Mongabay.co.id

Karhutla Riau Hampir 3.000 Hektar, Belasan Orang Tersangka

Warga berusaha padamkan api dengan ember seadanya di Desa Ketam Putih. Foto: Suryadi/ Mongabay Indonesia

 

 

 

 

Kebakaran hutan dan lahan di Riau, sampai akhir Maret mencapai 2.800-an hektar, paling tinggi di Bengkalis. Sampai akhir Maret, karhutla Bengkalis, mencapai 1.275-an hektar lebih. Kebun karet, sampai sawit warga banyak ludes. Mayoritas warga kesulitan mendapatkan air untuk padamkan kebakaran hutan dan lahan. Penegakan hukum sudah jalan, belasan orang jadi tersangka, tak satupun dari perusahaan.

Meski Selasa lalu, Bengkalis nihil titik api, beberapa minggu sebelumnya, Salma, warga bengkalis, bahkan tak dapat sembunyikan kesedihan. Suara masih bergetar. Mata berkaca-kaca tak dapat menahan tangis. Jilbab jadi lap air mata.

Siang panas terik, Minggu (17 /3/19), bersama suaminya, Rahmad dan beberapa petani lain, Salma duduk di bawah pohon karet Jalan Simpang Tiga, Desa Ketam Putih, Kecamatan Bengkalis.

Mereka dan sejumlah personil TNI baru saja keluar dari kebun yang hangus sejak tengah hari. Angin kencang dan parit kering memaksa mereka bergegas keluar dan menghentikan pemadaman api.

“Tak terbendung lagi. Api sudah sekeliling,” kata Rahmad.

“Daripada terkepung dan tak bisa keluar, saya ajak anggota lari dan bawa peralatan secepatnya,” kata seorang personil TNI yang berkumpul di seberang jalan.

 

Kebakaran di lahan Hermanto terus meluas tapi nampak dibatasi. Foto: Suryadi/ Mongabay Indonesia

 

Puluhan hektar kebun karet dan rumbia pun tak terselamatkan. Tanaman itu baru masuk masa panen pertamakali setelah terbakar pada 2014.

Sebagian petani lain tetap bertahan. Jarak mereka sekitar dua kilometer dari batas kebun ke tempat Rahmad dan personil TNI kumpul. Para petani dengan kebun belum terbakar hanya sebentar berhenti menyiram api yang sudah sampai di tepi parit. Mereka pakai ember kecil dengan air bahkan bercampur tanah dari dalam parit yang mulai kering.

“Jangan sampai api meluas saja,” kata Jul, dari dalam parit. Kebun sawit Jul di seberang parit. Usia tanam sekitar dua tahun. Sedangkan kebun rumbianya lebih duluan hangus.

Jul, tak berhenti menyiram. Di mana ada api, dia datangi. Jalannya tampak lemah. Bila ketemu genangan air, dia langsung lompat seperti buang badan ke parit. Kadang dia duduk lama di dalam. Ketika dibantu dan diajak bicara, suara seperti menahan tangis.

Petani lain yang semula bertahan satu persatu meninggalkan lokasi. Jul pun juga begitu. Mereka kepayahan air. Parit kering dan tak ada embung. Sebenarnya, sejak pagi mereka menunggu alat berat datang untuk bikin kolam air. Apa daya, api menyebar begitu cepat dari desa sebelah.

 

Personil TNI istirahat setelah menjauh beberapa kilometer dari lokasi kebakaran karena ketiadaan alat yang memadai dan keringnya air dalam parit. Foto: Suryadi/ Mongabay Indonesia

 

Sejak pagi, sejumlah personil polisi, BPBD Bengkalis dan Tim Damkar April Group, memang berupaya menahan laju api di Jalan Bangsawan, Desa Sungai Batang, yang bersebelahan dengan Desa Ketam Putih. Kendalanya, sama, kekeringan air dalam parit.

