Mongabay.co.id

Mola-mola Mati Terdampar (Lagi) di Perairan Maluku, Penyebabnya?

Tim peneliti FPIK Universitas dan Loka PSDPL Sorong Satker Ambon, saat melakukan nekropsi terhadap bangkai ikan mola-mola guna mengetahui penyebab mati dan terdamparnya ikan tersebut. Foto Loka PSDPL.

 

 

 

 

 

 

Seekor mola-mola (sunfish) kembali ditemukan mati, di Pantai Maluku. Nelayan Desa Poka, Kecamatan Teluk Ambon, menemukan ikan itu terdampar di Tanjung Marthafons, Minggu (31/3/19). Ini kali kedua dalam tahun ini. Awal tahun lalu, makhluk yang sering mencari sinar matahari itu menabrak jaring seorang nelayan, saat mencari ikan di Pesisir Teluk Ambon. Panjang mola-mola 2,39 meter dan lebar 2,28 meter. Bentuk ikan ini unik dan bertulang sejati besar, dan warna cokelat ke abu-abuan.

Wiwik Handayani, Penanggungjawab Loka PSDPL Sorong Satker Ambon, menyebut, ikan ini dari laut dalam dan mereka hidup di laut Bali. Saat ditemukan nelayan, katanya, ikan yang memiliki gigi seperti paru burung ini sudah mati. Mereka langsung ke keramba ikan Tanjung Marthafons.

Dia bilang, penemuan mola-mola mati di Pantai Maluku, kali kedua. Sebelumnya, warga Ambon juga gempar temuan mola-mola yang tersangkut jaring nelayan di Pesisir Teluk Ambon, awal tahun lalu.

“Ini kali kedua mola-mola ditemukan mati. Untuk penyebab kematian belum diketahui,” katanya, kepada Mongabay, Senin (1/4/19).

Informasi dihimpun dari Loka Pengelolaan Sumber Daya Pesisir dan Laut (PSDPL) Sorong Satker Ambon, mola-mola hidup dan berbiak di Laut Bali.

Makanan utama mola-mola adalah ubur ubur. Ia juga makan salpa, ikan kecil, plankton, alga, moluska dan bintang laut. Dalam lambung ikan ini, terkandung sejenis larva belut laut dalam yang menandakan dia mencari makan di permukaan air hingga ke dalaman.

 

 

Salah tim pembedah mola-mola menunjukkan benda asing berbetuk seperti hati, tetapi tekstur keras, yang diambil saat proses nekropsi. Foto : Loka PSDPL

 

 

Penyebab kematian?

Sumber Badan Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Maluku, mengatakan, pukul 10.00 di Pantai Marthafons, Desa Poka Kecamatan Teluk Ambon, tim Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan (FPIK) Universitas Pattimura Ambon, bersama petugas Loka PSDPL, telah nekropsi bangkai mola-mola ini.

Nekropsi, katanya, untuk mengetahui penyebab kematian ikan. Hasil pemeriksaan, katanya, usus tak ada benda-benda berbahaya. Namun, katanya, pada empedu ada benda asing berbentuk seperti hati, tetapi tekstur keras.

“Untuk pendalaman terkait benda asing dalam empedu ikan, Universitas Pattimura membawa ikan untuk pemeriksaan laboratorium,” kata Junaedi Sam, Kepala Resort Pulau Ambon.

Hasil pemeriksaan, katanya, ikan sudah mati sekitar lima hari lalu, lantaran organ dalam sudah banyak rusak dan keluar bau busuk.

Dari pemeriksaan sagita askeriskus dan lapius atau organ yang berguna untuk keseimbangan dan pendengaran, diketahui mola-mola berusia 15 tahun.

“Untuk penyebab kematian ikan masih menunggu hasil laboratorium.”

Jacobus Wilson Mosse, Guru Besar FKIP Universitas Pattimura Ambon, kepada wartawan mengatakan, saat membedah bangkai sunfish, ditemukan tanda-tanda gangguan pencernaan diduga jadi penyebab kematian.

“Yang kita temukan, terjadi proses pencernaan begitu lama. Kemungkinan sudah mati seminggu lebih hingga lambung relatif kosong, usus juga kosong,” katanya.

 

Nelayan temukan ikan mola-mola di Tanjung Marthafons, Desa Poka, Kecamatan Teluk Ambon, Minggu (31/3/19). Ikan ini lalu diindentifikasi oleh tim peniliti FPIK Universitas Pattimura dan Loka PSDPL Sorong Satker Ambon. Foto: Nurdin Tubaka/ Mongabay Indonesia

 

Selain itu, katanya, ada benda hitam diduga daging hewan darat yang dimakan. Mola-mola, katanya, termasuk pemakan segala.

“Saya duga seperti itu. Ibaratnya, kalau organ kita tak bisa mencerna sesuatu, pasti berakibat pada gangguan pencernaan dalam tubuh. Makanan utama mola-mola adalah ubur-ubur,” kata Mosse.

Mengenai mola-mola transit ke Teluk Ambon, dia belum bisa memastikan, apakah daerah itu termasuk habitat ikan ini atau bukan. Teluk Ambon, katanya, hanya berkedalaman 40 meter dan mereka hidup pada kedalaman lebih 40 meter.

Dia menduga, di laut Ambon, ada populasi mola-mola ini karena kedalaman laut Banda, Maluku, lebih dari 7.000 meter. Kemungkinan besar, mola-mola mengikuti jejak ubur-ubur yang masuk ke Teluk Ambon. “Kita akan teliti lebih lanjut.”

Augy Syahailatua, Kepala Pusat Penelitian Laut Dalam Lembaga Ilmu Pengetahuan Inidonesia (LIPI) kepada Mongabay, Senin (2/4/19) mengatakan, penemuan mola-mola di Maluku menjadi menarik. Dalam tiga bulan terakhir, dua bangkai ikan itu ditemukan mati.

“Ini suatu hal yang tak umum. Pengamatan kami, mola-mola hampir tidak ditemukan. Sisi lain, tidak pernah ada laporan mola-mola berada pada terumbu karang, di kawasan Teluk Ambon,” katanya, seraya bilang, LIPI akan jadikan mola-mola obyek pantauan.

Secara morfologi atau ilmu organisme, mola-mola itu ikan unik. Mola-mola bukan ikan perenang cepat alias lambat hingga lebih pasif. “Sementara makanan aktif atau bergerak. Kondisi ini bisa jadi alasan kematian,” katanya.

Dia bilang, di perairan Bali, biasa mola-mola ditemukan di terumbu karang. Jadi, tak menutup kemungkinan ikan itu ada di perairan Ambon.

Menurut dia, mola-mola merupakan tipikal ikan karang daerah trofis. Kalau suhu laut bagian lintang lebih tinggi mulai menghangat, daerah sebaran dari ikan-ikan trofis akan meluas.

“Jadi kemungkinan dari tidak ada menjadi ada, ya bisa saja. Pantauan kami terkait mola-mola memang masih terbatas, kecuali paus.”

Dia bilang, ikan punya tiga alasan bermigrasi, yakni, mencari habitat lebih baik (kualitas air sendiri), rantai makanan dan kerja. “Tiga alasan ini ada dalam teori biologi ikan. Sisi lain, bisa saja karena terbawa arus.”

 

Keterangan foto utama:      Tim peneliti FPIK Universitas dan Loka PSDPL Sorong Satker Ambon, saat melakukan nekropsi terhadap bangkai ikan mola-mola guna mengetahui penyebab mati dan terdamparnya ikan tersebut. Foto Loka PSDPL.

 

 

 

 

 

Exit mobile version