Mongabay.co.id

KKP Kembali Tangkap 8 Kapal Ikan Asing Ilegal dari Vietnam dan Malaysia

Dalam 4 hari terakhir, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) berhasil menangkap delapan kapal perikanan asing (KIA) yang mencuri ikan di Wilayah Pengelolaan Perikanan (WPP) Indonesia.

Ke-8 kapal itu terdiri dari empat kapal perikanan berbenderaVietnam dan 4 kapal berbendera Malaysia, yang ditangkap oleh 3 Kapal PengawasPerikanan (KP) yaitu KP. Hiu Macan 01,  KP.Hiu Macan Tutul 02,  dan KP. Orca 02 diZona Ekonomi Eklusif Indonesia (ZEEI) Laut Natuna Utara dan Selat Malaka.

Pelaksana Tugas (Plt) Dirjen Pengawasan Sumber daya Kelautandan Perikanan (PSDKP) KKP, Agus Suherman, mengungkapkan, 8 kapal itu itu ditangkaptanpa dokumen perizinan dari Indonesia dan menggunakan alat tangkap yangdilarang  yaitu trawl.

“KP. Hiu Macan 01 yang dinakhodai Kapten Samson melakukan penangkapan keempat kapal (berbendera Vietnam) tersebut pada Selasa (9/4/2019) sekitar pukul 08.00 s.d 09.00 WIB dalam operasi pengawasan sumber daya kelautan dan perikanan,” tutur Agus dalam keterangan pers KKP yang diterima Mongabay-Indonesia, Rabu (10/4/2019).

baca : Wilayah Perairan Natuna Tetap Jadi Buruan Pencurian Ikan

Sebuah kapal ikan ilegal berbendera Vietnam yang ditangkap di ZEEI perairan Natuna Utara oleh KP. Hiu Macan 01 pada Selasa (9/4/2019). Foto : PSDKP KKP/Mongabay-Indonesia

Keempat kapal berbendera Vietnam tersebut, yaitu BV 4939 TS; BV 5156 TS; BV 93817 TS dan BV 93816 TS.  Serta diamankan 24 orang awak kapal berkewarganegaraan Vietnam. Selanjutnya kapal-kapal itu dikawal menuju Stasiun PSDKP Pontianak Kalimantan Barat untuk proses hukum.

Sebelumnya KP. Orca 02 pada Sabtu (6/4) sekitar pukul 11.45WIB menangkap kapal berbendera Malaysia dengan nama KM. PKFA 7836. Kapalberukuran 82,47 GT tersebut diamankan bersama seorang nakhoda dan empat orang ABKberkewarganegaran Indonesia.

Sedangkan 2 kapal Malaysia bernama KM. PKFA 8888 (61,70 GT)dan  PKF 7878 (67,63 GT) ditangkap olehKP. Hiu Macan Tutul 002 yang dinakhodai Ilman Rustam di ZEEI Selat Malaka padaSelasa (9/4/2019) sekitar pukul 15.00 WIB. Dua kapal beserta 9 (Sembilan) orangawak kapal berkewarganegaraan Myanmar dikawal menuju Pangkalan PSDKP BatamKepulauan Riau.

KM. PKFA 7836 selanjutnya, digiring ke Pangkalan PSDKP BatamKepulauan Riau untuk proses hukum oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) Perikanan.

baca juga : Apa Ancaman Sektor Kelautan Indonesia di Tahun 2019?

Sebuah kapal ikan ilegal berbendera Malaysia yang ditangkap di ZEEI perairan Selat Malaka oleh KP. Hiu Macan Tutul 002 pada Selasa (9/4/2019). Foto : PSDKP KKP/Mongabay-Indonesia

Pada pada Minggu (7/4) sekitar pukul 06.30 WIB, KP. HiuMacan Tutul 02 yang dinakhodai Ilman Rustam berhasil menangkap KM. PKFA 7747dengan 5 (lima) orang awak kapal berkewarganegaraan Myanmar. Selanjutnya, kapaldan seluruh awaknya dikawal menuju Stasiun PSDKP Belawan Sumatera Utara untukproses hukum oleh PPNS Perikanan.

“Keduanya menangkap ikan di WPP-NRI Selat Malaka tanpa dilengkapi dengan dokumen perizinan serta menggunakan alat penangkapan ikanyang dilarang di Indonesia jaring trawl,” tutur Agus.

Ke-8 kapal asing itu diduga melanggar UU No.45/2009 tentang Perikanan dengan ancaman pidana penjara paling lama enam tahun dan denda paling banyak Rp20 miliar.