Embung yang mereka buat hanya dapat digunakan selama 15 menit. Setelah itu, mereka terpaksa menarik slang kembali dan mencari sungai sekitar dua kilometer jalan kaki dalam semak. Tim ini sudah bermalam di lokasi dan tidur di bawah tenda.

Kebakaran hutan dan lahan di Pulau Bengkalis, terus meluas dan terjadi di beberapa titik.

Hendri Chong Meng, Kepala Desa bersama warga memadamkan api di kebun belakang rumah. Beruntung, parit depan rumah warga itu banyak air. Mereka tak tahu sumber api tiba-tiba muncul.

Kebakaran hutan dan lahan (karhutla) di Riau pun makin luas di kabupaten dan kota. Berdasarkan rekapitulasi data BPBD Riau, per 26 Maret 2019 , karhutla seluas 2.806,19 hektar.

Rinciannya, Bengkalis 1.275,83 hektar, Rokan Hulu 2 hektar, Rokan Hilir 431 hektar, Dumai 220,25 hektar, Kepulauan Meranti 222,4 hektar, Siak 323,75 hektar, Pekanbaru 39,76 hektar, Kampar 32,6 hektar, Pelalawan 77 hektar, Indragiri Hulu 64,5 hektar, Indragiri Hilir 112,1 hektar dan Kuantan Singingi 5 hektar.

 

Alat berat yang bekerja di lahan Kelompok Tani Bengkalis Mandiri setelah disita penyidik dititipkan pada seorang warga Bantan Sari di Jalan Terubuk desa itu. Foto: Suryadi/ Mongabay Indonesia

 

 

Lahan eks perusahaan terbakar?

Sabtu (9/3/19), tim Balai Pengamanan Penegakan Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan (BPPHLHK) Wilayah Sumatera Seksi II Pekanbaru, mengamankan satu eksavator kuning tua dari hutan produksi terbatas di Desa Pematang Duku, Kecamatan Bengkalis, Kabupaten Bengkalis, Riau. Operasi gabungan ini mengikutsertakan beberapa personil Korem 031 Wirabima.

Saat itu, alat berat sedang terparkir di depan rumah petak kayu tiga pintu, tempat istirahat pekerja lahan. Alat itu hampir satu tahun dikendalikan Bambang Basuki, buat bersihkan lahan, yang sebagian ditanami sawit atasnama Kelompok Tani Bengkalis Mandiri.

Bambang berasal dari Desa Aek Bamban, Kecamatan Aek Songsongan, Kabupaten Asahan, Sumatera Utara. Sebagai operator alat, dia dibawa dan diperiksa di Pekanbaru beberapa hari dan setelah itu diizinkan pulang.

Di sekitar lokasi, juga terjadi kebakaran sebelum dan sesudah tim gabungan mengamankan alat. Sebelum disita penyidik, Badrun, Kepala Desa Pematang Duku, sempat kirim surat pinjam alat ke Hansan untuk buat parit dan embung karena khawatir kebakaran meluas. Badrun berkilah, tak tahu alat berat itu sudah lama bekerja di sana.

Edward Hutapea, Kepala Balai Pengamanan dan Penegakan Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan (BPPHLHK) Wilayah Sumatera Seksi II Pekanbaru, lewat penyidik Uliman mengatakan, Hansan adalah Ketua Kelompok Tani Bengkalis Mandiri.

Yang bersangkutan telah diperiksa penyidik sebagai saksi. Kini, alat berat terparkir di tepi Jalan Terubuk, Desa Bantan Sari dan dipercayakan pada perangkat desa untuk menjaganya. Penyidik juga periksa Badrun, Herman bendahara kelompok, Burhanuddin mantan Kades Pematang Duku juga sekretaris kelompok serta Hermanto.

Uli mengatakan, Hermanto mulai terlibat dalam pengelolaan lahan setelah diajak Hansan. “Mereka teman lama.”

