Mongabay.co.id

Tanpa Aplikasi Khusus, Nelayan Nusantara Sudah Pintar dari Dulu

 

Klaim bahwa kehadiran aplikasi “Laut Nusantara” akan bisa memberikan perlindungan terhadap nelayan dari perampasan ruang, dinilai hanya omong kosong saja oleh Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (KIARA). Aplikasi yang diluncurkan pada Oktober 2018 lalu itu, hingga saat ini masih belum menjadi alat bantu utama bagi nelayan yang mencari ikan di seluruh Nusantara.

Hal itu diungkapkan Sekretaris Jenderal KIARA Susan Herawati di Jakarta, pekan lalu. Sebelum memberikan pernyataan yang memberi jaminan untuk nelayan, menurutnya, sebaiknya Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) lebih dulu melakukan uji coba hingga menelurkan hasil yang maksimal. Jadi, jangan sampai apa yang dijanjikan dan fakta di lapangan semuanya bertentangan.

“Aplikasi tersebut masih memiliki banyak kendala,” ucapnya.

baca : Dengan Teknologi Ini, Menelusuri Asal Ikan jadi Lebih Mudah

 

Aplikasi ponsel android Laut Nusantara saat diluncurkan pada September 2018. Foto : istimewa/jurnaljabar.id/Mongabay Indonesia

 

Kendala pertama, adalah masih banyaknya nelayan skala kecil yang belum memilki ponsel pintar berbasis sistem operasi Android besutan raksasa teknologi Google. Di saat yang sama, nelayan-nelayan tersebut justru masih menggunakan ponsel biasa yang belum beraplikasi android. Kemudian yang kedua, sebelum meluncurkan aplikasi, KKP tidak mempertimbangkan wilayah yang belum terjangkau sinyal penyedia jasa telepon seluler.

“Padahal, aplikasi tersebut berisi berbagai macam fitur, salah satunya adalah peta laut, harga ikan di pelabuhan, titik potensi tangkapan, serta memuat kecepatan angin dan ketinggian gelombang. Jadi, aplikasi tersebut pada akhirnya belum bisa mewakili kebutuhan paling riil dari nelayan tradisional di Indonesia,” jelasnya.

Susan mengatakan, walau permasalahan mendasar terkait teknologi ponsel belum terpecahkan, namun KKP sudah berani mengklaim kalau nelayan yang telah menggunakan aplikasi berhasil meningkatkan hasil tangkapan ikan. Klaim tersebut diungkapkan KKP tanpa mempertimbangkan masalah perampasan ruang yang dihadapi oleh nelayan tradisional Indonesia.

Contoh nyata dari permasalahan yang dihadapi nelayan, terjadi di Sangiang, Banten. Di sana, nelayan hingga hari ini belum bisa menikmati aliran listrik dan juga tidak mendapatkan jaringan telekomunikasi untuk ponsel. Kondisi itu, dinilai KIARA sebagai masalah besar, karena itu artinya nelayan tidak akan bisa menikmati kemudahan pelayanan melalui aplikasi “Laut Nusantara.”

 

Tanpa Pengakuan

Menurut Susan, fakta bahwa nelayan belum menikmati kemudahan melalui aplikasi, tidak berarti akan menghilangkan kemampuan masing-masing nelayan dalam mengenali kondisi laut tempat mereka mencari ikan. Tanpa aplikasi, para nelayan tradisional sudah memiliki pengetahuan tentang cuaca, gelombang, potensi ikan dan pengetahuan lainnya.

“Hanya sayang, pengetahuan itu belum diakui oleh Negara. Sehingga nelayan kerap menghadapi tekanan investasi seperti reklamasi, pertambangan di pesisir, industri pariwisata,” tutur dia.

Jika kedaulatan nelayan atas ruang belum diakui, serta fasilitas masyarakat pesisir belum memadai, Susan mengatakan bahwa aplikasi tersebut dikhawatirkan hanya menguntungkan pebisnis besar di sektor perikanan. Padahal, mayoritas nelayan Indonesia adalah nelayan tradisional dengan menggunakan perahu dan peralatan dengan daya jelajah yang sangat terbatas.

“Jika aplikasi ini digunakan oleh pebisnis besar, dengan kecepatan dan daya jangkau yang mereka miliki, bisa merugikan nelayan kecil yang memiliki akses dan daya jangkau terbatas,” tegas dia.

baca juga : Teknologi Digital Mulai Digunakan untuk Perikanan Budidaya Nasional

 

Seorang nelayan menunjukkan aplikasi ponsel android Laut Nusantara. Foto : RRI/Mongabay Indonesia

 

Kepala Badan Riset dan Sumber Daya Manusia Kelautan dan Perikanan (BRSDM KP) KKP Sjarief Widjaja sebelumnya menyatakan bahwa aplikasi “Laut Nusantara” adalah pengembangan hasil riset bekerja sama antara Balai Riset dan Observasi Laut (BROL) Jembrana, Bali dengan PT XL Axiata. Aplikasi tersebut diklaim menggunakan teknologi terkini yang akan membantu nelayan saat menangkap ikan.