Penangkapan itu menambah jumlah kapal perikanan ilegal yang ditangkap sebelumnya oleh KKP sejak Januari 2019 hingga 9 April 2019, yaitu 38 kapal perikanan ilegal, yang terdiri dari 28 KIA dan 10 Kapal Perikanan Indonesia (KII).

“Dari sejumlah kapal ilegal asing yang ditangkap tersebut, 15 kapal berbendera Vietnam dan 13 kapal lainnya berbendera Malaysia,” tambah Agus.

menarik dibaca : Penegakan Hukum di Atas Laut Sudah Berjalan Baik?

Sebuah kapal ikan ilegal berbendera Malaysia yang ditangkap di ZEEI perairan Selat Malaka pada Sabtu (6/4/2019). Foto : PSDKP KKP/Mongabay-Indonesia

Dominasi Vietnam

Sebelumnya, Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti di Bandung, Jawa Barat, Senin (25/2/2019), mengatakankapal perikanan asing ilegal yang ditangkap di perairan Indonesia didominasioleh kapal berbendera Vietnam. Sejak Oktober 2014, sebanyak 276 kapal Vietnamsudah ditangkap dan ditenggelamkan oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan(KKP).

Menurut Susi, jumlah tersebut sangat mendominasi jumlah kapalpelaku IUUF yang ditangkap dan ditenggelamkan. Dari 488 kapal yang berasal dariberbagai negara dan sudah ditenggelamkan, 276 kapal adalah berbendera Vietnam.Jumlah itu menegaskan kalau Vietnam adalah pelaku utama IUUF yang dominan diwilayah perairan Indonesia

Sekjen KKP Nilanto Perbowo pada Selasa (8/1/2019) di Cilacap, Jateng mengatakan dalam beberapa tahun terakhir, sejumlah negara tetangga Indonesia seperti Filipina, Vietnam dan Thailand juga cenderung mengalami penurunan produksi ikannya. Itu terjadi, karena sebagian ikan yang ditangkap dari“spanyol” alias separuh nyolong atau setengah mencuri. Penurunan produksi terjadi, karena sejak empat tahun belakangan, pemerintah melakukan operasi besar-besaran terhadap praktik illegal fishing di perairan Indonesia.

“Indonesia dikenal oleh komunitas global sebagai salah satu negara yang memiliki potensi perikanan tangkap yang begitu besar. Karena itulah, pemerintah membentuk Satgas 115 yang terdiri dari berbagai unsur baik pemerintah, TNI dan Polri untuk melakukan operasi terhadap praktik penangkapan ikan ilegal,” tegas Nilanto.

perlu dibaca : Vietnam, Negara Dominan Pelaku IUUF di Laut Indonesia

Sebuah kapal ikan ilegal berbendera Malaysia yang ditangkap di ZEEI perairan Selat Malaka oleh KP. Hiu Macan Tutul 002 pada Sabtu (6/4/2019). Foto : PSDKP KKP/Mongabay-Indonesia

Sedangkan Direktur Eksekutif Centerof Maritime Studies for Humanity Abdul Halim kepada Mongabay-Indonesia pada Rabu (13/3/2019) mengatakan kebijakan penenggelaman hingga saat ini masih belum memberikan efek jera. Itu terbukti dengan masih maraknya aktivitas pencurian ikan di berbagai wilayah perairan Indonesia.

Halim menyebutkan kenapa hingga sekarang pencurian ikan masih terus terjadi, adalah karena terus menurunnya stok sumber daya ikan yang ada di sejumlah negara tetangga seperti Malaysia, Thailand, Vietnam, dan Filipina. Kondisi seperti itu, memaksa nelayan di negara-negara tersebut untuk tetap mencari ikan, meskipun harus mencuri dari perairan laut Indonesia.

Kemudian, alasan keduakenapa praktik pencurian ikan masih terus terjadi, menurut Halim adalah karena diterapkannya sejumlah aturan berkaitan dengan upaya menghadirkan praktik pengelolaan perikanan secara berkelanjutan dan bertanggung jawab. Aturan tersebut tidak hanya muncul di satu negara saja, melainkan di hampir semua negara Asia Tenggara.

“Alasan ketiga, adalah Pemerintah terlalu fokus pada kebijakan pengeboman atau penenggelaman kapal ikan dan justru telah mengabaikan betapa signifikannya ikhtiar menghadirkan praktik pengelolaan perikanan secara berkelanjutan dan bertanggung jawab di dalam negeri,” tuturnya.

Exit mobile version