Mongabay.co.id

Kerjasama Indonesia-Amerika Serikat: Maluku Utara Punya Tiga Kawasan Konservasi Perairan Baru

Foto:mahmud Ichi

 

 

 

 

Awal April lalu, peringatan 70 tahun hubungan diplomatik Indonesia dan Amerika Serikat yang dirayakan dengan cukup spesial lewat penetapan tiga Kawasan Konservasi Perairan di Maluku Utara. Tiga kawasan ini berada di Kepulauan Sula, Rao-Dehegila dan Pulau Makian.

Perayaan berlangsung di Kabupaten Pulau Morotai, Maluku Utara, dihadiri Duta Besar AS Joseph R. Donovan Jr. Dari Pemerintah Indonesia, diwakili Wakil Gubernur Maluku Utara, Muhammad Natsir Thaib, dan Bupati Morotai, Beny Laos.

Kerjasama Indonesia dan Amerika Serikat di sektor kelautan dan perikanan, antara lain dalam meningkatkan pengelolaan sumber daya perikanan berkelajutan, salah satu lewat penetapan kawasan konservasi perairan.

Donovan bilang, Pemerintah Amerika Serikat, melalui Badan Pembangunan Internasional Amerika Serikat (USAID) bekerja sama dengan Indonesia, baik swasta maupun pemerintah, melindungi keragaman hayati laut dan mempromosikan pengelolaan perikanan berkelanjutan.

Salah satu, katanya, melalui proyek USAID sustained ecosystems advanced (SEA), di mana USAID mendukung upaya Kementerian Kelautan dan Perikanan meningkatkan produksi ikan dan ketahanan pangan di Malut, Maluku, dan Papua Barat.

“Upaya bersama ini sangat penting sebagai mata pencaharian berkelanjutan dan kesejahteraan generasi sekarang dan masa depan,” kata Donovan.

Erin E. McKee, Direktur Misi USAID Indonesia, mengatakan, dukungan dari Pemerintah Amerika Serikat, tersalurkan melalui USAID SEA yang mendukung pemerintah daerah meningkatkan pengelolaan laut di hampir 8 juta hektar perairan Maluku, Maluku Utara, dan Papua Barat.

“Kami bermitra dengan pemerintah provinsi untuk meningkatkan pengelolaan di hampir 8 juta hektar wilayah perairan provinsi,” katanya.

 

Lahan-lahan di pesisir Pantai Rorasa, Kecamatan Morotai Utara, Desa Buho-buho dan Bido sebagian besar kini telah dijual kepada pemodal atau makelar. Kalau tak ada perlindungan perairan, kekayaan laut akan terancam. Foto: Mahmud Ichi/ Mongabay Indonesia

 

USAID, katanya, mendukung visi Pemerintah Indonesia mandiri dalam pelestarian ekosistem laut seperti melindungi terumbu karang melalui rencana tata ruang laut terkini. “Tata ruang yang membekali para mitra dengan instrumen penting untuk tata kelola sumber daya alam lebih baik,” kata McKee.

Amerika Serikat, katanya, juga bekerjasama dengan Kementerian Kelautan dan Perikanan dengan mendorong penetapan 14 kawasan konservasi perairan di Indonesia termasuk Morotai.

Kerjasama ini, katanya, lebih pada bantuan teknis dalam bidang pemetaan, penangkapan ikan berkelanjutan juga konservasi yang menjamin mata pencaharian masyarakat lokal.

Susi Pudjiastuti, Menteri Kelautan dan Perikanan mengapresiasi kerja sama Indonesia dan Amerika Serikat ini. Dalam rilis resmi Kedutaan Besar Amerika Serikat, Susi mengatakan, penetapan tiga Kawasan Konservasi Perairan baru di Malut akan makin membantu Indonesia mencapai tujuan perikanan berkelanjutan dan ketahanan pangan.

“Kami berharap, kedua negara akan terus berkolaborasi mencapai tujuan itu di masa mendatang,” katanya.

Brahmantya Satyamurti Poerwadi, Direktur Jenderal Pengelolaan Ruang Laut KKP, mengatakan, USAID telah sepakat mendukung Indonesia mencapai 20 juta hektar kawasan konservasi perairan sampai 2020.

“Dukungan itu antara lain dengan penetapan satu juta hektar kawasan konservasi perikanan di Malut, Maluku dan Papua Barat,” katanya.

