam maupun di SRS harus ditingkatkan.
  4. Badak sumatera yang ada di Kalimantam Timur harus dilacak dan ditangkap untuk diselamatkan ke SRS di Hutan Lindung Kelian Lestari. Saat ini sudah ada satu badak jantan, Pahu yang diselamatkan dari hutan kawasan HPH di Kutai Barat.
  5. Potensi dana yang ada, baik dari Program TFCA-Sumatra bagi penyelamatan badak di Sumatra, maupun donor lainnya; perlu difokuskan bagi penyelamatan badak melalui Rencana Aksi Darurat Konservasi Badak Sumatera di Sumatera dan Kalimantan. RAD tersebut telah ditetapkan oleh Dirjen KSDAE, Wiratno, Nomor: SK.421/KSDAE/SET/KSA.2/12/2018, pada 6 Desember 2018.

 

*Haerudin R. Sadjudin, Peneliti badak senior, lebih 40 tahun terlibat program konservasi badak di Indonesia

 

 

Exit mobile version