Mongabay.co.id

Danau Depati Empat dan Hutan yang Terjaga

 

Tulisan sebelumnya: Desa Rantau Kermas: “Lampunyo Nyalo, Rimbonyo Terjago”

Terbentang dalam kawasan Taman Nasional Kerinci Seblat (TNKS) terdapat danau air tawar seluas 271 hektar yang diberi nama Danau Depati Empat. Lokasi ini menjadi tempat memancing dan menjala ikan bagi warga di desa-desa sekitar. Ada aturan adat yang menyebut warga boleh mengambil ikan, tetapi dilarang menggunakan racun, setrum listrik, apalagi pukat.

Untuk menjaring ikan biasanya digunakan lukah, yang terbuat dari bambu. Hasil tangkapan mereka biasanya diasap dan dijual ke desa-desa sekitar.

Danau Depati Empat membelah dua perkampungan masyarakat dua marga. Di sebelah timurnya, wilayah marga Sungai Tenang dan sebelah barat marga Serampas. Danau ini kadang disebut pula dengan nama Danau Gedang.

Menurut Hasan Apd, Kepala Desa Rantau Kermas asal-usul nama danau ini berasal dari nama Empat Depati (Kepala dusun adat) yang menguasai danau. Yaitu, Depati Payung (marga Serampas), Depati Gento Rajo (Desa Pulau Tengah), Depati Siang Dito (Desa Rantau Suli), dan Depati Muncak (Desa Muara Madras).

Hasan bilang danau dan hutan disekitarnya telah dipelihara turun temurun sejak zaman nenek moyang. Bahkan sekarang menjadi tambah penting, karena danau juga jadi hulu air Sungai Batang Langkup.

Sungai ini membelah Desa Rantau Kermas, dan dimanfaatkan sebagai sumber PLTMH (Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro) bagi sekitar 124 KK di Rantau Kermas.

“Di bawah Depati Karti Mudo Menggalo yang menaungi tiga desa, Renah Alai, Rantau Kermas dan Lubuk Mentilin kita sudah ada kesepatakan secara adat. Barang siapa yang merambah hutan, membuka lahan untuk pertanian baik dari dalam maupun luar desa, akan dikenakan denda adat.”

Denda adat kata Hasan adalah berupa beras 20 kilogram, kambing satu ekor dan juga uang sebesar Rp5 juta. Peraturan dan kesepakatan adat ini juga disampaikan kepada desa-desa tetangga dan orang luar yang ingin masuk ke wilayah desa. Bagi masyarakat yang tidak menaati aturan adat tersebut akan diusir dari desa dan dikucilkan.

 

Danau Depati Empat yang dimanfaatkan oleh masyarakat untuk mencari ikan, juga untuk kebutuhan airnya. Foto: Elviza Diana/Mongabay Indoneisa

 

Buah dari Lingkungan yang Terjaga

Siang itu Hamdan (26) baru saja mengangkat jala yang ditebar dari biduk, atau perahu kecil di tengah Danau Depati Empat. Hamdan mengikuti jejak ayahnya Taha yang menjadikan danau sebagai sumber mata pencarian keluarga.

Kata Hamdan, banyak jenis ikan yang dia peroleh di Danau Depati Empat. Diantaranya ikan seluang, mas, dan nila. Biasanya nelayan seperti Hamdan akan menunggu ikan naik ke sungai-sungai kecil di sekitar danau untuk menetaskan telur dan berkembang biak. Ikan-ikan itu biasanya dikeringkan tanpa garam, yang disebut krasak.

Jika tidak sedang musim ikan naik ke sungai, Hamdan dapat menangkap puluhan kilo ikan nila yang dia buat jadi ikan asap dan ikan kering. Ikan dijual per ekor, bukan per kilo.

“Satu ekor ukuran sekitar 400 gram biasanya bisa dijual Rp8-10 ribu,” sebutnya.

Hutan yang terjaga, tanah yang subur, kecukupan air, membuat kelembaban udara cocok untuk bercocok tanam. Di lahan budidaya desa (ajum arah) Desa Rantau Kermas sebagian besar memilih kopi untuk dikembangkan.

