Mongabay.co.id

BRG Berikan Penguatan Ekonomi Masyarakat di Lahan Gambut

Kelompok Mekar Sari tanam nenas pada lahan gambut. Foto: Suryadi/ Mongabay Indonesia

 

 

 

 

 

Nazir Foead, Kepala Badan Restorasi Gambut, bersama Bupati Kampar Catur Sugeng, menyaksikan langsung penandatanganan surat perjanjian kerjasama swakelola (SPKS) 2019 di Desa Pagaruyung, Kecamatan Tapung, Kampar, Riau Jumat 5 April 2019. Ia bagian program revitalisasi ekonomi masyarakat selain pembasahan dan penanaman kembali lahan gambut bekas terbakar.

Satu dari enam kelompok yang akan menerima bantuan modal itu, Kelompok Mekar Sari. Mereka dibentuk sekitar tiga tahun lalu diketuai Tarmini. Anggotanya sekitar 20 perempuan desa, mayoritas ibu rumah tangga, sebelumnya tanpa pekerjaan tetap.

Sebagian dari mereka, selain mengurus rumah tangga juga turut bantu suami buruh sawit. Data penduduk Pagaruyung, 511 perempuan desa hanya 58 bekerja, petani 16 orang, buruh tani (32), pegawai negeri sipil (4) dan pedagang keliling (6). Pendidikan perempuan di desa itu mayoritas menengah pertama.

 

Kebun nenas di tepi jalan di lahan gambut Desa Pagaruyung. Foto: Suryadi/ Mongabay Indonesia

 

Kelompok Mekar Sari memanfaatkan lahan menganggur milik CV Intan Kembar, yang lama tak dikelola dan penuh semak. Mereka tanam nenas. Hasil panen dijual ke tengkulak Rp8.000-Rp 9.000 per gandeng atau dua sampai tiga buah. Kadang kala, ketika panen melimpah, harga turun Rp4.000.

“Biasa itu jelang Ramadhan,” kata Sunarsi, anggota kelompok.

Perkenalan Kelompok Mekar Sari dengan BRG, dua tahun lalu jadi peluang mengembangkan ekonomi anggota. Mereka belajar mengolah nenas jadi dodol dan keripik. BRG turut menyediakan mesin penggoreng keripik dan alat mengemas hasil olahan. Sekarang, Kelompok Mekar Sari, punya rumah produksi.

Purnama Ningsih anggota kelompok juga, bilang, perempuan di desa lebih sering kumpul sejak ada rumah produksi. “Bahkan sampai tengah malam kalau banyak pesanan.”

Meskipun begitu, mereka masih perlu akses pasar untuk menawarkan hasil olahan. Sejauh ini, mereka baru memasok di kedai-kedai desa dan salah satu gerai oleh-oleh Pekanbaru, tetapi tidak berlanjut.

Tarmini pernah memamerkan produk saat mengikuti Jambore Masyarakat Gambut di Kalimantan Selatan, tahun lalu.

“Semua laku. Waktu di bandara pun sempat ada yang beli,” katanya.

Beberapa kali ada pula yang pesan lewat akun media sosial kelompok dan anggota. Pesanan paling banyak biasa jelang Lebaran. Dodol dan keripik nenas itu jadi buah tangan warga Desa Pagaruyung kala mudik. Mayoritas warga Pagaruyung, penduduk transmigrasi dari Jawa.

Menurut dia, ada beberapa saran pembeli, seperti diminta menambah variasi kemasan, jenis olahan hingga penyesuaian harga.

Mereka berharap, pemerintah desa turut memfasilitasi pemasaran produk.

 

Kelompok warga yang menerima bantuan program revitalisasi ekonomo masyarakat dari BRG. Foto: Suryadi/ Mongabay Indonesia

 

Kelompok Nenas Jaya juga memanfaatkan lahan milik CV Intan Kembar buat nenas. Buah dengan nama latin Ananas comusus ini memang sudah lama ada di Pagaruyung.

Ketua Kelompok Nenas Jaya, Mukidin, datang pada 1992, dia melihat lahan desa penuh nenas. Saat itu, harga perbuah Rp50-Rp70.

Adakalanya nenas sampai tak laku saking panen banyak. Sekarang, lebih gampang karena pembeli langsung jemput ke desa dan sudah tersebar di beberapa provinsi termasuk Jakarta.

“Presiden Joko Widodo, pernah merasakan nenas dari lahan gambut ini ketika dibawa ke istana negara,” kata Nazir Foead, saat meninjau lahan kelompok setelah penandatanganan kerjasama.

BRG, katanya, akan terus perluas program revitalisasi ekonomi masyarakat di kawasan gambut.

Selain kelompok, beberapa warga juga manfaatkan lahan untuk nenas. Lahan boleh dipakai tanpa menyewa dan tak diminta bagi hasil, asal kelola tanpa bakar. “Itu sudah jadi kesepakatan tertulis masyarakat dengan pemilik lahan. Luas yang dikelola sekitar 200 hektar.”

Mukidin, mengatakan, pemilik CV Intan Kembar senang ada yang berkebun dan membersihkan lahan daripada tumbuh semak dan terbakar. Lahan itu, katanya, sangat luas dan hendak dibikin perumahan. “Sesuai kesepakatan, kalau CV itu sudah saatnya perlu lahan, masyarakat harus rela dan tak ada ganti rugi.”

Sebelum dikelola masyarakat, lahan itu sering terbakar. Sejak 2017, BRG membangun 100 sumur bor untuk mengawasi kebakaran hutan dan lahan di sana. Dia juga dikerjakan swakelola bersama dua kelompok lain.

“Dampaknya terasa. Tahun lalu, dan tahun ini tak ada kebakaran lagi.”

 

Keterangan foto utama:    Kelompok Mekar Sari tanam nenas pada lahan gambut. Foto: Suryadi/ Mongabay Indonesia

Semula hanya budidaya nenas sekarang Kelompok Mekar Sari sudah mengolah jadi makanan ringan. Foto: Suryadi/ Mongabay Indonesia

 

Exit mobile version