 

Kebakaran terjadi di belakang rumah penduduk Jalan Akit Jaya Desa Kembung Baru. Foto: Suryadi/ Mongabay Indonesia

 

Informasi dari masyarakat justru sebaliknya. Hermanto beli lahan dari beberapa masyarakat lewat Bahar atau Burhanuddin rentang 2015 hingga 2016. Dalam satu pertemuan di rumahnya, Rabu malam 20 Maret, Bahar mengakui hanya bantu masyarakat yang ingin menjual.

Bahar juga bilang, jadi sekretaris dalam kelompok tani. “Itu terdaftar dan ada akta notarisnya.”

Hermanto dan Hansan itu dua bersaudara. Dalam beberapa lembar surat pernyataan ganti kerugian jual beli lahan, Hermanto tercatat lahir di Bengkalis 49 tahun silam. Sekarang, dia tinggal di Kota Dumai.

Sedangkan Hansan, masih tinggal di Bengkalis. Masyarakat, pekerja lahan maupun mandor kebun tidak tahu persis alamatnya. Asun atau Nurdin sebagai mandor lahan, mengatakan, Hansan kerap meninjau lahan dan mengupah pekerja lewat dirinya.

Salah satu petunjuk yang didapat adalah Yayasan Guna Dharma beralamat di sekitar Kantor Bupati Bengkalis. Ketika dicek lewat mesin pencarian, justru banyak muncul tentang Toko Guna Dharma di Jalan Senayan, Kelurahan Damon, Kecamatan Bengkalis.

Alamat itu tidak salah. Seorang karyawan toko mengatakan, pemilik toko komputer dan percetakan itu adalah Wirawan, adik Hansan. Karyawan itu tidak tahu alamat Hansan, meski yang bersangkutan sering datang ke toko.

Asun bilang, sejak alat berat disita, Hansan bolak-balik mengurus ke Pekanbaru. Anggotanya takut bekerja setelah kejadian itu. Hampir tiap hari beberapa anggota turun ke lahan bawa mesin dan slang air buat padamkan api yang terus meluas.

Belum tahu siapa tersangka dalam kasus ini. Uliman menyebut, mereka tak ingin buang-buang waktu hanya dengan seorang operator alat berat. “Kalau ada bosnya, itu yang dicari.”

Lahan yang dibeli Hermanto, pernah diberi izin hak pengusahaan hutan tanaman industri, seluas 14.875 hektar oleh Menteri Kehutanan untuk PT Rimba Rokan Lestari (RRL) pada 1998. Ia terbagi tiga blok. Masing-masing, blok I di Kecamatan Bengkalis 7.000 hektar, blok II di Kecamatan Bantan 4.000 hektar dan blok III di Kecamatan Mandau 3.000 hektar.

Sebagian blok I telah ditanam akasia seperti di Desa Kelemantan Barat dan Kembung Baru tetapi, belum pernah panen. Blok II belum tersentuh sama sekali, blok III ditanam sawit kerjasama dengan PT Muriniwood.

Lahan yang dibeli Hermanto di blok I areal yang belum sempat ditanam akasia. Meskipun begitu, warga Bantan— buka lahan sejak 1980–mengatakan, itu masuk blok II.

Sejak akhir 2015, masyarakat kedua blok sama-sama menolak RRL. Pada 5 Maret 2017, perusahaan menyerahkan kembali areal itu ke Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.

Belum ada tindak lanjut dari kementerian terkait penyerahan lahan itu. Dalam situasi ini, areal itu diperjualbelikan atau dikuasai pemodal atasnama badan hukum dengan modus kerjasama dengan masyarakat. Kebakaran yang berulang juga tak terhindarkan.

 

Keterangan foto utama:   Warga berusaha padamkan api dengan ember seadanya di Desa Ketam Putih. Foto: Suryadi/ Mongabay Indonesia

 

Exit mobile version