Berdasarkan uji laboratorium di Pusat Penelitian Kopi dan Kakao, Kopi Serampas adalah jenis kopi robusta kelas wahid. Karakteristiknya Excellence, dengan skor poin 83,63. Kopi ini masuk dalam pasar premium kopi di Indonesia.

Kopi sebenarnya sudah lama ditanam di lima desa marga Serampas, namun belum menjadi komoditas yang dikembangkan. Dulu kopi yang ditanam jenis kopi tinggi alam yang disebut kopi sta. Sebelum era booming kopi, masyarakat berharap pada kayu manis untuk menjadi komoditas unggulan keluarga. Di Rantau Kermas, saat ini terdapat 190-200 hektar kebun kopi.

Pada tahun 2013 lewat kesepakatan adat, Desa Rantau Kermas mulai mengembangkan kopi robusta, atau yang sekarang dikenal dengan nama Kopi Serampas. Awalnya mereka terinspirasi dari desa serumpun, Tanjung Kasri dan Renah Kemumu. Di dua desa itu, per hektar tanaman kopi  dapat mencapai produktivitas hingga 6 ton.

Adapun kopi premium yang warnanya merah bisa mencapai harga Rp28-30 ribu per kilogramnya. Dalam pemrosesan pasca panennya, kopi ini tidak sembarang dijemur di lahan pekarangan, tapi di dalam ruangan yang disebut rumah pengering.

Sebuah ruangan plastik berukuran delapan kali dua meter disiapkan secara khusus untuk mengurung panas matahari. Dinding dan atapnya terbuat dari plastik tebal untuk menghindari angin dan hujan. Kopi pun tak diletakkan di tanah, tetapi diletakkan di atas sanggaan yang berketinggian sekitar 75 cm.

Tujuannya untuk mencapai kadar air tertentu. Juga menghindari kelembabaan yang dapat menumbuhkan jamur hasil panenan kopi. Dengan demikian pada akhir pemrosesan, akan dapat dihasilkan kopi organik berkualitas premium.

 

Kopi Serampas, kopi kebanggan masyarakat Serampas di Merangin, Jambi. Kopi telah melewati pemrosesan yang baik sehingga hasilnya premium. Foto: Elviza Diana/Mongabay Indonesia

 

Rencana pengembangan ekowisata

Kondisi hutan yang terjaga, adanya Danau Depati Empat  dan munculnya produk unggulan, mendorong warga adat marga Serampas berpikir untuk mengembangkan ekowisata. Termasuk berkeliling danau dan hutan. Hasan berharap, berjalan dengan pelestarian ekologi, ekowisata bisa jadi tumpuan ekonomi warga.

Hal ini sejalan dengan rencana Pemkab Merangin. Pemkab menggadang-gadang Danau Depati Empat sebagai destinasi ekowisata yang merupakan bagian dari Geopark Merangin.

Dedi Darmantias, Kepala Dinas Pariwisata Pemuda dan Olahraga Merangin, menyebut akan banyak program pembangunan wisata dalam kurun waktu dua tahun. Ini katanya untuk menunjang kemajuan di bidang ekowisata.

“Kita sedang membangun jalan tracking dan pintu gerbang ke kawasan Depati Empat. Kita berharap ekowisata berkembang, tapi tanpa merusak kelestarian alam. Alam ini yang menjadi nilai jualnya,” jelasnya.

Karena berada dalam ekosistem TNKS, Pemkab Merangin memfasilitasi perjanjian kerjasama multipihak. “Sudah ada perjanjian kerjasama yang ditanda tangani TNKS, Pemkab dan masyarakat,” sebut Dedi.

Program kawasan geopark di Kabupaten Merangin bakal mencakup 9 Kecamatan. Termasuk mencakup Danau Pauh dan Danau Depati Empat. Direncanakan di Geopark Merangin bakal ada 131 wisata alam, 18 wisata budaya, 10 wisata buatan dan 11 wisata geopark. Pengembangannya akan disesuaikan dengan kawasan konservasi TNKS.

Pengembangan ekowisata yang dilakukan, jelasnya harus sejalan dengan aturan adat dan perdes yang diterapkan selama ini.

 

Video: Pohon Asuh Penyangga Kehidupan

 

Exit mobile version