Mongabay.co.id

Bersama-sama Selamatkan Taman Nasional Bromo Tengger Semeru

Relawan membersihkan kiambang di area Danau Ranupani. Foto : Sahabat Gimbal Alas

 

 

 

 

 

Menjelang tengah hari, di Ranupani, Kecamatan Senduro, Kabupaten Lumajang, Jawa Timur, udara dingin menusuk tulang. Suhu udara sekitar 15 derajat celsius. Warga tampak berselimut sarung, mengusir dingin. Sebagian mengenakan jaket, lebih praktis. Sejumlah pemuda tengah meriung di dapur rumah..

Sutono, duduk di depan tungku, ditemani teh panas. Sesuai tradisi Suku Tengger, tamu disambut di depan tungku sambil duduk di bangku kayu. Tak di ruang tamu seperti tradisi masyarakat Jawa, yang lain. Bongkahan arang kayu ditumpuk, bara air mengusir hawa dingin di Lereng Gunung Semeru.

Segelas kopi atau teh panas tersaji menyambut tetamu. Dapur berfungsi ganda, memasak sekaligus ruang tamu. Masyarakat Ranupani, menempatkan dapur sebagai tempat istimewa. Tungku kayu bakar selalu menyala. Selain untuk memasak sekaligus perapian. Maklum, saban pagi suhu udara dingin kadang mencapai lima derajat celsius.

Kini, sebagian besar rumah tangga beralih pakai gas elpiji. Tungku berfungsi sebagai perapian, bahan bakar beralih dari kayu beralih ke arang. Bara api lebih awet, hingga berkurang menebang kayu. Biasa, buat keperluan kayu bakar, setiap pekan satu keluarga perlu satu batang pohon.

“Menebang pohon akasia hutan di kawasan taman nasional,” kata Sutono. Keperluan kayu bakar tinggi hingga warga menebang pohon di Taman Nasioal Bromo Tengger Semeru (TNBTS). Kadang kucing-kucingan dengan petugas Balai Besar TNBTS.

“Kami sadar, selama ini tak menanam dan merawat pohon pengganti yang ditebang,” katanya. Makin lama, mereka harus masuk makin jauh ke dalam hutan untuk menebang pohon. Ranupani, merupakan kawasan kantung di dalam kawasan TNBTS.

Kawasan TNBTS seluas 50.276 hektar tersebar di Lumajang, Kabupaten Malang, Pasuruan dan Probolinggo. Dampak penebangan ilegal terjadi kerusakan hutan. Seluas 2.139 hektar hutan rusak. Selain perambahan, juga karena kebakaran hutan dan erupsi Gunung Semeru.

 

Danau Ranupani tertutup tanaman invasif berupa kiambang. Foto: Eko Widianto/ Mongabay Indonesia

 

 

Sumber air menyusut

Perambahan hutan menyebabkan debit air susut bahkan sejumlah sumber mata air mati. Untuk memenuhi kebutuhan air minum warga memanfaatkan sumber air Amprong, Watu Rejeng dan Sumber Ong. Selama 10 tahun terakhir debit terus berkurang terutama dari Sumber Ong.

Untuk mencegah perambahan makin luas, ujicoba briket arang dari krinyuh sebagai pengganti kayu bakar. Tanaman krinyuh kerap menjadi hama di hutan konservasi TNBTS. “Masih tahap uji coba, agar masyarakat tak menebang pohon di hutan,” kata Agung Siswoyo, Kepala Resor Ranupani TNBTS.

Balai Besar TNBTS juga menyediakan zona tradisional untuk masyarakat setempat. Zona tradisional seluas 400 hektar bisa untuk memungut hutan bukan kayu, perburuan tradisional, dan wisata terbatas. Juga budidaya pakis dan jamur oleh kelompok masyarakat.

Masyarakat Ranupani, tinggal di ketinggian 2.100 meter di atas permukaan laut (mdpl) dalam kawasan seluas 3.579 hektar, dihuni 1.300 jiwa. Mereka menggantungkan hidup dengan bertani, menanam kentang, kubis dan bawang. Tanaman terhampar di lahan pertanian dengan kontur tanah kemiringan tajam bikin erosi.

“Tingkat erosi tergolong tinggi, mencapai 20 ton per hektar per tahun.” Sedangkan ambang batas maksimal satu ton per tahun. Pola tanam masyarakat dan pengolahan lahan intensif, menyebabkan laju erosi tinggi.

 

Hutan Rusak, Danau Ranupani miris

Erosi mengakibatkan sedimentasi di Danau Ranupani, tepat berada di tengah permukiman. Erosi tanah menutup sekitar satu hektar Danau Ranupani dari semula seluas 6,7 hektar. Juga terjadi pendangkalan, danau sedalam 12 meter, sekarang kedalaman tinggal satu sampai tiga meter.

 

Pertanian sayur menghampar di Ranupani, Senduro, Kabupaten Lumajang. Foto: Eko Widianto/Mongabay Indonesia

 

Danau juga tercemar tanaman invasif. Tanaman air kiambang (Salvania molesta) menutup 90% permukaan danau. Sebelumnya, danau ini habitat burung belibis (Anseriformes) berenang dan bermain. Bahkan, musisi balada, mendiang Gombloh menciptakan lagu Ranupani, terinspirasi dari danau di Kaki Semeru ini.

Enam tahun lalu, Danau Ranupani, bersih terbebas kiambang. Masyarakat bergotong royong membersihkan selama 36 hari. Sayangnya, salvania kembali menutup Ranupani.

 

 

Jaga bersama

Kini, masyarakat bersama kelompok pegiat lingkungan berusaha membersihkan kiambang. Setelah bersih, akan mereka awasi setiap pekan. Selain itu, juga melibatkan masyarakat mengelola danau dengan konsep ekowisata. Sasaran pengunjung adalah para pendaki maupun wisatawan mancanegara. Para pendaki Gunung Semeru, selalu mampir ke Ranupani, untuk mempersiapkan pendakian ke Puncak Mahameru.

Untuk menjaga kawasan hutan di Lereng Semeru, ribuan pecinta alam, mahasiswa dan akademisi bersama-sama menanam pohon. Mereka yang tergabung dalam Komunitas Gimbal Alas penghijauan sukarela.

“Mereka datang dari berbagai daerah di nusantara. Sebagian besar pernah mendaki ke Semeru,” kata pegiat Komunitas Gimbal Alas, Bambang Irawan Wibisono. Para pecinta alam ini terbiasa menapaki jalan sulit dan terjal di lereng Semeru. Sembari membawa bibit pohon aneka jenis, mereka mendaki sejauh lima kilometer.

Penghijauan di kawasan Ayeg-ayeg, Watu Rejeng, dan Sumber Danyangan. Lokasi ini hutan gundul, pepohonan habis jadi hambaran tanah.

Sebelum para pegiat dan pecinta alam menanam bibit pepohonan, pemuka agama Hindu setempat, Dukun Bambang Sutedjo, merapal doa. Dia memanjat doa untuk keselamatan dan kebaikan bagi para peserta penanaman pohon. Dia juga berpesan agar alam senantiasa dijaga untuk kebaikan umat. “Jaga dan lestarian, atau bencana yang datang,” katanya mengakhiri doa.

 

Keterangan foto utama:    Relawan membersihkan kiambang di area Danau Ranupani. Foto : Sahabat Gimbal Alas

 

Relawan melakukan reboisasi menanam pinus hutan di kawasan TNBTS. Foto : Sahabat Gimbal Alas

 

Exit mobile version