Mongabay.co.id

Puluhan Pohon Sonokeling di Tulungagung Ditebang Tanpa Izin, Pelaku Masih Misteri

 

 

Sebanyak 91 pohon sonokeling di jalur jalan nasional Tulunganggung-Trenggalek dan Tulungagung-Blitar, ditebang tanpa izin. Kejadian ini dilaporkan PPLH Mangkubumi dan JPIK Jawa Timur, setelah memperoleh laporan masyarakat dan melakukan investigasi ke lokasi.

Pohon sonokeling masuk Appendiks II CITES yang pengangkutannya harus dilengkapi dokumen resmi. Industri yang menerima kayu ini juga harus memiliki sejumlah perizinan, diantaranya izin edar.

“JPIK mendapat laporan masyarakat mengenai pembalakan kayu sonokeling di jalan provinsi maupun nasional, di Kabupaten Tulungagung, Jawa Timur. JPIK melakukan investigasi dan menemukan tonggak kayu,” terang Muhammad Ichwan, Dinamisator Jaringan Pemantau Independen Kehutanan [JPIK] Jawa Timur, kepada Mongabay, Jumat [05/4/2019].

Baca: Kisruh Dugaan Pembalakan Liar Kayu Sonokeling di NTT, Bagaimana Akhirnya?

 

Tunggak bekas tebangan pohon sonokeling di Tulungagung yang total ada 91 pohon ditebang tanpa izin. Foto: JPIK Jatim

 

Hasil rapat sinkronsiasi dengan para pihak di Kantor Dinas Kehutanan Provinsi Jawa Timur, di Sidoarjo, Jumat [5/4/2019], menyatakan sebanyak 91 pohon sonokeling ditebang. Sekitar 80 tebangan baru dan 11 tebangan lama. Pertemuan para pihak ini menyimpulkan, ada dugaan praktik ilegal, mengarah pidana pencurian aset negara.

“Modus yang selama ini kami dapati, banyak kayu sonokeling hasil pembalakan dicuci dokumennya, seolah dari hutan hak atau tanah milik. Kami berkomitmen mengawal kasus ini sampai tuntas.”

JPIK menaksir, harga jual per meter kubiknya, rata-rata di atas 30 cm, diperkirakan mencapai Rp3 juta. Atau, per pohon bisa mencapai Rp30 juta. Bila 91 pohon, diperkirakan kerugian negara mencapai sekitar Rp2,7 miliar.

“Yang ditebang ini sampai batas tanah. Ada yang sudah ditutupi pasir atau tanah sehingga tidak kelihatan. Masyarakat yang mengambil sedikit kayu di hutan Perhutani saja diproses hukum, apalagi yang menebang 91 batang,” kata Ichwan.

Baca juga: Menyakiti Pohon Sama Saja Merusak Lingkungan

 

Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Jawa Timur Dewi Putriatni melihat langsung pengukuran diameter kayu di lokasi bekas penebangan kayu sonokeling di Tulungangung. Foto: JPIK Jatim

 

Ada aturan

Kepala Dinas Pekerjaan Umum [PU] Bina Marga Provinsi Jawa Timur, Gatot Sulistyo Hadi menuturkan, penebangan pohon di pinggir jalan memiliki aturan di setiap daerah. Selain harus ada izin dan peruntukan, juga harus memperhatikan ukuran dan ketinggian pohon yang akan ditebang. Pada kasus penebangan di jalur Tulungangung-Trenggalek, Gatot belum dapat memastikan apakah itu berizin atau belum.

“Saya tidak tahu, masih mencari data-data dulu. Saya sudah hubungi pihak kabupaten agar Satpol PP mengamankan tanah atau lahan negara yang ada, mungkin ada pohon yang dilindungi atau dilarang ditebang. Jadi tidak sekadar potong,” ujarnya.

Kepala Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam [BBKSDA] Jawa Timur, Nandang Prihadi mengatakan, pihaknya belum menerima surat permintaan penebangan maupun pengiriman kayu jenis sonokeling yang izinnya dikeluarkan BBKSDA. Namun, Nandang menegaskan, penebangan atau pemanfaatan sonokeling diperbolehkan melalui prosedur tertentu.

“Sebetulnya boleh, tidak dilarang ditebang. Hanya ada prosedur yang perlu diikuti. Untuk kasus ini tidak ada izin,” tegasnya.

 

Pohon sonokeling muda di Prembun, Tambak, Banyumas, Jawa Tengah. Sumber: Wikimedia Commons/Wibowo Djatmiko/Lisensi Dokumentasi Bebas GNU

 

Kurang pemahaman

Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Jawa Timur, Dewi Juniar Putriatni menyebut, penebangan sonokeling pada ruang milik jalan, akibat kurang pemahaman mengenai aturan yang ada. “Semua pihak harusnya memahami, dalam hal ini yang punya lahan adalah Balai Pengelolaan Jalan Nasional, atau BPJN VIII,” katanya.

Tim akan dibentuk untuk mengidentifikasi dan mendata ulang lokasi-lokasi yang menjadi tempat penebangan, selanjutnya dibuat berita acara pemeriksaan [BAP] sebagai dasar laporan ke pihak berwajib. Tim juga akan mencari informasi tujuan pengiriman kayu tersebut. “Kami masih menyelidiki apakah disimpan di tempat tersembunyi,” ujarnya.

Muhammad Ichwan menambahkan, tata kelola penebangan kayu di Jawa Timur harus ada, yaitu melalui penerbitan regulasi oleh Gubernur Jawa Timur. Pemprov Jawa Timur juga diharapkan segara menginventarisir seluruh jenis kayu di ruang milik jalan [ruminja] di Jawa Timur, seperti mahoni, jati, dan trembesi.

BBKSDA Jawa Timur juga harus hati-hati menerbitkan izin edar kayu sonokeling. Hal ini untuk mencegah perusahaan yang menerima kayu ilegal untuk ekspor. Tidak hanya di Tulungagung, Trenggalek, Kediri dan sekitarnya, tapi juga seluruh Jawa Timur.

“BBKSDA memiliki kewenangan menerbitkan izin Suarat Angkut Tumbuhan dan Satwa Liar Dalam Negeri maupun Luar Negeri [SATS-DN dan SAT-LN]. Ini harus dipantau ketat,” papar Ichwan.

Sonokeling atau sanakeling merupakan tumbuhan penghasil kayu keras dari suku Fabaceae. Pohonnya berukuran sedang hingga besar dengan tinggi 20-40 meter. Batangnya berdiameter hingga 1,5 meter. Kulit luarnya berwarna abu-abu kecoklatan dengan alur pecah-pecah membujur. Bersama kayu jati, pohon bernama latin Dalbergia latifolia ini menjadi kebanggaan. Selain memiliki tingkat keawetan sangat baik dan kuat, teksturnya juga khas dan indah.

Di Indonesia, sonokeling tumbuh di Jawa bagian tengah dan timur. Secara global, pohon ini tersebar juga di India dan Nepal, yang umumnya berada di ketinggian 600 meter di atas permukaan laut. IUCN menetapkan statusnya Rentan [Vulnerable/VU] sejak 1998.

 

 

Exit mobile version