Mongabay.co.id

Buaya Muara Bermunculan dan Tewaskan Warga di Maluku, Ada Apa?

Buaya muara milik Firman, kala dievakuasi dari kolam. Satwa sepanjang empat meter ini berupaya melawan. Foto: Ayat S Karokaro

 

 

 

 

Ladini Tomia, warga Desa Waepandang, Kecamatan Kepala Madan, Kabupaten Buru Selatan, Maluku, tewas mengenaskan setelah diserang buaya muara sepanjang empat meter. Peristiwa naas terjadi saat korban sedang cari ikan di laut sekitar desa, pertengahan April lalu. Sebelumnya, dua warga juga dilaporkan tewas jadi mangsa buaya di Maluku. Balai Konservasi Sumber Daya Alam Maluku, sampai lakukan penelusuran di sungai dan relokasi terhadap buaya-buaya itu.

Ladini tewas dengan kondisi tubuh tak sempurna lagi. Bagian tubuh korban bisa ditemukan setelah warga kampung membunuh buaya dan membedahnya. Dalam perut buaya, warga lalu mengambil potongan-potongan tubuh (kaki dan tangan) yang teridentifikasi sebagai Ladini. Potongan tubuh lain termasuk kepala tak ada.

Baca juga: Habitat Rusak, Konflik Manusia dan Buaya Muara Tinggi, 2 Warga Maluku Tewas

Warga memperkirakan, Ladini jadi mangsa reptil ini pada 15 April malam, saat sedang cari ikan dengan menyelam dan memanah di laut.

Korban sempat dinyatakan hilang selama dua hari, sebelum warga menangkap buaya ini dan membedahnya.

Ipda Zainal, Kapolsek Kepala Madan mengatakan, kejadian Selasa (15/4/19) itu bermula saat korban bersama tiga rekan pergi cari ikan di laut sekitar desa.

“Sesuai laporan korban pergi cari ikan bersama tiga rekan sekitar pukul 21.00. Saat ketiga rekannya sudah naik ke darat, korban belum juga muncul,” kata Zainal kepada Mongabay, Minggu (28/4/19).

Ketiga rekan lalu melapor kepada keluarga dan warga desa. Keesokan hari, warga langsung lakukan pencarian. Saat penyisiran pantai dan muara sungai desa, warga menemukan satu buaya di sekitar lokasi.

Buaya ditangkap warga di muara Sungai Desa Batu Layar yang berdekatan dengan Desa Waepandang. Zainal bilang, potongan tubuh korban sudah dimakamkan. Setelah penangkapan buaya, warga kembali mencari potongan tubuh korban lain. “Tepat 18 April, warga menemukan potongan kepala korban di laut desa itu.”

Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA), membenarkan peristiwa itu. Namun, mereka belum bisa memberi keterangan, pasalnya belum dapat laporan dari petugas mereka di lapangan.

“Tadi pagi temen-teman di Resort Buru, rencana mau ke tempat kejadian, tapi sampai sekarang belum ada laporan investigasi dan observasinya,” kata Seto, petugas BKSDA Maluku.

Sebelumnya, sebuah video amatir sempat viral di sosial media. Video berdurasi 2,38 detik ini, tampak sejumlah warga membedah perut buaya yang ditangkap dan mengambil satu per satu potongan tubuh manusia dalam perut reptil itu.

Video ini diunggah akun Facebook bernama Mohamad Tomia dan mendapat respon dari ribuan pengguna Facebook. Dalam unggahan itu, dia juga menulis, warga yang dimangsa buaya bernama Ladani Tomia.

 

 

Buaya yang ditangkap dan dibelah yang di dalam perutnya ada potongan tubuh korban. Foto: screenshot dari video

 

Buaya lain dibunuh

Buaya muara lain sepanjang tiga meter yang dianggap meresahkan, juga dibunuh warga, di Desa Hualoy, Kecamatan Amalatu, Seram Bagian Barat, Maluku. Buaya biasa memangsa ternak milik warga kampung.

