Mongabay.co.id

Harimau dan Jagawana Terkena Jerat di Areal Restorasi RAPP, Berikut Foto-fotonya…

Foto: BBKSDA Riau

 

 

 

 

 

 

Balai Besar Konservasi Sumberdaya Alam (BBKSDA) Riau, mendapat informasi dari PT Gemilang Cipta Nusantara (GCN), anak usaha PT Riau Andalan Pulp and Paper (RAPP), perihal harimau Sumatera, terjerat kabel baja. Peristiwa itu terjadi di areal restorasi ekosistem perusahaan, Desa Sangar, Kecamatan Teluk Meranti, Pelalawan, Riau.

Awalnya, harimau hampir menerkam seorang karyawan GCN yang sedang patroli (jagawana perusahaan) dengan beberapa rekannya. Jagawana itu terlebih dahulu terkena jerat dan sebelah kaki menggantung ke atas. Sejurus kemudian, kaki harimau pula yang terkena imbas setelah karyawan itu teriak minta tolong.

Harimau itu baru dapat diselamatkan setelah dibius, jelang pukul 11.00, Minggu 24 Maret 2019 atau tiga hari setelah tim BKSDA dapat laporan. Harimau jantan sekitar 90 kg itu sempat dehidrasi dan infeksi pada kaki yang terkena jerat.

Harimau berhasil diselamatkan setelah menunjukkan tanda-tanda aktif dan mulai minum air. Ia sempat demam dengan suhu tubuh lebih 40 derajat dan tak banyak gerak.

 

Harimau yang berhasisl dievakuasi dari jerat baja di konsesi restorasi ekosistem PT RAPP. Foto: BBKSDA Riau

 

Suharyono, Kepala BBKSDA Riau, sempat ragu dengan kondisi harimau sebelum mengabari awak media.

Belum pernah ada catatan pertemuan harimau dan manusia di wilayah eks HPH itu padahal ada kamera pengintai lama dipasang. Suharyono, bilang, banyak jerat terpasang di areal yang akan dihutankan kembali itu.

“Perusahaan komitmen akan membersihkannya. Saya pastikan itu dipasang oleh pemburu.”

BBKSDA Riau, akan menggelar operasi gabungan guna membersihkan ranjau-ranjau jerat ini. BBKSDA pun,  telah menitipkan harimau ke Pusat Rehabilitasi Harimau Sumatera Dhamasraya. Ia diberi nama Inung Rio. Seandainya kondisi harimau tak mengkhawatirkan, BKSDA hendak melepas harimau di hutan semula karena memang habitatnya.

 

Harimau berhasil dievakuasi. Foto: BBKSDA RIau

 

 

Restorasi ekosistem pun gagal lindungi harimau? 

Okto Yugo Setyo, Wakil Koordinator Jaringan Kerja Penyelamat Hutan Riau (Jikalahari) mempertanyakan, bagaimana GCN yang diberikan tanggungjawab negara menjaga kawasan hutan justru sang raja hutan-harimau terjerat. Selama ini, katanya, ada anggapan dengan sumberdaya yang dimiliki, perusahaan bisa menjaga kawasan dibandingkan masyarakat.

“Ternyata ini bukti tambahan bahwa perusahaan gagal menjaga hutan. (Izin) restorasi ekosistem ini diberikan karena ada kepercayaan untuk menjaga alam, karena (memiliki) sumberdaya yang kuat, ternyata salah,” katanya, Rabu (27/3/19)

Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), katanya, bisa meninjau ulang perizinan di lansekap Semenanjung Kampar. Apalagi, kalau melihat dari luas hutan gambut Semenanjung Kampar mencapai 683.000 hektar, sekitar 80% atau 517.000 hektar sudah dikuasai mayoritas perusahaan HTI dan sebagian hak guna usaha (HGU).

 

Evakuasi harimau terjerat seling baja oleh BBKSDA Riau. Foto: BBKDA Riau

 

Kejadian ini, katanya, juga bukti harimau dan habitat hancur karena banyak perusahaan, terutama hutan tanaman industri (HTI). Perusahaan-perusahaan HTI di sini, katanya, banyak punya masalah hukum. “Ada kasus illegal logging dulu di-SP3. Ada juga perusahaan yang perizinan terkait korupsi yang menjerat mantan Bupati Pelalawan antara 2002-2008,” katanya.

Kalau ada kaji ulang izin, ada upaya menciptakan keseimbangan baru guna penyelamatan kawasan yang juga habitat harimau Sumatera ini.

“Dulu ada perubahan RKU (rencana kerja usaha-red) di Semenanjung Kampar. Ini perusahaan harus bisa membuktikan mana areal-areal yang sudah jadi kawasan lindung dan restorasi. Ini harus dibuka ke publik data RKU-nya. Apa yang sudah dilakukan perusahaan?”

Romes Irawan Putra, Direktur Kaliptra Sumatera, mengatakan, pernah masuk ke konsesi pada pertengahan 2018. Ada banyak pos-pos pengamanan dan warga kesulitan mendapatkan akses mencari ikan di sungai-sungai di Semenanjung Kampar. Dengan pengawasan begitu ketat, katanya, ternyata masih banyak jerat-jerat harimau.

“Jadi ini siapa yang memasang jerat kalau perusahaan katanya menjaga ketat seluruh akses? Masyarakat sulit sekali masuk karena dijaga,” kata Romes.

Dia juga menemukan kawasan dengan kedalaman gambut lebih dari tiga meter itu pernah terbakar pada pertengahan 2018. Ada dua atau tiga hektar terbakar.

“Itu bekas terbakar. Baru dipadamkan. Padahal lokasi rawa gambut yang seharusnya basah dan tak mudah terbakar. Tentu gambut di sana juga kering dan rusak,” katanya.

Saat ini, katanya, kondisi lansekap Semenanjung Kampar sudah hancur. Restorasi GCN di kelilingi HTI RAPP, juga satu kelompok usaha dengan luasannya mencapai 41.205 hektar yang mengubah hutan alam jadi kebun monokultur akasia.

“Saat kami ke sana, mungkin tegakan akasia satu atau dua tahun. CGN ini bersebelahan betul dengan HTI RAPP. Kalau HTI sudah mengganti hutan rimba rumah harimau, ke mana lagi mereka akan berlindung? Di CGN juga tidak terjaga.”

Keterangan foto utama:    BKSDA Riau, telah menitipkan harimau ke Pusat Rehabilitasi Harimau Sumatera Dhamasraya. Ia diberi nama Inung Rio. Andai kondisi harimau tak mengkhawatirkan, BKSDA hendak melepas harimau di hutan semula karena memang habitatnya. Foto: BBKSDA Riau

Harimau berhasil dievakuasi dari jerat seling baja di Riau. Foto: BBKSDA Riau
Exit mobile version