- Di titik terbaik di Kintamani, kita bisa melihat lanskap indah panorama Gunung Batur dengan kawasan pertanian diselingi rumah di kaki dan badan gunung sebelah Timur. Di Selatan ada Danau Batur yang terlihat sangat tenang.
- Bukit Pegat, nama tak resmi titik pengamatan terbaik panorama Gunung Batur ini, juga bisa melihat patung Dewi Danu keemasan
- Geolog Belanda, Van Bemmelen (1949) menyebut Danau Batur sebagai salah satu kaldera terbesar dan terindah di dunia.
- Kawasan Kaldera Gunung Batur telah ditetapkan UNESCO pada September 2012, sebagai bagian dari anggota jaringan Taman Bumi Global Geopark Network(GGN), karena keelokan alam, jejak arkeologi dan geologi.
Awan hitam yang menggantung di langit berangsur menjadi gerimis saat tiba di Kintamani, area pinggir Danau dan Gunung Batur, Kabupaten Bangli, Bali. Terasa makin dingin saat angin makin kencang.
Sebuah pick-up siap membantu pengunjung menaiki bebukitan saat tiba di pelataran Pura Hulun Danu Batur karena warga sekitar tak merekomendasikan menggunakan kendaraan pribadi jika belum familiar dengan medan terjal berkelok.
Supir pick-up tangkas meliuk-liuk di tikungan tajam. Demikian juga motor-motor yang dikendarai remaja sekitar. Mereka sudah terbiasa walau terlihat sangat berbahaya, terlebih jika mereka tak mengenakan helm.
Sekitar 10 menit berkendara, sebuah lanskap indah terbentang. Gunung Batur dengan kawasan pertanian selang seling rumah di kaki dan badan gunung sebelah Timur. Di Selatan ada Danau Batur yang terlihat sangat tenang, tak beriak.
baca : Mencari Lokasi Julia Roberts Mengobati Patah Hati
Dari kejauhan terlihat patung Dewi Danu keemasan yang berada di bebukitan sisi Timur. Patung ini dekat area Pura Hulun Danu, tinggal menyeberang dengan sampan sekitar 5 menit. Sebuah sumber air untuk upacara ada di sisinya.
Kotak-kotak keramba berisi ikan nila dan mujair berderet, berdampingan dengan petak-petak kebun berisi sayuran, terung, cabe, tomat, daun bawang, dan kol. Komoditas utama di sini. Lahan pertanian juga terhampar di kaki gunung sebelah timur, area dengan sedikit paparan sinar matahari. Juga didominasi sayuran.
Warga sekitar menyebut titik pengamatan ini sebagai Bukit Pegat. “Artinya bebukitan yang diputus menjadi jalan,” seru supir pick-up yang mengantar. Ia menyebut belum ada nama resmi untuk titik menikmati lanskap ini. Sejumlah remaja duduk di beton pembatas melempar pandangan ke pemandangan kombinasi gunung, danau, dan ladang ini.
Panjang garis pesisir Danau Batur sekitar 21,4 km yang dikelilingi oleh lahan dengan dua topografi yang berbeda. Dirangkum dari baturglobalgeopark.com yaitu di bagian barat merupakan dataran rendah yang bergelombang sampai gunung (Gunung Batur dengan ketinggian 1.717 meter dpl) dan di bagian utara, timur, dan selatan merupakan daerah perbukitan terjal sampai gunung (Gunung Abang dengan ketinggian 2.172 meter dpl). Bebukitan (gunung) Abang dan Batur inilah yang bisa kita nikmati dari titik ini.
baca juga : Di Bukit Asah, Berkemah jadi Begitu Mudah dan Indah
Aktivitas warga juga nampak. Pagi dan sore hari di kebun-kebun sayurnya, menyiangi dan menyemprotkan air yang ditarik dari danau. Penggunaan pupuk kimia dan pestisida belum bisa dibendung di sini. Kerap menjadi diskusi terkait perlindungan sumber air danau yang jadi bahan baku air bersih dan pertanian. Nampak danau menjadi pusat kesejahteraan warga. Sementara penambangan pasir di gunung Batur kini makin dibatasi.