Sjarief menyatakan, di antara fitur yang bisa dinikmati para nelayan melalui aplikasi tersebut, adalah adanya data lokasi penangkapan secara lengkap yang terbagi pada tiga lokasi, yaitu seluruh Indonesia, pelabuhan, dan perairan khusus. Untuk data dan lokasi penangkapan ikan nasional, disebutkan sudah memiliki resolusi sejauh 4 kilometer, sementara data dan lokasi dari pelabuhan beresolusi hingga sejauh 1 km.

Sjarief mengklaim, selain informasi penangkapan ikan, aplikasi tersebut juga memuat informasi lainnya seperti jarak posisi ke lokasi tujuan, konsumsi bahan bakar minyak (BBM), jumlah hasil tangkapan, jenis-jenis ikan tangkapan, sampai nomor kontak yang bisa dihubungi nelayan berkaitan dengan aplikasi tersebut. Dengan demikian, jika ada yang tidak dipahami, nelayan bisa bertanya langsung ke pusat layanan tersebut.

Sebelum diluncurkan secara resmi, Sjarief mengklaim kalau aplikasi “Laut Nusantara” lebih dulu dilakukan sosialisasi kepada nelayan yang jumlahnya lebih dari 1.300 orang dan menyebar di seluruh Indonesia. Sosialiasi yang dilakukan, bisa melalui tatap muka secara langsung ataupun melalui tatap muka jarak jauh dengan menggunakan teknologi seperti teleconference.

“Harapan kami, di tahun ini aplikasi ini bisa dikenal dengan baik oleh masyarakat. Dan kita harap ini akan ditingkatkan setiap tahun. Kita akan enhance terus, kita akan pertajam ini tahun depan dengan menambah fitur-fitur lainnya yang bermanfaat bagi nelayan,” ungkapnya.

menarik dibaca : Teknologi Informasi untuk Tingkatkan Daya Saing Produk Akuakultur, Seperti Apa?

 

Seorang nelayan sedang menggunakan ponselnya. Foto : kkp.go.id/Mongabay Indonesia

 

Nelayan Kecil

Aplikasi “Laut Nusantara” sendiri diketahui dibuat untuk melayani nelayan kecil yang menggunakan kapal di bawah 30 gros ton (GT). Aplikasi tersebut bisa diunduh secara gratis melalui Playstore pada sistem operasi Android.

Kepala BROL Jembrana I Nyoman Radiarta pada akhir 2018 pernah menyatakan bahwa melalui aplikasi “Laut Nusantara”, nelayan akan diarahkan untuk bisa menangkap ikan dan bukan mencari ikan. Dengan kata lain, setelah menggunakan aplikasi, nelayan bisa lebih fokus dalam mendapatkan ikan dan bisa menghemat biaya operasional karena langsung ke lokasi utama potensi tangkap ikan.

“Bisa jadi (sarana) konservasi karena tidak banyak pencemaran, tidak banyak pengrusakan, (lebih sedikit emisi) karbon yang dikeluarkan dari kapal-kapal tersebut,” sebutnya.

Setelah aplikasi “Laut Nusantara” resmi menjelajah lautan Nusantara, beberapa waktu kemudian Pemerintah Indonesia juga meluncurkan aplikasi “FishOn” yang bertujuan untuk mengoptimalkan potensi laut dan mengelolanya secara mandiri. Aplikasi tersebut masuk dalam program satu nelayan berdaulatan yang digagas Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman.

Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan menjelaskan, dengan program ini diharapkan nelayan bisa langsung menjual hasil tangkapannya ke konsumen tanpa melalui tengkulak. Mereka bisa langsung mengetahui tempat-tempat di mana ada ikan, dan membuat biaya dan waktu operasional nelayan bisa lebih efisien.

“Cara ini akan lebih efektif sebab mereka bisa mendapatkan harga yang besar,” ungkapnya pertengahan April lalu di Sukabumi, Jawa Barat.

Luhut mengatakan, sebelum nelayan menggunakan “FishOn”, mereka mendapat pelatihan terlebih dahulu mengoperasikan aplikasi dan sekaligus juga diberikan pelatihan bagaimana menebar jala yang efisien serta pemasaran ikan yang tepat menggunakan sistem daring (online). Selain itu, nelayan juga diberikan pelatihan tentang standar keselamatan kerja di laut, menentukan daerah tangkapan, dan pengelolaan tangkapan.

Diketahui, aplikasi ponsel berbasis android tersebut memiliki fitur informasi pencurian ikan, pengawetan ikan, penjualan ikan, komunikasi pencatatan hasil tangkapan ikan, tombol panik (panic button) untuk permintaan bantuan dalam kondisi darurat, fitur pembayaran elektronik dan fitur belanja kebutuhan sehari hari.

 

Exit mobile version