Said, warga setempat mengatakan, reftil itu dibunuh karena meresahkan. Dia bilang, konflik antara buaya dan warga berlangsung sejak pukul 06.00, setelah diketahui memangsa kambing, di kawasan hutan, akhir Maret.

Buaya itu lalu dikejar warga ke Wai Komdo, yang berjarak sekitar tiga kilometer dari kawasan atau tempat buaya itu memangsa ternak warga. Dia bilang, proses penangkapan buaya cukup lama, karena mulai dikejar pagi hingga sore hari.

“Warga baru bisa bunuh buaya itu sekitar pukul 18.30. Ia dibunuh pakai batu dan kayu. Tepat di Wae Komdo, buaya mati, warga langsung mengangkat bangkai,” katanya kepada Mongabay.

Buaya itu, katanya, langsung dievakuasi ke bawah jembatan Wai Ama. Menurut dia, buaya sering muncul, di sungai sekitar dan kawasan hutan, bahkan lebih dari satu.

Hasyim, Pejabat Desa Hualoy mengatakan, setelah buaya betina tiga meter dibunuh, warga lalu evakuasi dan mengubur di hutan sekitar. “Setelah dibunuh, buaya langsung dikuburkan oleh warga dibantu aparat kepolisian.”

Balai Konservasi dan Sumber Daya Alam (BKSDA) Maluku, belum bisa turun ke lokasi untuk penyelamatan. Selain malam hari, kondisi keamanan dan ketertiban masyarakat di Pulau Seram, belum stabil, dua kampung bertetangga terlibat bentrok.

Mereka baru tiba di desa setelah keesokan hari. Sampai di sana, buaya sudah dikubur. Petugas juga investigasi terkait jejak buaya dan ingin pastikan apakah masih ada buaya atau tidak. Sisi lain, ktanya, mereka ingin tahu Sungai Hualoy habitat buaya atau bukan.

“Kita ingin memastikan apakah Hualoy, habitat buaya atau bukan. Hasilnya akan kita ketahui setelah investigasi tim di lapangan,” kata Muchtar Amin Ahmad, Kepala BKSDA Maluku.

Meity Pattipawaej, Kepala Seksi Wilayah II BKSDA Maluku mengatakan, mereka turun ke lokasi langsung melibatkan masyarakat dan tim Brimob untuk investigasi di Wae Komdo.

Berdasarkan informasi dari masyarakat, buaya dibunuh lantaran sudah mengancam dan meresahkan warga.

“Masyarakat bilang buaya meresahkan dan mengancam. Masyarakat berharap, BKSDA Maluku mengevakuasi atau mengtranslokasikan buaya ke Sungai Nief, Seram Bagian Timur,” katanya.

Dia berharap, masyarakat tak perlu khawatir atau resah dengan buaya. Kalau menemukan buaya lagi, jangan langsung dibunuh, tetapi laporkan kepada BKSDA. “Agar ditangkap dan dipindahkan.”

 

Buaya susur sungai setelah dilepas liar oleh BKSDA Maluku dihabitatnya. Foto : Nurdin Tubaka/ Mongabay Indonesia

 

Lepas liar

Sementara itu, pada Maret 2019, dua anak buaya muara usai dirawat di pusat rehabilitasi, Desa Passo, Kecamatan Baguala, Kota Ambon, dilepasliar di Sungai Salawai, Desa Sawai, Kecamatan Seram Utara, Maluku Tengah.

“Setelah sehat dan siap translokasi, Tim Wildlife Rescue Unit dipimpin Junaedi Syam, melepasliar dua buaya muara di Sungai Salawai, Desa Sawai, Kecamatan Seram Utara, Maluku Tengah,” kata Amin.

WRU BKSDA Maluku, menuju lokasi pelepasliaran buaya Sabtu (23/3/19), pukul 12.00. Dia bilang, berangkat dari kandang transit BKSDA Maluku, di Passo Ambon ke Desa Sawai, sekitar sembilan jam, baik darat maupun laut.