Wakil Gubernur Maluku Utara, Muhammad Natsir Thaib mengatakan, total luas kawasan konservasi di Malut ada 226.000 hektar. Dia berharap, dengan penetapan ini dapat melindungi keragaman hayati laut, meningkatkan pengelolaan perikanan berkelanjutan, dan mempromosikan wisata bahari di daerah itu.

“Kalau digabungkan, cakupan area konservasi perikanan laut itu hampir setara seluas Pulau Morotai,” katanya.

Pemerintah Malut, katanya, menyambut baik USAID karena dapat berdampak pada peningkatan ekonomi masyarakat sekitar terutama sektor perikanan.

Perikanan Malut, katanya, menyediakan mata pencaharian lebih 34.000 rumah tangga.

 

Sektor perikanan, salah satu andalan di Morotai. Foto: Mahmud Ichi/ Mongabay Indonesia

 

 

HUT di Morotai

Amerika Serikat memiliki memori dengan Morotai. Tidak hanya soal keindahan alam darat dan laut serta sumberdaya alam, juga berbagai artefak sejarah yang terserak di Morotai, kini. Tak heran, perayaan 70 tahun hubungan diplomatik dengan Indonesia, di pulau ini.

Dalam perayaan ini, Donovan selama tiga hari di Morotai, dan mengunjungi beberapa tempat seperti museum yang memiliki keterkaitan sejarah dengan Amerika serta mengunjungi beberapa desa yang menjadi tempat pendampingan USAID-SEA melalui beberapa mitra kerja mereka.

Di Morotai , dubes bersama rombangan sempat ke Pulau Galo-galo, sambil menikmati alam bawah laut Morotai dengan diving dan snorkeling. Dia juga ke Desa Bido Morotai Utara, melihat dari dekat program dampingan A Liquid Future, sebuah lembaga dari Inggris untuk penguatan dan pengembangan ekowisata berbasis masyarakat berkelanjutan di daerah ini.

Lembaga ini mendapatkan dukungan dana hibah dari Konjen Amerika.

 

Taman wisata perairan

Morotai memiliki kekayaan terumbu karang, lamun dan mangrove serta sumberdaya alam laut. Kekayaan ini juga ada di Kawasan Konservasi Perairan Pulau Rao Tanjung Dehegila. Kawasan ini, salah satu wilayah yang akan diusulkan sebagai kawasan konservasi perairan daerah (KKPD). Dengan mempertimbangkan potensi wisata bahari sangat tinggi, katanya, sekaligus dicadangkan sebagai taman wisata perairan (TWP).

TWP ini ditetapkan melalui surat keputusan (SK) Gubernur Maluku Utara Nomor 361/ KPTS/MU/2018 tentang Pencadangan Kawasan Konservasi Perairan Pulau Rao-Tanjung Dehegila , Pulau Morotai.

Kawasan konservasi ini melingkupi perairan bagian barat Morotai dari bagian utara Pulau Rao hingga selatan Tanjung Dehegila seluas 65,520,75 hektar.

Buyung Radjiloen, Kepala Dinas Perikanan Malut mengatakan, luasan ini bagian dari komitmen Pemerintah Malut dalam mengalokasikan kawasan konservasi seluas satu juta hektar yang tertuang dalam Perda Nomor 2/2018 tentang Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil. Perda ini, selesai atas kerjasama Pemprov Malut dengan USAID-SEA dan Wildlife Conservation Society.

Kerjasama ini juga menghasilkan kajian kajian dalam menentukan area- area penting dan memfasilitasi diskusi para pihak untuk menyusun maupun mengusulkan kawasan konservasi perairan Pulau Rao dan Tanjung Dehegila hingga terbit surat keputusan pencadangan dari gubernur ini.

Saat ini katanya, Pemkab Morotai juga menyiapkan rencana zonasi dan pengelolaan Kawasan Konservasi Pulau Rao dan Tanjung Dehegila dengan melibatkan berbagai pihak. “Diharapkan tak lama lagi kawasan konservasi ini dapat ditetapkan Menteri Kelautan dan Perikanan   sebagai kawasan konservasi yang dikelola efektif dan memberikan manfaat kepada masyarakat di Malut.”

Data Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Malut, di provinsi ini sudah ada delapan kawasan konservasi perairan.

 

Maluku Utara, baru saja memiliki tiga kawasan konservasi perairan. Kawasan konservasi ini guna memastikan ekosistem laut terjaga dan sumber laut dapat terkelola berkelanjutan oleh masyarakat, salah satu mencegah pengeboman ikan. Foto: Mahmud Ichi/ Mongabay Indonesia

 

 

 

Exit mobile version