Ingin rasanya berlama-lama berhenti di tikungan tajam Bukit Pegat ini. Namun area ini cukup berbahaya karena sangat dekat dengan jalan dan tak ada tempat duduk aman.
Pemandangan di Bukit Pegat ini berkebalikan jika melihat lanskap gunung Batur dari sisi Barat, jalan raya utama yang biasa dilewati turis. Sisi gunung bagian Barat terlihat gersang, hanya pasir dan bebatuan. Kawasan yang terlihat adalah Danau Batur, jenis danau kaldera aktif yang berada pada ketinggian 1.050 meter dpl.
Kemudian tiga kerucut Gunung Batur yang berderet dari timur laut – barat daya, yakni Batur I (1.717 meter), Batur II (1.589 meter), dan Batur III (1.410 meter). Ketiganya tumbuh di dalam Kaldera Batur yang terbentuk dari dua fase letusan besar (sekitar 29.300 tahun lalu dan 20.150 tahun lalu), yakni Kaldera Luar dan Kaldera Dalam.
menarik dibaca : Asyiknya Kemah Manja di Bali Jungle Camping Padangan
Kaldera luar berbentuk elips dengan ukuran 13,8×10 km membentang ke barat laut-tenggara. Pada bagian tenggara Kaldera Dalam terbentuk danau (Danau Batur) yang berbentuk bulan sabit dengan ukuran panjang 7 kilometer dan lebar 1,5 kilometer yang berada di ketinggian 1.031 meter (di atas permukaan laut). Danau inilah yang memukau geolog Belanda, Van Bemmelen (1949) dan dia menyebut Danau Batur sebagai salah satu kaldera terbesar dan terindah di dunia.
Material vulkanik yang terlontar dari letusan Gunung Batur, tercatat 26 kali letusan selama kurun tahun 1804-2000, menjadi sumber tambang dan pendapatan masyarakat di Kawasan Batur.
Pada bulan September 2012, kawasan Kaldera Gunung Batur telah ditetapkan oleh UNESCO sebagai bagian dari anggota jaringan Taman Bumi Global Geopark Network(GGN), karena keelokan alam, jejak arkeologi dan geologi, dan lainnya.
Geopark (Taman Bumi) diharapkan jadi inovasi pendekatan yang terintegrasi antara konservasi tinggalan geologi dengan pembangunan berkelanjutan. Pengintegrasian pengelolaan warisan geologi (geological heritages) dengan warisan budaya (cultural heritages) dari suatu wilayah untuk tiga tujuan utama, yakni konservasi, edukasi, dan pembangunan berkelanjutan. Museum Gunung Api dan Geopark merangkum sejarah letusan, geologi, dan sosial budaya warga. Berlokasi di Panelokan, area utama kunjungan wisatawan, terutama yang tidak berniat turun ke danau atau sampai Pura Hulun Danu.
Namun tak sedikit tantangan mengelola Geopark ini. Masih ada persoalan sampah, pengelolaan retribusi, dan penataan ruang.
Pengunjung yang ingin menaiki gunung Batur memilih dini hari untuk menyambut matahari terbit, muncul di hamparan awan. Ada banyak jalur mendaki, bisa dengan atau tanpa pemandu. Tergantung pengalaman.
perlu dibaca : Penglipuran, Desa Wisata Nan Bersih Asri di Bangli
Salah satu keunikan budaya dan tradisi warga Kintamani, Batur ada di Desa Trunyan. Cukup terisolasi di bawah bukit, harus menyeberang danau dari Desa Kedisan. Warga memiliki tradisi tidak kremasi (ngaben) jenazah namun membiarkannya tanpa dikubur di bawah pohon besar sakral, Taru Menyan. Asal nama desa ini. Pohon ini diyakini yang meredam bau jenazah membusuk yang hanya dikelilingi ancak sanji, anyaman bambu. Menarik sekaligus misterius.
Di desa persis pinggir danau ini, warga punya banyak keunikan budaya lain yang menarik perhatian arkeolog dan peneliti lain. Karena berada di kaki bukit dan pinggir danau, kerap terkena longsor atau rob dari naiknya permukaan air danau.
Keanekaragaman hayati lain adalah anjing Kintamani yang memiliki bentuk kepala seperti serigala dan badan mirip anjing cau-cau dari China.