“Minggu pagi, Tim WRU dengan longboat berangkat susur Sungai Salawai. Sekitar 45 menit, pukul 09.50, tim WRU bersama Petugas Resort PTN Masihulan Balai Taman Nasional Manusela, menemukan lokasi cocok kemudian lepas liar dua anak buaya. Mereka enjoy berenang nyusuri sungai itu,” katanya.

Dua buaya yang lepas liar, ditangkap pada dua tempat berbeda. Buaya jantan sepanjang 115 cm, ditangkap Rabu (6/3/19), di gorong-gorong, depan Kantor Media, Ekspres Ambon. Buaya sering resahkan warga sekitar.

Satu lagi sepanjang 125 cm, ditangkap warga Dusun Air Besar, Desa Mamala, Maluku Tengah, Rabu (13/3/19). Sebelum lepas liar, kedua buaya mendapat perawatan dokter. Sejumlah luka pada bagian kepala dan mulut saat proses penangkapan, katanya, harus diobati.

“Selama dua pekan dirawat di Passo, dinyatakan sehat lalu lepas liar. Tim sudah melepasnya,” katanya.

 

 

Warga dan buaya hidup bersama

Junaedi Sam, Ketua Tim WRU jelaskan, Sungai Salawai sebagai tempat pelepasliaran karena habitat buaya muara. Dia bilang, masyarakat sekitar Sungai Salawai juga rasa nyaman dan tak terganggu dengan keberadaan buaya, bahkan selalu hidup berdampingan.

“Sungai Salawai, punya potensi ikan banyak, hingga jadi tempat favorit buaya muara untuk hidup. Masyarakat di sana juga sering bawa turis asing masuk mengitari Sungai Salawai melihat buaya muara berkeliaran,” kata Kepala Resort Pulau Ambon ini.

Buaya dan warga hidup berdampingan, katanya, lantaran, habitat sungai ini tak terganggu warga. Menurut BKSDA, insting satwa liar tak akan mengganggu manusia bahkan takut bila ketemu mereka.

BKSDA juga lepas liar satu buaya muara yang meresahkan warga Hatusua, Kairatu, Seram Bagian Barat (SBB) ke Suaka Alam Sungai Nief, Desa Dawang, Teluk Waru, Seram Bagian Timur, awal Maret lalu. Buaya juga mendapat perawatan intens sebelum ilepas liar.

Sugeng Prayitno, Ketua Tim Pelepasliaran dari BKSDA Maluku, mengatakan, selama proses menuju lokasi pelepasliaran tak ada hambatan sama sekali.

“Selama berjam-jam menuju lokasi di Seram Bagian Timur. Dari kota kabupaten, Bula, kami menempuh perjalanan ke lokasi pelasliaran pakai longboat sejam. Tak ada kendala selama pelepasan. Kami lepas dan buaya itu langsung bertahan di Sungai Nief.”

Semula, katanya, lokasi pelepasliaran di Wae Sapalewa, Seram Utara. Setelah seluruh tim berdiskusi, Wae Sapalewa, masih potensi konflik buaya dengan warga, karena ada yang beraktivitas di sungai itu.

“Sungai Nief-lah yang jadi alternatif pelepasliaran.”

Dia bilang, populasi buaya di Sungai Nief, masih terpelihara baik. Di sana juga habitat rusa timor Seram dan babi hutan jadi pakan buaya dan jauh dari pemukiman warga.

 

Keterangan foto utama: Ilustrasi. Buaya-buaya muara bermunculan di Maluku. Warga resah. Buaya ada yang memangsa ternak, bahkan setidaknya tiga warga dilaporkan tewas jadi korban. Foto: Ayat S Karokaro/ Mongabay Indonesia

 

Saya satu buaya yang direlokasi di Maluku. Foto: Nurdin Tubaka/ Mongabay Indonesia
Exit mobile version